Chapter 26

2.3K 110 1
                                    

_Author POV_

Dua tahun merupakan waktu yang singkat bagi pasangan Brandon dan Bianca karena mereka selalu melewati setiap harinya dengan bahagia. Kedewasaan Brandon makin terlihat dan bahkan Bianca kini segan saat lelaki itu berada dalam mode serius. Lagipula, hal ini memang sudah sewajarnya karena sebagai istri, Bianca harusnya menuruti perintah suami dalam hal kebaikan.

Mengenai tempat tinggal, Brandon dan Bianca sepakat untuk menempati rumah utama keluarga Martinez. Bukan karena Brandon tidak bisa menyiapkan rumah untuk istrinya, namun Bianca sedikit berat meninggalkan Bertha sendirian. Meskipun begitu, Bertha bukanlah orangtua yang suka ikut campur mengenai kehidupan pribadi anaknya.

Sebagai suami istri tentu saja mereka kerap mengalami yang namanya pertengkaran dalam rumah tangga. Jika sudah begitu, Bertha akan mengurung diri di kamar tanpa mau diganggu Bianca yang saat awal pernikahan selalu menceritakan masalahnya. Bertha pernah menasehati jika pertengkaran itu harus diselesaikannya sendiri tanpa bantuan orangtua, terlebih itu masalah ringan terkait komunikasi.

Brandon tidak pernah merasa malu pada Bertha saat mengalami konflik dengan Bianca. Bertha pun memahami, karena ini masih awal pernikahan dan butuh penyesuaian. Hanya saja, kadang Brandon tidak kuat menahan gairahnya dan malu saat ingin mengajak Bianca bercumbu.

Mengenai karier keduanya juga cukup lancer, terlebih Brandon. Hal itu tidak lepas dari klub yang kini dibelanya, Surabaya Knights yang dipegang yayasan tidak diperkenankan untuk turut serta dalam Liga Basket Indonesia. Klub tersebut harus mau berada dalam naungan sebuah PT, dan itu terasa memberatkan. Namun klub yang kini dihuni para bintang itu berani melangkah pada liga yang lebih sengit yaitu tingkat Asia.

Sehingga kini Brandon lebih sering pergi ke luar negeri di sekitar Asia hanya untuk satu kali pertandingan saja. Keputusan untuk tinggal bersama Bertha nyatanya cukup menguntungkan, karena saat Brandon jauh Bianca tidak benar-benar sendiri.

Namun, setiap manusia selalu tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya. Meskipun kebahagiaan dalam pernikahan berupa kerukunan, namun hingga kini keduanya belum dipercaya untuk mendapatkan momongan. Hal itu yang akhir-akhir ini kerap membuat Bianca makin stress.

"Sayang, kamu masih pusing? Aku ijin papa ya kalau kita nggak bisa dateng," saran Brandon membuat Bianca menggeleng.

Sedari pagi, Bianca mengeluh pusing dan badannya terasa lemas. Padahal di hari Minggu seperti ini, biasanya mereka menghabiskan waktu bersama untuk sekedar berjalan-jalan atau biasanya Bianca mengikuti perjalanan Brandon ke negeri tetangga untuk bertanding.

Lelaki itu sedikit merasa bersalah, karena semalam mengajak Bianca untuk nonton dengan jadwal midnight. Setelah pulang, mereka juga tidak langsung istirahat malah bercumbu hingga hampir shubuh.

Selain itu, Brandon juga ingin menyelamatkan Bianca yang sebenarnya enggan untuk datang ke acara ulang tahun pernikahan orang tuanya. Sebab, wanita itu kerap mendapatkan pertanyaan mengenai kehamilan dan membuat Bianca sedih.

Awalnya Richard menanyakan hal itu, namun Brandon pernah berkata pada papanya itu untuk tidak menanyakan lagi dan berharap orangtuanya memberikan doanya saja. Richard maupun Belinda menghargai keputusan anaknya, namun keluarganya yang lain tidak seperti itu.

"Jangan, nggak enak sama mereka yang. Kemarin mama telpon ngarep banget buat kita dateng," jawab Bianca dengan suaranya yang serak.

"Itu karena beberapa hari yang lalu kondisi kamu baik-baik aja. Sekarang wajah kamu itu pucet banget lho, dipanggilin dokter juga kamu nggak mau," kilah Brandon.

"Karena cuma kecapaian aja yang dan kurang istirahat," ujar Bianca sembari tersenyum mengingat kegiatannya bersama Brandon semalam hingga tadi pagi.

Buzzer Beater [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang