Pada saatnya, nanti...
Akan kau dapatkan jawaban atas pertanyaan
Akan kau temukan jalan untuk melangkah
Akan kau miliki apa yang dibutuhkan, lebih dari sekedar apa yang kau inginkan, karena Dia tau apa yang terbaik untukmu..."assalamualaikum..." Aira membuka pintu kamar kakaknya dengan pelan, ia tidak bermaksud membangunkan Alin yang mungkin sudah tertidur mengingat waktu sudah mendekati tengah malam. Inilah salah satu kebiasaan Aira ketika pulang, jam berapa pun ia sampai rumah, ia akan menyempatkan untuk memeriksa keadaan kakaknya, walaupun hasil yang ia dapatkan hanya akan membuatnya menangis dan bertanya 'apa salahnya?'. Aira tidak mengerti kenapa hingga saat ini Alin begitu membencinya. Semenjak perceraian orang tua mereka dan kematian Ayah mereka, Aira sudah tidak pernah tau kabar tentang Ibu mereka. Entah kini berada dimana, yang ia tau, Alin berubah semenjak Ayah mereka meninggal dunia.
Setelah memastikan Alin sudah benar-benar tertidur pulas, Aira kembali menutup pintu kamar kakaknya dengan pelan, sampai sebuah suara menghentikan langkahnya.
"pulang selarut ini?" suara Alin dari dalam kamar membuat Aira kembali membuka pintu kamar tersebut.
"maaf kak... Tadi aku ada praktikum dan menangani seorang pasien." Aira berjalan memasuki kamar Alin, "kakak belum tidur?"
Alin beranjak dari tempat tidurnya, menuju meja yang letaknya tidak jauh dari ranjangnya. Ia mengambil sebuah amplop lalu memberikannya pada Aira. "dari dia." ucap Alin, kemudian kembali ke tempat tidurnya, sambil berbaring ke samping dengan arah membelakangi Aira.
"dia, siapa, kak?" namun tidak sedikit pun Alin berbalik arah atau sekedar menengok apalagi menjawab pertanyaan Aira. Aira tersenyum pedih tiap kali mendapat perlakuan seperti itu dari kakaknya, kenapa kakaknya begitu membencinya? Kesalahan apa yang telah ia perbuat hingga hal seperti ini yang ia terima? "makasih, kak..." ucapnya lemah, lalu berjalan keluar dari kamar kakaknya.
Sesampainya di kamar Aira segera membuka isi amplop itu, ternyata ada secarik kertas didalamnya.
Assalamualaikum, Aira...
Apa kabar, sayang? Semoga kabar baik dan kebaikan selalu bersamamu. Ibu rindu padamu, nak...
Enam tahun sudah kita tidak berjumpa, rasanya hidup Ibu tidak lengkap tanpa kehadiran Aira dan Alin. Kakak jagain Aira dengan baik, kan? Kalian selalu akur kan, sayang? Jaga diri kalian baik-baik ya, walaupun Ibu tidak bersama kalian. Percayalah... Doa Ibu takkan pernah putus untuk kalian.
Aira...
Ibu tau, Alin melampiaskan semua kemarahannya hanya padamu. Ia marah pada Ibu, dan sekarang ia juga marah padamu... Andai boleh, Ibu ingin kembali bersama kalian, berkumpul menjadi keluarga yang harmonis seperti dulu. Namun keadaan belum mempertemukan kita kembali, nak.
Yang sabar ya sayang... Ibu yakin, kakakmu sebenarnya begitu menyayangimu, sama seperti Ibu, sama seperti dulu kasih sayangnya padamu, Aira.
Maafin Ibu atas semua yang kini terjadi, dan maafin Ibu juga yang belum bisa menemui kalian.
Ibu selalu sayang pada Aira dan Alin...Wassalamu'alaikum wr. wb.
Aira merengkuh surat dari Ibunya dengan erat, Aira sangat rindu pada Ibunya yang telah 6 tahun pergi dari kehidupannya. Tidak lama setelah kepergian Ibunya, Aira juga kehilangan Ayahnya karena sebuah kecelakaan. Kecelakaan yang telah merenggut nyawa Ayahnya. Sedangkan Ibunya, semenjak kepergian itu, tidak pernah sekali pun memberikan kabar, dan baru hari ini Aira menerima surat dari Ibunya.
Dimana sebenarnya Ibunya berada? Kenapa Ibunya pergi dan tak kunjung kembali? Sementara Aira benar-benar butuh kehadiran seorang ibu dalam hidupnya, apalagi sikap kakaknya yang hingga saat ini selalu memusuhinya, tanpa ia tau apa penyebabnya.
Malam ini, ia biarkan angin masuk dari celah jendelanya yang sedikit terbuka. Terpaan angin terasa menusuk relung hatinya, setelah sekian lama baru sekarang ia tau betapa dinginnya sapaan sang angin malam. Ia tertidur dengan surat yang berada dalam dekapannya.
_____
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Senyum Aira
General FictionSenyuman tulus itu tidak hanya terlihat indah dikala bahagia. Namun juga ketika duka menemaninya dan ia terima dengan sabar, lalu ia tersenyum. Menunjukkan pada dunia, bahwa ia mampu menghadapi semuanya...