Empat

311 16 0
                                    

Aira memandang jauh ke depan memperhatikan dua orang temannya yang sedang berlari kejar-kejaran. Biasanya ia yang bermain kejar-kejaran dengan Ali temannya yang saat ini ia perhatikan. Namun sejak Aira tau bahwa Dhini menyukai Ali, Aira sedikit menjauh dan memberi ruang untuk mereka bermain bersama, karena Dhini termasuk salah satu sahabatnya. Dan Aira begitu peka terhadap perasaan orang lain, termasuk ketika melihat perubahan raut wajah Dhini saat ia sedang bermain dengan Ali.

Nila datang mengagetkan Aira yang pandangannya masih tertuju pada dua orang temannya itu, "Ra... Bilangin Ali gih suruh adzan, sudah waktunya ashar nih!" Aira tersentak kaget, kemudian menatap Nila.

"kamu saja yang bilang, La! Aku mau ambil air wudhu dulu." jawab Aira hendak pergi.

"kamu kan tau Ali gak percaya kalau aku atau orang lain yang nyuruh dia adzan, kata dia kita semua suka bohong gak kayak kamu yang selalu jujur dan gak suka iseng buat ngerjain dia. Kalau kamu yang nyuruh, pasti Ali langsung nurut, dia kan suka sama kamu, Ra..."

"apaan sih Nila, kita tuh masih kecil gak boleh suka-sukaan!" sungut Aira kesal.

"terus kalau sudah besar baru boleh gitu, Ra?" Nila sengaja memancing kekesalan Aira semakin dalam.

"iiihhhh, Nila kamu tuh yaa!" Aira berjalan meninggalkan Nila, namun dengan cepat Nila menahan lengan tangan Aira.

"ayolah Ra... Panggilin Ali dulu!"

Mau tidak mau akhirnya Aira memanggil Ali yang masih kejar-kejaran dengan Dhini, lebih tepatnya Dhini yang selalu mengejar Ali, Aira dapat melihat kekesalan Ali karena di ganggu oleh Dhini, berbeda dengan ketika ia yang bermain dengan Ali, malah Ali yang lebih sering mengejarnya.

"Ali!" merasa namanya di panggil, Ali segera menoleh dan mendapati Aira berjalan kearahnya, sedangkan Dhini perlahan ikut menghentikan larinya.

"iya, Ra... Kenapa?" tanya Ali.

"sudah waktunya ashar, kamu yang adzan ya."

"oke Aira..." dengan cepat Ali berjalan ke masjid untuk mengumandangkan adzan.

Disini mereka menimba ilmu agama, di madrasah diniyah awaliyah. Sepulang dari sekolah dasar, siangnya mereka sekolah agama. Jarak rumah mereka yang tidak terlalu jauh membuat mereka selalu bersama ketika menimba ilmu. Begitupun saat petang, mereka akan mengaji di mushala yang sama. Itulah yang membuat mereka dekat.
Ali memang selalu memperlakukan Aira dengan berbeda, tidak seperti sikapnya pada teman-teman yang lain, karena itu pula teman-teman mereka selalu dengan sengaja menjodoh-jodohkan mereka berdua.

Aira yang sopan dan apa adanya selalu membuat Ali kagum pada sosoknya. Dan Aira yang memang selalu baik pada siapapun, ia tidak pernah membeda-bedakan teman, tapi Ali memang berbeda baginya. Apalagi suara Ali ketika mengumandangkan adzan, menurut Aira, mampu menggetarkan hati. Mungkin karena Ali begitu menghayati dan mengumandangkannya tulus dari hati, hingga terasa sampai ke hati yang mendengarnya.

Seusai shalat ashar berjamaah, Aira bersama teman-temannya pulang dengan mengendarai sepeda. Aira melihat Ali hanya berjalan kaki, sepertinya sepedanya sedang rusak, hingga ia tidak memakainya. Ingin sekali Aira menawari Ali untuk ikut menumpang di sepedanya yang memang ada boncengannya, tapi ia tidak berani untuk sekedar menawarkan tumpangan untuk Ali.

"Ali, kamu jalan kaki saja? Ayo mau ikut gak?" itu bukan suara Aira, tapi itu tawaran yang di berikan oleh Dhini yang berhenti di samping Ali. Aira dan Nila pun ikut berhenti dibelakang mereka.

Ali menatap Dhini sejenak, kemudian beralih memandang Aira yang tersenyum kaku kearah Ali. Aira bingung harus bicara apa, ia ingin menawarkan bantuan, tapi sudah didahului oleh Dhini, akhirnya Aira hanya terdiam. "makasih, Dhin... Biar aku jalan saja, itung-itung olahraga, hehe."

"ohh, ya sudah, kita duluan ya Ali..." ucap Dhini, mulai mengayuhkan sepedanya.

Sedangkan Nila yang melihat keanehan pada kedua sahabatnya itu memilih diam, nanti ia akan bicarakan dengan keduanya saat mereka sedang sendiri-sendiri. Sedikit banyaknya Nila tau perasaan Aira dan Dhini dari sikap mereka, tapi ia tidak mau mengambil kesimpulan sendiri.
_____

Setiap kali mendengar kumandang suara adzan, Aira sering teringat dengan Ali, temannya yang dulu selalu memperhatikan Aira dan memberikan perhatian lebih padanya. Tapi kini Ali sudah banyak berubah, karena pergaulan di sekolahnya yang memang jauh dari orangtuanya, telah menjadikan Ali tidak lagi seperti Ali yang Aira kenal. Apalagi kini mereka juga jarang bertemu, kabarnya saja Aira tidak tau, karena mereka memang tidak pernah berkomunikasi.

Daun-daun kering berjatuhan diterpa angin liar, membawanya ke tempat yang jauh nan asing, terbang tanpa arah dan tujuan yang jelas...
Ia tak mengerti arti hidupnya, ia tak mengerti jalan tujuannya, ia tak mengerti tempat terbaik untuk kembali...
Karena daun itu telah mati, termakan oleh waktu, dan perjuangannya telah berakhir bersama angin yang kini tiada bersahabat dengannya...

"Ra..." Aira tersentak kaget mendengar ada yang memanggilnya, "shalat dulu yuk?" ajak Dela, temannya yang satu jurusan.

Aira segera menutup buku catatan kecilnya, lalu memasukkannya kedalam tas. "ayuk..." jawab Aira dengan semangat... Ingatannya kembali ke masa kecil itu lagi, masa yang kini sering ia rindukan, Aira rindu mendengar suara adzan yang biasa di kumandangkan oleh Ali. Tapi kini, tidak pernah lagi ia dengar, sekalipun Ali sedang berada di dirumahnya, yaitu saat libur panjang tiba.

Sesampainya di mushala kampus, Aira terkejut melihat Nurma berdiri di samping pintu masuk mushala dan menyambutnya dengan senyuman riang kearah Aira.
"assalamualaikum, mbak Aira..." sapanya ramah, berbeda dengan kemarin malam ketika Aira berjumpa pertama kali dengan gadis itu.

"Wa'alaikumsalam, Nurma... Kamu kok ada disini?"

"iya mbak, aku sengaja datang ke kampus mbak karena ingin bertemu denganmu, mbak... Makasih ya mbak, atas semuanya..."

"mbak gak berbuat apa-apa, Nurma... Kamu bisa bangkit karena dirimu sendiri. Kalau kamu gak ada niat untuk kembali bangkit, berapa banyak pun orang yang menasihatimu, maka percuma saja, karena kamu hanya akan tetap seperti sebelumnya. Jadi... Jangan makasih sama mbak. Tapi sama Allah yang telah membuka pintu hatimu untuk bangkit dan tersenyum lagi."

"mbak..." Nurma sampai menitikan air mata, lalu memeluk Aira. Ia benar-benar merasa bersyukur dipertemukan dengan orang seperti Aira.

Dela terharu melihat Aira yang sudah berhasil menangani beberapa kasus kejiwaan, ia tau sahabatnya itu memang begitu peka pada orang-orang disekitarnya dan Aira memang pantas di sayangi. Orang yang baru mengenal Aira akan begitu mudah untuk menyayanginya, seperti juga dirinya saat pertama kali berkenalan dengan Aira di masa ospek dulu. Dari perkenalan pertama itu, setiap hari mereka semakin dekat dan terus dekat hingga saat ini.

Setiap persahabatan pasti ada kalanya saling berdebat atau berbeda pendapat, namun dengan adanya yang mengalah dan memberikan solusi dengan menggabungkan dua pendapat tersebut, hingga berakhir dengan penyelesaian terbaik. Dan Aira lah yang menjadi penengah itu.

"Dela... Kamu gak ikut shalat?" tanya Aira dari dalam mushala dan sudah mengenakan mukenahnya. Entah sudah berapa lama Dela terdiam melamun tentang Aira, sampai ia tidak sadar di tinggal masuk oleh Aira dan Nurma.

"eh iya Ra... Astagfirullah, kamu kenapa baru bilang!" jawab Dela, setelah tersadar.

"dari tadi aku ngajak kamu wudhu, aku kira kamu dengar terus ngikutin aku, ga taunya masih ngelamun... Emang ngelamunin apa sih, De?"

"kamu... Eh maksudku, ngelamun ngelihatin kamu sama Nurma tadi."

"Dela, ih kamu seram deh." Aira bergidik geli sampai membuat Dela malu karena kelakuan Aira. Menurutnya Aira salah tanggap, padahal Aira memang sedang mencandainya. "sana ambil air wudhu dulu gih."

Tanpa permisi, Dela berlari meninggalkan Aira yang malah tersenyum sendiri.

Apa kamu tau apa yang paling indah dari sebuah persahabatan?

Menurutku, yaitu saat suka menghampiri yang satu, maka yang lainnya akan turut tersenyum, meski hatinya sedang menangis. Saat duka menghampiri yang satu, maka yang lainnya akan turut bersedih, lalu membagi sedikit bahagianya dengan cara menghiburnya lewat tindakan kecil namun berarti sangat besar bagi sahabatnya, yaitu bertahan untuk tetap menemaninya, bukan pergi meninggalkannya.

Seindah Senyum Aira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang