"setelah Arya pergi jauh, aku lihat makin hari kamu makin dekat ya Ra, sama Ali. Aku hanya mau mengingatkan sebagai sahabat, hati-hati dengan hatimu, Aira, jangan sampai kamu menjadi korbannya juga."
"Dela, kamu ngomong apa sih? Arya dan Ali itu sama-sama teman kita, jadi jangan mikir aneh-aneh deh!"
"Aira, aku nggak tau pertemanan seperti apa yang kamu jalani dengan keduanya. Yang aku tau, seperti apa perasaan Arya padamu, dan selama ini dia telah banyak berjuang untuk sekedar dekat denganmu. Lalu sekarang, setelah Arya pergi, kamu begitu mudahnya berpaling."
"Aku sama Ali nggak ada apa-apa, Dela. Jadi jangan menduga-duga dan menilai tanpa tau kebenarannya. Aku kadang ke rumah Bunda juga karena ingin memberikan sedikit terapi padanya, kamu kan tau sendiri Bunda menganggap Ali itu adalah anaknya yang telah meninggal, De. Apa salah aku membantunya? Itu juga sebagian dari pekerjaanku, Dela."
"terserah kamu lah, aku hanya ingin mengingatkan saja sebagai sahabat." Dela hendak beranjak, namun ia teringat sesuatu, "oh iya, Arya masih sering ngasih kabar nggak ke kamu? Kemarin dia telepon dan nanyain kabar kamu. Apa kalian sudah tidak saling komunikasi, Ra?"
"Astaghfirullah... Aku lupa, De.. aku kan sebulan yang lalu ganti kartu gara-gara ponselku hilang itu..."
"sudah... Tenang saja, aku sudah ngasih tau Arya kok, Ra. Aku tau kamu lupa, karena terlalu sibuk dengan Ali dan Bundanya itu."
"Dela, bukan begitu.... Tapi, terimakasih ya..."
"tapi sebagai gantinya, kamu harus bantuin aku!"
"nolong kok nggak ikhlas gitu." Gerutu Aira, setelah tau bantuan apa yang diminta oleh Dela.
________"nanti pokoknya kamu harus mengaku sebagai aku ya di depan dia. Dan mengenalkan aku sebagai kamu. Ingat ya, Ra!"
"kenapa sih harus kayak gitu, De? Kalau kamu nggak mau dijodohkan, ya jelasin dengan baik ke orangtua kamu, bukan malah berpura-pura mau, tapi malah menghindar."
"Aira, kamu kan tau orangtuaku seperti apa. Aku jelasin juga percuma. Mereka malah nyuruh aku bawa calon pilihanku ke rumah. Terus aku bawa siapa, Ra?"
"Raffa. Kamu kan bisa bawa dia, Dela."
"emang dia mau?" Tanya Dela dengan semangat.
"mungkin." Jawab Aira, santai.
"Aira... Kamu ngeselin tau nggak." Dela mencubit pelan lengan Aira, sampai Aira mengaduh kesakitan. "itu dia orangnya, Ra!" Tunjuk Dela pada seseorang yang baru saja memasuki restoran tempat mereka menunggu. Laki-laki itu mengenakan sweater biru, topi hitam dan kacamata hitam, sama seperti yang dijelaskan oleh Ibunya Dela.
Laki-laki itu berjalan santai, sambil matanya meneliti orang-orang disekelilingnya. Dan ternyata laki-laki itu tidak datang sendirian, dibelakangnya ada seseorang yang sangat Aira dan Dela kenal. Ali. Laki-laki itu datang bersama Ali, sesekali mereka terlihat berbicara sebentar, sambil terus mencari.
"Dela..." Ucapan Aira terpotong.
"aku tau, Ra. Itu ada Ali juga. Tapi beneran deh, kalau masalah Ali, aku baru tau sekarang, ternyata dia temannya." Ucap Dela yang panik harus bagaimana. Jika ia teruskan meminta bantuan Aira, percuma juga, Ali kan sudah mengenal dirinya. Belum sempat, Dela berpikir panjang, tiba-tiba,
"Dela, Aira? Kalian disini?" Sapa Ali, lalu mengingat sesuatu, "jadi, Dela yang dimaksud oleh Beni, itu kamu, De... Kalau ini sih aku kenal, Ben."
Laki-laki yang dipanggil Beni itu pun membuka kacamatanya, lalu memperhatikan kedua perempuan yang ada didepannya, "mereka temanmu, Al?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seindah Senyum Aira
General FictionSenyuman tulus itu tidak hanya terlihat indah dikala bahagia. Namun juga ketika duka menemaninya dan ia terima dengan sabar, lalu ia tersenyum. Menunjukkan pada dunia, bahwa ia mampu menghadapi semuanya...