Tidak semua yang gelap itu menakutkan, karena cahaya hanya akan terlihat dikala gelap...
Arya berjalan seorang diri tanpa tujuan yang jelas. Ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Sejak siang tadi hingga saat ini, ketika mentari mulai tenggelam di ufuk barat. Kini ia duduk disebuah bangku sambil menatap kearah senja sore yang indah, namun tidak dengan perasaannya yang sulit untuk ia mengerti. Arya merasa kehilangan, tapi tidak tau apa yang hilang. Ia merasa sakit hati, tapi entah apa yang melukai hatinya. Ia merasa hilang harapan, tapi harapan apa yang pergi itu ia pun tidak tau.
Segerombolan anak-anak berlarian di tepi pantai, saling mengejar satu sama lain dengan riang gembira. Hal itu tidak luput dari pandangan Arya, ia tertarik untuk memperhatikan mereka. Sampai salah satu dari keempat anak itu terjatuh, tiga anak perempuan dan seorang anak laki-laki. Sedangkan yang terjatuh adalah seorang anak perempuan yang terlihat lebih kecil dari ketiga anak lainnya. Kedua anak perempuan lainnya membantunya untuk bangun, namun ia menolak dibantu oleh temannya. Sedangkan seorang anak laki-laki yang tadinya bersama mereka kini berlari menjauh, entah pergi kemana.
Arya berjalan mendekati mereka, ia berusaha membantu gadis kecil itu untuk berdiri, dan anehnya gadis kecil itu langsung menerima bantuan dari Arya. Arya menggendongnya ke tempat duduknya yang semula. Ia membersihkan debu yang menempel pada baju gadis kecil itu."terimakasih ya kakak... Udah ganteng, baik pula." ucap gadis kecil itu, "namaku Alya, nama kakak siapa?" tambahnya dengan senyum merekah.
"uhh, dasar Alya, masih kecil udah centil, gimana besarnya nanti!" celoteh salah satu teman Alya.
"iya ih, tadi kita bantuin nggak mau, saat orang lain yang bantuin langsung deh banyak ulah.. Udah kak, nggak usah dibantuin, Alya nggak apa-apa kok." tambah teman lainnya.
"iya kak, dia suka begitu. Aku bilangin kak Ali, loh."
"kalian kenapa sih? Aku kan cuma ngucapin terimakasih ke kakak ganteng ini, kok kalian yang repot, pada protes segala. Dia kan udah baik bantuin aku." Alya membela diri.
"udah, udah kenapa pada ribut sih?" sela Arya menghentikan perdebatan mereka, "nama kakak Arya. Nah, kalau adik-adik namanya siapa?" Arya menunjuk kearah dua gadis kecil lainnya sambil tersenyum ramah pada mereka.
"aku Tina, kak..."
"aku Tini, kak, kami..."
"mereka berdua kembar, kak Arya." jelas Alya, yang tidak mau diam.
"yang ditanya siapa, kamu yang jawab." kesal Tini pada Alya.
"udah... Kok malah mulai lagi?" Arya mempersilahkan kedua gadis kecil itu untuk duduk bersama Alya yang sudah lebih dulu duduk. Ia memilih berdiri karena memang tempat duduknya tidak cukup untuk mereka berempat. "kalian tinggal dimana? Kakak anterin kalian pulang ya, udah sore."
"asyik!" teriak Alya. Yang langsung mendapat pelototan tajam dari teman lainnya.
"maaf kak Arya, sebentar lagi juga kami ada yang jemput." ucap Tina, menjelaskan.
Tidak lama setelahnya, ada dua orang laki-laki berjalan ke tempat mereka, dua orang yang tentunya tidak Arya kenal. "itu mereka datang," ucap Tini. Sebenarnya Arya tidak bisa membedakan yang mana Tina dan yang mana Tini, karena wajah mereka benar-benar mirip. Namun karena penampilan mereka yang sedikit berbeda, itulah yang membuat Arya bisa membedakan mereka berdua. Tina dengan rambut yang ia biarkan terurai panjang, sedangkan Tini memilih mengikat rambutnya menjadi dua bagian dengan pita bunga disetiap ikatannya. Tapi jika nanti mereka bertemu lagi, tentu Arya takkan mampu membedakan keduanya.
"kak Ali!" teriak Tini sambil menyambut kedatangan dua laki-laki itu, lalu mengadu, "tadi Alya jatuh, terus aku sama Tina bermaksud membantunya bangun, tapi dia nggak mau, kak. Eh pas ada kak Arya datang dan mau membantunya, Alya langsung mau dibantu oleh kak Arya." cerita Tina menggebu-gebu.
"iya kak, aku juga tadi mau bantuin, tapi Alya nggak mau, kak." kini Tini ikut mengadu.
"Alya, coba kakak lihat, ada yang luka nggak? Mana yang sakit?" tanya Ali sambil mengecek tangan dan kaki Alya, karena khawatir adiknya kenapa-napa.
"aku nggak apa-apa kok, kak. Ini ada kak Arya yang bantuin aku. Kakak harus berterimakasih padanya! Karena ada kak Arya, jadi adik kesayangan kakak yang paling cantik ini nggak kenapa-napa." puji Alya tentang Arya, yang diakhiri dengan memuji dirinya sendiri.
Ali mengalihkan pandangannya dari Alya ke Arya, ia tersenyum ramah pada Arya yang dibalas senyum pula." terimakasih ya sudah membantu adik saya."
"iya, sama-sama... Kebetulan saja saya lagi melihat mereka begitu senang bermain, mengingatkan saya tentang masa kecil." balas Arya. "ya sudah, saya pamit pulang duluan ya... Adik-adik, sekarang kan kakak kalian sudah datang, kak Arya pamit ya. Semoga kapan-kapan kita bisa bertemu lagi."
"harus itu kak! Pokoknya kita harus ketemu lagi!" Alya begitu berharap. Yang hanya dibalas senyuman oleh Arya.
Setelah berpamitan, Arya memakai jaket yang biasa ia bawa kemana-mana, tidak lupa pula memakai topi kesayangannya. Semua itu tidak lepas dari pengamatan Alya yang ternyata mengingat sesuatu tentang jaket dan topi milik Arya.
"kak Arya, tunggu!" teriak Alya, saat melihat Arya mulai berjalan menjauh. "kakak tuh... Emm," Alya mengingat-ingat dimana ia pernah melihatnya. "oh iya, kakak yang sering berangkat bareng kak Aira kan? Iya, aku ingat kak. Aku pernah beberapa kali melihat kakak bareng kak Aira. Kakak satu kampus dengannya? Atau... Kakak pacar kak Aira ya?"
"hust! Kalau ngomong dijaga, Alya! Masih kecil ngomong pacar-pacaran segala!" tegur Tina.
"Aira? Kamu kenal Aira?" tanya Arya, bingung. Perasaan dia belum pernah bertemu dengan Alya dan yang lainnya, menurutnya ini adalah pertemuan pertama mereka.
"ya kenal lah kak, kak Aira kan dulu teman sekolahnya kak Ali. Rumahku juga nggak jauh-jauh amat dari rumah kak Aira."
"oh begitu ya?" sekilas Arya memandang kearah Ali, ia ingat nama Ali yang beberapa hari ini sering ia dengar dari perbincangan Aira dan Dela. "iya Alya, aku satu kampus dengan Aira, makanya kami sering berangkat bareng."
"kalau begitu, gimana kalau kita pulang bareng saja. Sebentar lagi mau maghrib." ajak Ali.
"nggak usah, aku mau jalan saja, nanti bisa maghriban dijalan, ada masjid, ada mushalah juga." Arya menolaknya.
"enak juga bareng kak, kita kan satu arah pulangnya." bujuk Alya.
"Alya, jangan suka maksa-maksa orang." tegur Ali.
"iya kak, maaf... Ya udah deh, nggak apa-apa. Tapi kak Arya harus janji kita nanti ketemu lagi ya?" dan Arya menjawab dengan senyuman sambil menganggukkan kepala.
"kak Aira cantik, pantas berpasangan dengan kak Arya, iya kan kak?" samar-samar, Arya masih bisa mendengar ucapan Alya, saat kakinya sudah melangkah menjauh dari mereka. Namun ia memilih untuk tidak menengok ataupun kembali, meski ia mendengar namanya disebut oleh Alya.Tanpa Arya ketahui, ada seseorang disana yang bungkam tanpa mampu berkata apa-apa. Mendengar nama Aira, adalah hal yang mampu membuat semua kata menjadi terkunci, hingga ia kehilangan ucapan untuk disampaikan.
______Menjelang shalat isya, Arya baru sampai di komplek perumahannya. Sebelum sampai ke rumahnya, ia melewati rumah Aira terlebih dahulu. Dapat ia lihat, lampu rumah Aira tidak seterang biasanya. Entah mengapa, ada rasa khawatir yang menyelinap dalam hati Arya. Ia hendak menuju rumah Aira, namun ketika sampai halaman rumah itu, ia mengurungkan niatnya. Setelah ia berbalik untuk pulang, ia mendengar suara pintu terbuka, dan membuat Arya melihat kembali ke rumah Aira. Ternyata bukan suara pintu terbuka, tapi suara jendela yang terbuka, menampilkan si pemiliknya. Arya melihat Aira duduk dibalik jendela itu, wajahnya tidak secerah biasanya, Aira terlihat murung dan tanpa semangat. Arya diam mematung ditempatnya, tidak berani mendekat, pula tidak berani beranjak. Ingin rasanya ia hapuskan setiap kesedihan yang Aira rasakan, agar ia bisa selalu melihat senyuman diwajah Aira.
Seketika suara panggilan dihpnya berbunyi, dan menampilkan nama ibunya."assalamualaikum, Bu." salam Arya
"wa'alaikumsalam. Arya, ke rumah sakit sekarang, Ayah sakit..." setelahnya hanya suara tangisan ibunya yang Arya dengar. Dengan tergesa, Arya segera pergi menuju rumah sakit dimana orangtuanya berada.
Jangan biarkan ujian membuatmu menyerah, karena ia datang dengan membawa hikmah dibaliknya... Sabarlah... Kuatlah... Dan tersenyumlah...
#13122017
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Senyum Aira
General FictionSenyuman tulus itu tidak hanya terlihat indah dikala bahagia. Namun juga ketika duka menemaninya dan ia terima dengan sabar, lalu ia tersenyum. Menunjukkan pada dunia, bahwa ia mampu menghadapi semuanya...