Chapter 6

975 80 4
                                    

_Brandon POV_

Penutupan karir basket di universitas yang cukup membanggakan, karena aku dapat meraih jawara selama tiga tahun berturut-turut dalam keikut sertaanku di tim ini. Kami merayakan kembali kemenangan di luar ruang ganti, dengan beberapa rekan maupun keluarga dari pemain setelah sebelumnya kami berselebrasi di tengah lapangan.

Perayaan ini dijaga ketat oleh satu bodyguard, mengingat dua tahun lalu ada satu penggemar menerobos masuk dan menyerang Galang. Lagi-lagi Galang, dan karena hal ini Galang marah besar karena merasa privasinya terganggu.

Namun kini, dia terlihat cukup bahagia dengan wanita barunya yang diberikan identitas khusus untuk merayakan kemenangan bersama kami. Aku menanti Bianca untuk turun menghampiriku, dan merayakan kemenangan ini bersama.

Namun sesosok wanita cantik, berdarah Arab yang kutahu adalah sepupu dari Ahmed datang menghampiriku. Dengan segala pesona playboy yang kupunya aku harus meladeni para penggemarku bukan. Hitung-hitung ini adalah latihan bagiku sebelum nantinya menjadi artis, jika namaku dipanggil timnas. Haaa, kau memang cerdas Brandon.

"Congratulation Brandon," hanya itu yang dia ucapkan, namun gerakannya yang tidak dapat kuprediksi membuatku membelalakkan mata.

Bagaimana tidak, dia mencium bibirku tanpa menghiraukan keramaian disekitar. Meskipun aku tahu pemandangan ini akan luput begitu saja dari pandangan yang lainnya. Sesaat aku sempat menikmati ciuman ini meski tak menggairahkan. Hey aku lelaki normal yang punya kebutuhan tinggi akan hasrat dan gairah, lagipula aku playboy kampus dan tentu saja semua ini merupakan keberuntungan bagiku.

Namun semua itu tak berlangsung lama saat mataku mendapati Bianca berdiri membeku dibelakang bodyguard, dengan membawa minuman botol ditangan kanannya. Ekspresinya tak dapat kubaca jelas, antara kecewa atau biasa saja. Otak brengsekku bekerja cukup cepat, saat aku sengaja tidak melakukan pergerakan atas perlakuan Farida, karena aku ingin melihat Bianca cemburu.

Rupanya Bianca lebih memilih berdiri tanpa melakukan pergerakan untuk menghampiriku, segera aku melepaskan ciuman Farida dan berlari ke tempat Bianca berdiri

"Bianca," panggilku padanya dengan menggapai tangannya, sebelum dia melakukan pemberontakan aku sedikit mengetatkan genggamanku pada tangannya.

Bianca mulai berontak dan ingin menghempaskan tanganku, kakinya telah melangkah untuk segera menjauh meskipun tanganku masih dalam posisi menggenggam pergelangan tangannya.

"Berhenti, apa yang kamu pikirkan ha? Aku..." Aku mencoba menjelaskan kejadiannya, namun Bianca telah memotong ucapanku.

"Tenang saja, itu semua hak mu. Kita tidakak pernah ada hubungan apapun, jadi aku tak punya hak untuk marah padamu."

"Cemburu eh," tuduhku.

Sepertinya apa yang kukatakan tepat sasaran karena Bianca terlihat berpikir untuk mengelak kembali.

"Kamu pikir aku siapamu berhak cemburu," teriak Bianca mencoba mencoba menyuarkan isi pikirannya ditengah lautan manusia.

"Jangan berbohong dengan dirimu sendiri," ucapku geram, aku benar-benar tak habis pikir dengan segala kebohongan Bianca terhadap dirinya sendiri.

"Hey, kamu ngomong apasih? Aku hanya ingin mengucapkan selamat untukmu, Hey, kamu ngomong apasih? Aku hanya ingin mengucapkan selamat untukmu,"satu teriakan lagi kudapat dari Bianca.

"Aku berbicara tentang dirimu, ketakutanmu yang tanpa alasan dan sekarang kemarahanmu untuk menutupi perasaanmu."

"Kamu terlalu besar kepala tentang hubungan kita," sindirnya.

Buzzer Beater [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang