Chapter 21

1.7K 112 40
                                    

_Author POV_

Brandon tersenyum sambil mengusap jemari Bianca yang kini berhiaskan selang infus. Wanita itu rupanya masih betah bertahan dalam tidurnya dan bisa dianggap hal ini merupakan kesialan bagi Brandon. Pasalnya, tiap kali lelaki itu menjenguk Bianca dalam kondisi baru saja tidur.

"Belum bangun?" tanya Bertha yang baru saja masuk ke dalam kamar rawat anaknya.

Brandon menolehkan kepalanya dan menggeleng pelan. Bertha menanggapi dengan senyum kemudian mendekat untuk mengusap kening putrinya.

"Tante hari ini istirahat di rumah aja, biar Brandon yang jaga Bianca," ucapnya pada Bertha.

"Jangan, nanti latihan kamu terganggu," tolak Bertha halus.

"Brandon udah selesai kok tante. Ini lagi liburan sebelum babak play off tiga minggu lagi. Jadi, masih banyak waktu buat nemenin Bianca," jelas Brandon.

"Kamu aja yang istirahat, pasti capek kan setelah pertandingan," Bertha masih menolak.

Hal tersebut membuat Brandon tersenyum, lelaki itu menarik nafas dan mengembuskannya perlahan. Dia tahu jika Bertha begitu mengkhawatirkan kondisi putrinya, namun dia sendiri seolah lupa memikirkan tubuhnya yang nampak lemah. Brandon beranjak dan mendekat pada Bertha, lelaki itu memegang tangan wanita paruh baya di hadapannya tersebut.

"Tante. Tante nggak percaya ya kalau Brandon bakal jagain Bianca?" tanya Brandon membuat Bertha gelagapan.

"Bukan begitu..."

"Tante tahu kan gimana perasaan Brandon ke Bianca, lagipula dia nggak mungkin kayak gini kalau nggak karena ngejar pertandingan aku. Lebih baik tante yang istirahat, tante nggak mau kan kalau pas Bianca siuman malah tante yang gantiin di rumah sakit karena kelelahan," sela Brandon membuat Bertha bungkam.

Berpikir sejenak dan akhirnya wanita paruh baya itu menyetujui saran Brandon. Bertha kemudian berdiri dan membereskan beberapa barangnya untuk dibawa pulang.

"Tunggu Damar bentar ya tan, nanti Brandon anter pulang," tutur Brandon sambil membantu Bertha membereskan barangnya.

"Nggak usah Bran, tante minta jemput supir aja. Barusan tante sms, mungkin udah berangkat," tolak Bertha yang dijawab anggukan oleh Brandon.

Sepeninggal Bertha, Brandon kembali memandangi wajah Bianca yang masih terlelap itu dengan intens. Tak dapat dipungkiri rasa iba menghampiri dirinya mengingat apa yang pernah dibicarakan Damar kemarin. Namun, rasa bahagia juga terlintas dalam benaknya mengetahui jika selama ini Bianca mencintainya.

"Bangun tukang tidur. Kamu berharap aku bakal jadi pangeran yang kasih ciuman buat putri tidurnya gitu?" gumam Brandon yang tak bisa menahan senyumnya.

"Oke kalau itu yang kamu mau. Jangan protes ya kalau bibir kamu perih pas bangun nanti," canda Brandon yang kini mendekatkan bibirnya pada bibir Bianca.

Memejamkan mata, Brandon menempelkan bibirnya pada bibir wanita yang pernah mengisi hatinya itu. Senyuman langsung terbit di wajah Brandon setelah ciuman itu terlepas, apalagi dia melihat pergerakan pada kelopak mata Bianca. Entah itu karena efek ciuman layaknya seorang pangeran pada putri atau Bianca yang terganggu tidurnya dengan pergerakan Brandon.

Saat kelopak mata itu terbuka, Brandon terbelalak dan bersorak dalam hati. Dia menampakkan senyumnya pada Bianca yang memandangnya heran.

"Brandon kok kamu di sini?" tanya Bianca.

"Selama kamu kecelakaan aku selalu di sini Bi. Kamu aja yang selalu merem kalau aku jengukin," tuturnya merajuk membuat Bianca meringis.

Tiba-tiba wanita itu panik dan menutup mulutnya sambil memandang Brandon waspada. Melihat hal tersebut, tentunya membuat Brandon juga khawatir, dia langsung mendekat dan memegang tangan Bianca.

Buzzer Beater [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang