_Author POV_
Brandon masih terpekur di tempatnya tanpa memedulikan Dimas yang beberapa waktu pamit untuk mengangkat telepon penting. Dalam hatinya mulai meragu atas apa yang kini dijalaninya. Bukan masalah karier, karena bagi Brandon basket adalah hidupnya dan ini adalah pembuktian terhadap kedua orang tuanya.
Sedari tadi yang membuatnya risau adalah masalah hati. Sebut saja dia pria yang tidak memiliki ketetapan hati karena hingga kini bayangan nama Bianca masih menempati posisi yang sama di hatinya. Sedangkan Dea yang selama dua bulan ini menemaninya telah memberikan arti sendiri dalam hidupnya.
Tidak bisa dipungkiri jika dia menyayangi Dea, saat berjauhan seperti inipun Brandon juga merindukan wanita seksi yang memiliki tatapan mata tajam itu. Melihat Dea yang tadi tergesa dengan seorang pria dan wajahnya yang nampak ketakutan membuat hati Brandon khawatir. Namun semua itu ditampiknya karena Brandon sadar hubungan yang dijalaninya dengan Dea tidak lebih baik dengan apa yang dulu dilakukannya bersama Bianca.
Brandon masih memainkan ponsel dengan memutar-mutar benda pipih itu di telapak tangannya. Pandangannya menerawang jauh, seolah ingin meraba apa yang hatinya itu inginkan. Hingga dia tidak sadar saat Dimas sudah kembali duduk di tempatnya dan melambaikan tangannya di depan wajah Brandon.
"Hey!!" seruan itu membuat Brandon sadar dari lamunannya.
"Masih ngelamunin soal Dea dan lelaki itu?" Dimas memastikan dan Brandon tidak menjawabnya.
"Aku sebenernya udah ngerasa dari lama sih Dim soal Dea dan laki-laki itu. Tapi selama ini Dea sendiri cuek dan nggak pernah membatasi diri untuk bergaul dengan siapapun," Brandon mulai membuka obrolan.
Dia mengangkat kakinya dan menyandarkan punggungnya di ranjang. Dimas yang tadi duduk di kursi pun juga mulai menyamankan diri dengan menarik kursi tersebut lebih dekat ke ranjang. Melepas sepatunya, Dimas menaikkan kakinya yang berbalut kaus kaki biru tua ke atas ranjang dan membuat Brandon mencebik kesal.
"Kaos kaki berapa hari itu? Pake dinaik-naikin ke ranjang," celanya membuat Dimas terbahak.
Lelaki itu tidak sedikitpun peduli dengan kalimat celaan Brandon. Dia malah menyamankan diri lalu bertindak seolah hakin dengan beredekap dan meminta penjelasan dari Brandon. Sedangkan yang dimintai keterangan bingung atas permintaan sahabatnya itu.
"Nggak usah pake ngalihin pembicaraan. Kamu kan tadi mau nyeritain gimana bisa jalan sama Dea?" Dimas berucap membuat bibir Brandon membentuk huruf O.
Flashback
Brandon kembali melangkahkan kakinya ke kantor Alaska Media dengan pengawalan dari pihak media itu sendiri. Alasan yang digunakan sebagai penebusan hal yang kurang menyenangkan karena harus mengulang wawancara akibat keteledoran salah satu reporter yang kurang menguasai bidang.
Sebagai orang baru di bidang basket Brandon tentu saja tidak mempermasalahkan hal itu, karena memang dirinya sedang tidak disibukkan dengan kegiatan seperti iklan. Lagipula, latihan yang telah dibebankan kepadanya juga selesai dijalani, memang Brandon menyetujui untuk melakukan wawancara setelah selesai jadwalnya.
Dia tidak datang sendiri karena ditemani oleh Alfon yang memang memiliki kerabat di Alaska Media. Alasan lain dengan turut sertanya Alfon karena memang keduanya cukup dekat dalam tim tersebut. Lagipula Brandon juga sedikit bisa menguraikan ketegangan jika ada salah satu atau dua orang yang dikenalnya.
Setelah berbasa-basi dengan petugas resepsionis, Brandon dan Alfon digiring untuk memasuki ruangan khusus wawancara yang baru kali ini dia tahu. Sebab beberapa waktu lalu saat dia diundang ke tempat ini, reporter hanya mengajaknya berbincang di ruang santai kantor. Brandon pun memaklumi karena kali ini yang akan bertemu dengannya langsung adalah Dea Atmaja, pasti lebih eksklusif.
KAMU SEDANG MEMBACA
Buzzer Beater [END]
ChickLit[SINOPSIS] - Terbiasa bersama sejak kecil membuat rasa sayang antara Brandon dan Bianca tumbuh menjadi benih-benih cinta. Sayangnya kebersamaan itu tidak bisa begitu saja terjalin akibat banyaknya perbedaan pemikiran dan sebuah trauma. Hampir setiap...