Chapter 24

2.4K 123 9
                                    

_Author POV_

Brandon tersenyum membaca pesan dari Bianca selepas pertandingan final. Tidak terasa hubungan yang mereka jalani sejak malam penuh kehangatan itu sudah hampir memasuki satu tahun. Benar apa yang pernah dikatakan oleh temannya, Damar mengenai jarak yang harus diberikan kepada Bianca.

Karena dengan hal itu, pada akhirnya Bianca menyadari betapa berharganya Brandon. Wanita itu mengaku saat jauh dari Brandon merasa begitu kehilangan. Ketakutannya menjalin hubungan dan menghindari patah hati malah membuat Bianca makin sakit saat melihat Brandon dekat dengan Dea.

Selain itu, hubungan orang tuanya yang tidak berjalan mulus serta penyesalan yang dirasakan mamanya, membuat Bianca nekat untuk meraih kebahagiaannya. Meskipun telah mengenal lama, hubungan mereka sejauh ini tidak selalu berjalan mulus. Pasalnya, Bianca masih terbayang akan kepercayaan dirinya dan Brandon harus ekstra sabar untuk membuat wanitanya percaya.

Setelah membalas pesan dari Bianca, Brandon meletakkan ponselnya di ranjang dan berniat membersihkan diri. Sambil bersenandung, Brandon masuk ke kamar mandi sehingga tidak mendengar bunyi posel yang tertimbun barang-barang miliknya.

Setelah membersihkan diri, Brandon menyalakan TV demi membuat ruangan ini tidak terkesan sepi. Lelaki itu memakai pakaian santai dan mulai membereskan ranjang untuk mencari ponselnya. Matanya terbelalak saat melihat panggilan masuk dari Bianca begitu banyak.

Tak ingin menimbulkan kecurigaan pada wanitanya yang memiliki kadar kecemburuan level 12 itu, Brandon langsung menekan tombol panggil. Cukup satu kala nada tunggu, suara Bianca yang sedikit melengking itu memenuhi indera pendengaran Brandon. Terpaksa lelaki itu sedikit menjauhkan ponsel sambil meringis namun juga tertawa mengetahui tingkah kekasihnya.

Brandooon.. Kamu pasti jauhin posel kamu kan. Makanya nggak denger aku ngomong apa.

"Maaf sayang. Aku kaget lah, kamu angkat telepon langsung teriak gitu. Kenapa?"

Kamu abis ngapain, lama banget angkat teleponnya.

"Aku kan habis pulang pertandingan, barusan mandi. Terus sekarang lagi beresin pakaian kotor mau di laundry," terang Brandon membuat Bianca bernafas lega.

Sayang, kamu inget temen SMA kita si Farah nggak?

"Ya," jawab Brandon singkat.

Dua minggu lagi dia nikah.

Brandon tersenyum saat Bianca membahas soal pernikahan, bukannya tidak peka dengan apa yang diinginkan Bianca. Namun Brandon sendiri tahu bagaimana hati Bianca yang sejujurnya belum siap untuk menikah. Wanita itu hanya menginginkan pernikahan karena teman-temannya sudah menikah dan juga tidak ingin jauh darinya.

Bagi Brandon pernikahan itu bukan yang seperti itu, namun kesiapan mental dan juga finasial harus ada. Bukan sekedar keinginan. Lelaki itu sebenarnya sudah berpikir panjang tentang sebuah pernikahan, dia juga siap kapanpun Bianca siap.

"Sama si Juned itu?" ucap Brandon menyebutkan kekasih Farah semenjak SMA dan membuat Bianca tertawa.

Pasalnya nama pria itu Arjuna dan dipanggil Juna, namun teman-teman lelaki di SMA itu memiliki panggilan sayang yaitu Junaedi dan untuk menyingkatnya menjadi Juned. Lebih easy listening, begitu alasan yang digunakan Brandon dan teman-temannya.

Iya. Foto prewed mereka keren lho yang. Sederhana nggak terlalu mewah pakai gaun-gaun, tapi lebih santai.

"Bentar deh yang, kamu sejak kapan jadi doyan kepoin orang begini. Dulu kayaknya cuek banget," Brandon mengalihkan perhatian supaya Bianca tidak terus membahas pernikahan orang lain.

Buzzer Beater [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang