"Ngapain kamu datang ke tempat ini lagi, Al? Bergabung dengan genk Ben lagi? Aku kira kamu sudah benar-benar berubah, Al. Tapi ternyata penilaianku salah terhadapmu. Kamu masih sama saja seperti dulu. Berandalan!" Marah Cindy. Melihat Ali bersama Beni ditempat dulu saat Ali masih tergabung dalam genk Beni. Awalnya Cindy tidak berniat untuk datang ke tempat itu, hanya kebetulan lewat, dan melihat Ali disana bersama Beni. Cindy menghampiri Ali, sedangkan Beni langsung pergi saat melihat Cindy.
"Nggak ada artinya aku berubah, Cindy! Semuanya percuma. Jadi untuk apa aku berubah. Aku jadi baik juga, rasanya sia-sia."
"Bisa-bisanya kamu berpikir begitu, Al! Kenapa? Karena Aira? Kamu kecewa, Aira menikah dengan orang lain? Tapi bukan begini caranya, Al! Kamu tau, Ben itu bukan orang baik, dan kamu malah mau kembali lagi dekat dengannya?"
"Kamu salah paham Cindy! Iya, aku memang kecewa, tapi aku kesini bukan untuk kembali dalam genk Ben, tapi..."
"Ini karena aku, Cindy." Tiba-tiba Sari datang, memotong ucapan Ali. "Ben membenci Al semua itu karena aku. Dan Al datang kesini untuk meyakinkan Ben bahwa aku dan Al sudah tidak ada hubungan apa-apa. Dengan begitu, Ben akan berhenti mengusik kehidupan Al."
"Jadi selama ini, kamu tau masalah Ben dan Al, semua itu karena kamu, Sari? Lalu kenapa kamu diam, seolah tidak perduli? Kamu jahat, Sari!"
"Aku tau, dan aku diam, karena aku tidak mau melepaskan Al hanya karena Ben. Tapi ternyata apa yang aku lakukan selama ini percuma, Al tidak bisa mencintaiku. Karena itulah kini, aku ingin membebaskan Al dari segala sangkut pautnya denganku dan Ben. Karena aku sadar, hanya Ben yang paling dalam mencintaiku. Dan aku mau memberi kesempatan untuk Ben." Setelah menjelaskan semuanya, Sari memilih pergi meninggalkan Ali dan Cindy.
"Sudah dengar kan?" Tanya Ali.
"Maaf, Al. Aku nggak tau, kalau ternyata..."
"Makanya lain kali jangan asal menilai orang. Aku memang bukan orang yang baik, tapi bukan berarti aku selalu buruk, Cindy."
"Habisnya kamu juga tadi bilang, percuma berubah, rasanya sia-sia. Bukannya menjelaskan, kamu malah membuat aku makin yakin kalau kamu balik lagi bergabung dengan Ben."
"Itu juga karena aku tau, menjelaskan seperti apapun, jika seseorang sudah beranggapan aku nggak baik, maka selama itu pula aku akan selalu terlihat buruk. Benar kan, Cindy?"
"Bukan begitu, Al... Sekali lagi, aku minta maaf. Sungguh aku nggak bermaksud menganggap kamu buruk atau gimana, aku hanya tidak mau melihat kamu yang sudah berubah menjadi lebih baik, malah kembali lagi bergaul dengan lingkungan yang tidak baik, Al. Aku tau kamu kecewa, mungkin juga rasa kecewa yang kita rasakan itu sama, tapi bukan berarti kita harus kembali ke masa lalu yang kelam. Mereka yang menjadi alasan kita berubah, namun saat mereka pergi, bukan berarti kita kembali seperti dulu kan, Al. Mengikhlaskan itu berat, aku tau itu, Al. Karena aku pun merasakan hal yang sama denganmu. Kamu tidak sendiri, Al." Nasehat Cindy.
"Baru kali ini aku mendengar nasehat bijak darimu, Dy. Belajar dari mana? Aira?"
"Iya. Memang aku banyak belajar dari Aira, Al. Wanita baik yang memang pantas dicintai banyak orang. Aku belajar darinya, dan aku iri akan semua kebaikannya. Kadang aku berpikir, bisakah aku sebaik dia?"
"In shaa Allah, bisa, kalau kamu mau berusaha, belajar terus untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya."
"Terimakasih, Al. Nasehatmu itu, berlaku untuk kamu juga."
Lalu mereka saling diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.
"Al,"
"Cin," panggil mereka berbarengan.
"Kamu duluan." Ali mempersilahkan."Saat Aira menikah nanti, kamu datang kan, Al? Rasanya aku berat kalau pergi sendiri, Al."
"Ya sudah, nggak usah datang, Cin. Jangan memaksakan kehendak, jika hati enggan untuk beranjak."
"Al, tidak semua hal bisa kita hindari. Karena menghindar bukanlah jalan keluar terbaik. Hadapi kenyataan yang ada, Al."
"Hadapi kenyataan yang ada? Tapi bukan ngajakin orang lain juga kali, Cin!" Sindir Ali.
"Ya kan, biar nggak sendirian, Al." Cindy tertawa kecil, "ayo sih, Al."
"Ayo kemana?" Tanya Ali, pura-pura tidak mengerti.
"Nanti kita datangnya barengan." Ajak Cindy, masih berusaha membujuk.
"Nggak janji, ya, Cin."
"Ihh Al mah gitu."
"Pulang, yuk!"
"Nggak mau, kalau kamu belum bilang iya!"
"Ya sudah, iya."
"Iya apa?"
"Kamu kan cuma nyuruh aku bilang iya, ya iya doang, kan?"
"Aliiiiii!" Teriak Cindy
"Berisik, Cindy!"
"Biarin!"
"Jadi mau pulang apa mau tetap di tempat ini? Hati-hati loh, Cin, tempatnya agak angker." Ali menakut-nakuti.
"Yang bener, Al?" Cindy sudah mulai ketakutan. Matanya langsung meneliti sekitaran tempat itu, gedung tua yang entah sudah berapa ratus tahun tidak berpenghuni, sampai hanya tinggal bagian depannya saja yang masih berdiri tegak.
"Gimana?"
"Aku ikut." Akhirnya Cindy menuruti ajakan Ali untuk pulang.
Jarak dan waktu bukanlah pembatas sebuah rasa, namun keadaan dan kenyataanlah yang mampu membuatnya berakhir tanpa kata...
*23052018*
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Senyum Aira
General FictionSenyuman tulus itu tidak hanya terlihat indah dikala bahagia. Namun juga ketika duka menemaninya dan ia terima dengan sabar, lalu ia tersenyum. Menunjukkan pada dunia, bahwa ia mampu menghadapi semuanya...