Chapter 19

1.4K 97 5
                                    

_Bianca POV_

Aku begitu menikmati pekerjaanku kali ini, mungkin karena keberadaan Brandon yang selalu menemaniku saat berangkat dan menjemputku seperti saat ini. Rencananya, pada Sabtu dan Minggu ini aku melihat lokasi dan mulai merapatkan bagaimana penataan ruangan yang diinginkan. Setelahnya aku bisa menyelesaikan pekerjaan hanya dengan mengirimkan gambarnya saja dan tidak harus ada di tempat. Mungkin sesekali jika sangat dibutuhkan, maka aku pun akan ikut hadir dalam rapat.

Aku dan Brandon saat ini dalam perjalanan ke hotel, sedangkan Dimas sengaja tinggal karena ada beberapa hal yang harus diselesaikannya. Itu lebih baik, karena aku ingin berbicara pada Brandon mengenai Dea. Lagipula Brandon dan Dimas kan punya rencana untuk menghabiskan mala mini bersama, jadi bukan masalah jika sekarang aku memanfaatkan kehadiran Brandon terlebih dahulu.

"Mau makan apa Bi?" Brandon memang mengajakku untuk makan sebelum mengantar ke hotel.

"Terserah," jawabku sambil mengecek ponsel.

"Cewek nih kebiasaan banget kalau diajakin makan terserah. Nanti kalau dipilihin nggak mau," ucapnya sebal membuatku menolehkan kepala.

"Jadi sudah berapa wanita yang anda ajak untuk makan malam Mr. Brandon?" tanyaku menghadapnya langsung.

Brandon yang mendengar kalimatku itu langsung merasa salah tingkah dan beberapa kali menampakkan cengiran. Entah mengapa hal itu makin membuatku sebal, karena adanya kemungkinan Brandon benar-benar melakukan aksinya untuk menjadi seorang playboy.

"Kamu bener-bener wujudin cita-cita buat ngalahin Galang jadi playboy ya?" selidikku.

Brandon seketika menghadapkan kepalanya padaku. Untung saja dalam kondisi mobil berhenti karena lampu merah. Jika tidak, maka aku tidak segan-segan untuk memberi pukulan padanya karena membahayakan kami berdua.

"Enggak. Mana pernah aku bawa cewek makan malam," kilahnya.

"Dea?"

"Ya cuma Dea aja nggak ada yang lainnya Bi,"tegasnya.

Aku menganggukkan kepala mendengar jawabannya tersebut, namun aku tidak berhenti memerhatikan raut wajah Brandon. Tindakanku ini hanya untuk memastikan bagaimana perasaannya saat membicarakan Dea. Rasanya sangat mustahil jika hingga saat ini Brandon tidak mengetahui kabar pertunangan Dea. Namun wajah itu terkesan biasa saja, tidak menyimpan sebuah luka atau memperlihatkan ekspresi yang mencurigakan.

"Kenapa? Aku ganteng banget ya?" godanya yang terus menatap jalanan lurus di depan.

"Ganteng sih, tapi nggak ganteng-ganteng banget kok," jawabanku yang asal membuatnya melirikku sebal.

"Jangan diliatin terus Bi. Aku nggak konsen nyetir ini," Brandon mulai sebal dengan aksiku.

Tidak ingin membuat Brandon bernafas lega, aku masih memerhatikan dan terkikik geli karena lelaki di hadapanku begitu salah tingkah. Hingga aku tidak sadar jika mobil ini berhenti, Brandon menghadap ke arahku dengan wajah yang begitu dekat. Brandon mengeluarkan senyuman yang lebih mirip dengan seringaian menyebalkan dan harus kuakui jika kini aku yang merasa salah tingkah dengan tindakannya.

"Kamu mau apa?" tanyaku sambil memundurkan badan.

"Mewujudkan apa yang ada dalam bayangan kamu."

Setelah ucapan itu aku merasakan suhu dalam mobil semakin memanas seiring dengan menempelnya bibir Brandon pada bibirku. Astaga, benarkah apa yang kualami kali ini? Brandon semakin memeprdalam ciuman dengan menekan tengkukku dan akhirnya membuatku menyerah. Aku begitu merindukannya, merindukan kecupan yang seolah membuatku merasa begitu diinginkan.

Buzzer Beater [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang