"Al, Alya, bangun dong! Dah pagi ini. Keenakan tidur di kasurku malah."
Sayup-sayup aku mendengar ada suara yang membangunkanku dan menggunjang tubuhku. Tapi rasanya aku masih ngantuk banget. Jadi aku putuskan untuk lanjut tidur lagi.
"Yaelah nih anak gadis, kebo banget sih! Alya bangun!"
Suara itu lebih keras terdengar di kupingku. Rasanya kupingku jadi berdenging karenanya. Terpaksa aku membuka mataku. Aku mengernyit heran. Gak salah nih, Ratno berani-beraninya masuk kamarku? Minta ditendang nih anak rupanya.
"Rat, ngapain sih masuk-masuk kamarku?" tanyaku sengit pada Ratno.
Ratno menyentil dahiku. "Tuh nyawa kumpulin dulu. Liat, kamu ada di mana sekarang?"
Aku segera mengedarkan pandanganku. Ini bukan kamarku tapi kamar Ratno. Kok bisa aku ada di sini?
"Ngapain aku di kamarmu Rat? Kamu gak ngapa-ngapain aku kan?" tanyaku lagi penuh selidik sembari mengecek kondisiku sendiri. Hah, aman. Aku masih berpakaian lengkap.
"Enaknya kamu diapain ya Al? Udah ditolong malah nuduh sembarangan. Kalo gak ada aku, mungkin kamu yang diapa-apain ma Tio." Ratno kini duduk di tepi ranjang menghadapku.
"Masak sih?" sangkalku gak percaya. Aku mulai duduk berhadapan dengan Ratno.
Ratno menghela nafas panjang, "udah salah masih aja kamu bela Al. Coba inget-inget lagi, kamu semalem ngapain?"
Aku menuruti perkataan Ratno, mencoba mengingat kejadian yang terjadi semalam. Seingetku, aku dan Kak Tio pergi makan malam berdua. Kemudian Ratno dateng menghajar Kak Tio hingga Kak Tio pergi. Kepalaku yang pening dan aku... mencium Ratno. Apa?! Apa beneran aku udah mencium Ratno?
Aku memandang ke arah Ratno. Dia menaikkan alisnya seolah meminta penjelasanku.
"Gimana udah inget?"
"Beneran yang semalem itu Rat?"
Ratno tersenyum mengejek padaku. "Beneran Al. Kamu cium bibirku. Nih di sini," katanya sambil menunjuk ke arah bibirnya, "cuma sedetik, gak berasa apa-apa. Masih amatiran kamu."
Aku malu sendiri mendengar penjelasan balik dari Ratno. "Rat, tolong rahasiain ya? Anggap aja kejadian itu gak pernah ada. Tapi kok bisa sih aku kayak gitu? Aneh."
"Sebelumnya kamu minum apa di cafe itu?"
"Seingetku aku cuma minum soft drink."
"Enak?"
"Ya enaklah Rat. Gitu aja ditanyain?" jawabku mulai sewot.
"Fix kamu minum obat perangsang tanpa rasa yang dimasukkin ke dalam soft drink itu. Itu yang menyebabkan kamu jadi aneh Al. Untung aku yang kamu cium, cowok baik-baik ini. Gak akan manfaatin kamu yang lagi on. Lha kalo cowok lain? Kayak Tio itu misalnya. Dah gak bakalan lama lagi nyandang gelar MBA kamu."
"MBA? Married by accident maksudmu? Doain jelek kamu Rat. Tapi sapa sih yang masukkin obat itu? Masak Kak Tio?"
"Trus sapa lagi? Kamu pikir tukang parkir cafe itu apa? Otak pinter mikir kayak gini aja gak bisa," ejek Ratno dengan menoyor kepalaku.
"Dan kau toyor kepalaku terus Rat, bikin otakku jadi kopyor tau!" teriakku gemas hendak membalas menoyor kepala Ratno balik.
Ratno segera menangkap pergelangan tanganku. Dia meringis aneh. "Eh, Al. Kita ulang yuk adengan ciumnya. Yang lebih menghayati gitu. Sampe adu silat lidah. Masak kita cuman adu silat fisik doang?"
Aku melotot mendengar ajakan Ratno. Mulai gila nih anak. Aku segera mengambil bantal yang ada di sebelahku dan memukul Ratno dengan gemas. Sedangkan Ratno yang aku pukuli malah tertawa-tawa senang karna berhasil membuat aku marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Siapa yang Kupilih?
Teen FictionKetika banyak cinta yang datang menyapa di saat hati ini masih merindu cintaNya, lalu cinta siapa yang kupilih?