_Author POV_
Brandon tersenyum begitu lebar, terlintas segala imajinasi mengenai dirinya dan Bianca saat mendapati orang yang ada dalam pikirannya sedang bergelut dengan peralatan dapur. Bukan hal yang mengejutkan sebenarnya mengingat sudah empat hari ini Bianca yang selalu menanti dan menyiapkan makan malam untuk Brandon saat selesai latihan. Brandon selalu bersikap berlebihan jika itu berhubungan dengan Bianca, termasuk untuk urusan cinta dia sangat berlebihan hingga predikat playboynya belum terakreditasi akibat aib karena cintanya digantungkan.
"Udah pulang?" Bianca menolehkan kepala ke belakang saat merasa ada seseorang sedang memperhatikan kegiatannya menggoreng perkedel kentang.
"Mandi dulu gih, ntar aku temenin makannya," sambung Bianca saat tak ada jawaban berarti dari Brandon yang malah berjalan mendekatinya dan mengecup singkat pipi kirinya.
Blush!!!
Bianca merona mendapati Brandon yang mendadak berubah romantis tanpa banyak bicara seperti biasanya. Seketika perasaan mengganjal terbersit di hati Bianca mendapati Brandon yang lebih pendiam.
Belum sempat Bianca membuka mulutnya untuk menanyakan keganjilan tingkah laku Brandon, tangan Brandon terulur ke puncak kepala Bianca mengelus lembut seperti yang selalu dilakukan Brandon untuk menenangkan wanitanya.
"Aku mandi dulu ya," sela Brandon dan segera meninggalkan Bianca.
Sebelum benar-benar menghilang menuju kamar mandi, Brandon terlebih dahulu melepaskan dahaganya dengan satu gelas air putih yang tersedia di meja. Bukan ajaib karena gelas tersebut tiba-tiba ada di meja, itu semua karena Bianca yang menyiapkan.
Bianca masih belum bisa mencerna mengenai apa yang terjadi dengan lelaki ajaib tersebut, terus saja dia memperhatikan Brandon yang meneguk air putih dengan seksama. Merasa diperhatikan dengan intens, Brandon tersenyum dan bersorak dalam hati karena Bianca mengalihkan perhatian sepenuhnya kepada Brandon seorang. Umpan di makan, saatnya menjalankan aksi berikutnya, begitu pikir Brandon sembari mengerlingkan satu mata pada Bianca.
Bianca semakin mengerutkan kening tanda kebingungan sedang melanda, bingung atas sikap Brandon dan juga curiga. Tentu saja curiga karena Brandon adalah lelaki yang penuh kejutan, entah kejutan dalam kategori baik maupun buruk. Selain itu Bianca curiga jika Brandon bersikap demikian hanya untuk mengerjainya saja atau hanya untuk menyita perhatiannya.
Lama berpikir membuat Bianca lupa tugas utamanya di dapur.
"Kyaaaaaaa, gosong lagi," teriakan Bianca mendapati masakannya yang tidak sesuai harapan.
_Brandon POV_
"Kyaaaaaaa, gosong lagi,"
Aku hanya bisa tertawa kecil mendengar teriakan Bianca karena masakannya gosong. Sayang sekali, perkedel kentang buatan Bianca termasuk kategori makanan penggoyang lidah. Rasanya hampir sama dengan buatan mama, dengan ciri khas mereka masing-masing dan aku tidak bisa menentukan mana yang lebih enak, karena lebih baik makanan itu dicerna dalam perut bukan dinilai.
Semoga masih ada sisa adonan perkedel kentang lain yang masih pada tahap wajar untuk kunikmati. Tujuanku mendiamkan Bianca bukan hanya untuk mencari perhatiannya saja. Itu terlalu kekanakan, yah oke harus kuakui meskipun aku sering melakukannya. Bianca bukan tipe wanita yang mengumbar perhatian dan kasih sayang pada kekasihnya dengan kata-kata, namun dengan perbuatannya sudah terlihat bahwa dia perhatian.
Lihatlah beberapa hari ini dia telah menjadi ahli gizi ku, menyediakan sarapan, makan siang, bahkan makan malam. Brenda melarangku untuk membeli makanan di luar yang hampir keseluruhan mengandung MSG. Tujuannya tak lain adalah menjaga kesehatanku yang sedang menghadapi latihan intensif yang tentunya harus dalam keadaan bugar dan kebal terhadap penyakit yang gampang menyerang saat kondisi badan drop. Seperti istri yang sedang mengatur pola makan suami saja kelakuan Bianca saat ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Buzzer Beater [END]
Literatura Kobieca[SINOPSIS] - Terbiasa bersama sejak kecil membuat rasa sayang antara Brandon dan Bianca tumbuh menjadi benih-benih cinta. Sayangnya kebersamaan itu tidak bisa begitu saja terjalin akibat banyaknya perbedaan pemikiran dan sebuah trauma. Hampir setiap...