Lima Belas

113 11 13
                                    

Satu tahun sudah Arya menjalani kehidupan baru bersama orangtuanya, di sebuah desa yang jauh dari keramaian. Ayahnya memang belum sembuh total, masih dalam masa terapi penyembuhan. Kesehariannya di sibukkan dengan kegiatan kuliah, sedangkan di hari lain ia mengajar di salah satu Sekolah Menengah Pertama. Semua waktunya ia habiskan untuk menimba ilmu sambil membantu orangtuanya, semampu yang ia bisa. Untuk menempuh perjalanan menuju ke kampus ataupun sekolah tempatnya mengajar, Arya hanya menggunakan motor tua yang selama setahun ini menjadi sahabatnya. Motornya yang dulu telah ia jual karena kebutuhan perekonomian keluarganya yang benar-benar menurun drastis saat itu.

Pagi ini Arya mendapatkan pekerjaan baru, ada tiga orang muridnya yang meminta les privat padanya, karena nilai ujian mereka yang selalu menurun dibandingkan dengan teman-teman lainnya. Arya berniat akan mempersiapkan buku-buku pelajaran tambahan untuk mereka yang akan ia ajar. Namun buku-buku yang dibutuhkannya hanya bisa ia dapatkan di kota, tempat yang pernah ia tinggali sebelumnya. Karena memang disana semua jenis buku tersedia, dan memang hanya toko buku itu yang Arya tau paling lengkap. Mau tidak mau, akhirnya Arya memutuskan untuk pergi ke kota, mencari buku-buku yang ia butuhkan.

Kembali ke kota, membuatnya mengingat semua orang yang pernah dekat dengannya, teman-temannya, tetangganya, dan tentu Aira termasuk didalamnya. Teringat tentang Aira, memang beberapa bulan terakhir mereka tidak saling berkomunikasi, walau sekedar bertanya kabar. Kabar terakhir yang ia tau, ponsel Aira hilang dan Aira mengganti nomor teleponnya, itu pun Arya tau dari Dela. Namun sejak ia mendapatkan nomor Aira yang baru, Arya belum sempat menghubunginya, salah satu alasannya karena waktunya yang begitu padat. Belajar, mengajar, dan membantu orangtuanya, semua tugas itu ia jalani dengan ikhlas, tanpa mengeluh akan lelah dan letih. Sampai Ibunya sering bertanya, apakah dia lelah atau tidak menjalani kehidupannya. Namun Arya selalu memenangkan Ibunya, dengan berkata bahwa dirinya baik-baik saja dan senang dengan semua kegiatan yang ia jalani, karena ia ingin melihat kedua orangtuanya bahagia. Dan hanya bakti yang mampu ia berikan pada keduanya.

Namun bukan berarti orangtuanya tidak tau kelelahan yang Arya rasakan. Tentu mereka tau, karena mereka melihat seperti apa kesibukkan anaknya. Tapi mereka tidak mampu berbuat banyak, selain bersyukur pada Allah yang telah memberikan anak seperti Arya, begitu berbakti pada mereka, juga baik pada sesama. Mereka hanya mampu berdoa, semoga Allah memberikan jalan terbaik pada anaknya di setiap niat baik yang sedang dijalani anaknya.

"Bu, Arya pergi ke kota dulu ya." Pamit Arya pada Ibunya.

"Jadi mau nyari bukunya di kota? Apa kamu nggak capek, nak?"

"In shaa Allah, aku baik-baik saja, Bu... Nanti kalau Ayah bangun, tolong sampaikan ke Ayah ya, Bu."

"Kamu mau sekalian ketemu sama Aira?"

"Nggak tau, Bu..."

"Kenapa nggak tau, nak? Apa kamu nggak rindu sama teman-temanmu?"

"Ya sudah, Bu.. Arya berangkat sekarang ya, assalamualaikum." Arya bukan bermaksud tidak sopan dengan tidak menjawab pertanyaan Ibunya. Namun ia sendiri juga tidak tau harus menjawab apa. Jika ditanya tentang rindu, tentu ia rindu. Tapi ia bisa apa, jika ia jujur, ia pasti akan membuat Ibunya merasa bersalah akan keadaan yang terjadi pada mereka. Karena itu pula, Arya lebih memilih untuk tidak menjawab setiap Ibunya bertanya tentang perasaan Arya.

"Wa'alaikumsalam... Nanti kalau ketemu sama Aira, sampaikan salam Ibu untuknya ya, nak. Dia anak baik, cantik juga. Menurutmu gimana?" Goda Ibunya. Ia tidak buta, melihat seperti apa binar bahagia dimata anaknya setiap kali melihat Aira. Ia tau, dalam diamnya, Arya memiliki kekaguman tersendiri pada Aira. Dan hanya Aira juga satu-satunya teman perempuan Arya yang ia kenal.

Lagi-lagi Arya enggan menjawab ucapan Ibunya, ia memilih mencium tangan Ibunya, kemudian berpamitan pergi.

Perjalanan yang cukup jauh telah Arya tempuh menggunakan motor tuanya. Kini ia telah sampai di tempat yang dituju. Toko buku besar, yang letaknya berada didalam supermarket. Arya langsung mencari buku apa saja yang sekiranya akan ia butuhkan untuk mengajar les tambahan pada anak-anak muridnya, namun ia juga harus melihat keuangan yang dimilikinya. Tidak mungkin ia mampu membeli semua yang ia butuhkan, jika uang yang ia punya tidak cukup untuk membayarnya. Saat seperti ini, kadang membuatnya lelah dan ingin menyerah. Kenapa untuk sebuah kebaikan pun, jalannya harus sulit begini? Ia hanya ingin membantu orangtuanya, membantu murid-muridnya, namun begitu banyak kesulitan yang harus ia hadapi. Untuk membeli buku-buku perlengkapan yang ia butuhkan saja, ia harus menimbang-nimbang buku mana yang lebih diperlukan, dan mana yang belum bisa ia dapatkan, karena terkendala masalah keuangan.
Astaghfirullah... Arya beristighfar dalam hati. Ia menyayangkan kenapa dirinya masih saja mengeluh? Tidak seharusnya dia begini. Arya tanamkan dalam hatinya, semua orang bisa melakukan apapun selama ia percaya dan mau berusaha, namun juga tidak lepas dari doa. Begini saja seharusnya ia bisa bersyukur masih diberi kesempatan untuk membeli beberapa buku yang ia perlukan. Buku-buku lainnya, in shaa Allah akan ia dapatkan dikemudian hari.

Saat akan berjalan menuju kasir untuk membayar buku-bukunya, tiba-tiba ada yang memanggilnya.

"Arya!" Panggil seseorang itu, yang membuat Arya segera mencari sumber suaranya. Setelah tau siapa yang memanggilnya, Arya tersenyum menyambut salah satu sahabatnya itu. "Kamu apa kabar, Ya?"

"Alhamdulillah baik, Dela. Kamu sendiri apa kabar?" Tanya balik Arya.

"Alhamdulillah aku juga baik, sangat baik malah." Jawab Dela dengan senyum bahagianya.

"Alhamdulillah kalau gitu. Sepertinya kabarmu memang benar-benar baik ya, De. Ada apa nih? Hayoo!" Selidik Arya.

"Arya! Kamu tau saja sih... Iya, aku bahagia banget, Ya. In shaa Allah, tahun depan aku nikah. Minta doanya ya, Arya."

"Alhamdulillah... Sama siapa, De? Yang dulu pernah kamu ceritain bukan?" Arya ingat dulu Dela sering bercerita tentang sosok seseorang itu, yang tak lain adalah Raffa.

"Bukan dia, Ya. Tapi calon ini adalah seseorang yang dijodohkan oleh orangtua kami. Sekarang kami masih dalam masa pengenalan dulu, biar makin yakin saja gitu." Jelas Dela, dengan senyuman yang tidak hilang dari wajahnya. Dan Arya tau, Dela benar-benar sedang bahagia.

"Bulan depan, kamu datang ya ke rumah Aira."

"Aira?" Pikiran Arya sudah mulai menduga-duga.

"Iya, kamu juga harus datang dong di hari bahagianya. Apa Aira belum cerita?"

"Belum... Memang ada acara apa, De?"

"Acara resepsi pernikahan..." Ucapan Dela terpotong, karena tiba-tiba ponselnya berbunyi, dan ia mengangkat telepon terlebih dahulu. Setelah selesai mengangkat telepon, Dela berpamitan pada Arya untuk segera pulang. "Ingat ya, bulan depan pokoknya kamu harus datang ya!"

Arya hanya membalasnya dengan senyuman, ia bahkan tidak tau kenapa lidahnya mendadak kelu, hatinya mendadak sakit. Dipikirannya saat ini adalah mampukah ia datang dihari bahagia Aira, sahabatnya yang ia sayangi lebih dari sebatas sahabat. Yang namanya sering ia sebut dalam doa-doa panjang yang ia panjatkan. Wanita yang mampu membuatnya bahagia, walau hanya sekedar melihat kehadirannya. Yang mampu membuatnya berusaha tegar hingga saat ini, lewat nasehat yang pernah Aira sampaikan padanya. Yang mampu membuatnya berjuang untuk mencapai tujuan yang ia cita-citakan. Namun kini, bisakah ia ikhlas menerima kenyataan bahwa Aira akan menjalani kehidupan baru bersama orang lain? Bukankah mengikhlaskan adalah bukti bahwa seseorang benar-benar mencintai karena Allah? Jika ia belum mampu menghalalkan, jangan salahkan orang lain yang akan lebih dulu menghalalkannya... Benarkah seperti itu? Apa berita yang ia dengar saat ini adalah benar? Bulan depan. Hari bahagia. Dirumah Aira.

Ikhlaskah hati bila harus melepaskan, padahal sebelumnya memang tidak memiliki?
Hanya menggenggam dan menjaganya lewat doa, namun mengapa berat yang terasa, saat keikhlasan menguji hati untuk lebih tabah...

*16042018*

Seindah Senyum Aira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang