Dua Puluh Empat

113 8 14
                                    

"in shaa Allah, aku siap menikahi Dela." Ucap Raffa.

"Pay!" Panggil Dela dan Ali.

"Raffa!" Panggil Aira.

"Kamu serius, Pay?" Tanya Ali.

"Pay, sudah ku bilang, jangan bercanda! Aku tau kamu melakukan ini karena kasihan kan, aku nggak mau dikasihani, Pay!" Dela sebelumnya memang sudah mengatakan ini pada Raffa. Sebelum Dela ke rumah Aira, ia sudah sempat bertemu dengan Raffa, dan Raffa mengungkapkan niatnya untuk menikahi Dela. Dela sangat yakin, Raffa melakukan ini hanya karena kasihan padanya. Untuk itu, Dela menolak niat baik Raffa padanya. Meski ia akui, sebagian hatinya berontak saat ia menolak Raffa. Ia tidak menyangka, Raffa akan mengikutinya sampai ke rumah Aira.

"Aku serius, Dela. Aku tidak pernah merasa seyakin ini dalam mengambil keputusan besar dalam hidupku. Jika kamu pikir, aku begini karena kasihan padamu. Kamu salah! Karena semua ini aku lakukan semata untuk mendapat ridho Allah. Bukankah menikah itu ibadah, De?"

"Tanpa adanya cinta, rumah tangga seperti apa yang akan terjalin, Pay? Aku tau kamu tidak mencintaiku."

"Cinta itu milik Allah, Dela. Ketika kita menautkan cinta itu pada Allah, maka tidak akan sulit bagi Allah untuk menumbuhkan rasa cinta itu. Lalu apa lagi yang kamu ragukan?"

"Pay, kamu yakin memilihku yang banyak kekurangan ini?"

"Kita diciptakan sempurna, Dela. Apa yang kita anggap kekurangan, itu hanya tentang rasa syukur yang kurang atas apa yang telah tercipta. Jika kamu merasa memiliki banyak kekurangan dalam dirimu, tentu nanti kamu juga akan melihat banyak kekurangan dalam diriku. Bagaimana cara kita tetap bertahan, itulah yang akan menguatkan."

"Pay... Kamu memang suamiable banget." Ungkap Dela, penuh rasa kagum. Kekagumannya pada Raffa semakin bertambah dan selalu bertambah setiap waktu.

Aira dan Ali yang menyaksikan perbincangan mereka berdua, hanya saling diam, seakan sedang menonton sebuah film drama.

"Dela, Raffa, aku terharu melihat kalian... Semoga Allah meridhoi niat baik kalian yaa." Ucap Aira.

"Aamiin yaa Rabb." Semua mengaamiinkan.

Sebelum Raffa dan Ali pulang, Aira mengatakan sesuatu, "Raffa, terimakasih."

"Kembali kasih, Aira."

"Aku ingat, dulu kita pernah membahas tentang 'mengingat dan melupakan', aku hanya ingin menambahkan sedikit, karena aku nggak mau nanti ditagih janji olehmu." Raffa hanya tersenyum membalas ucapan Aira, "aku setuju dengan pendapatmu waktu itu, hanya ingin menambahkan sedikit, bahwa melupakan itu adalah pilihan dari mengingat. Mengurangi beban ingatan yang memang lebih baik untuk dilupakan. Selebihnya aku setuju dengan uraianmu."

"Aku tau, Aira... Lagian, bukankah yang waktu itu kamu anggap telah melupakan, nyatanya selalu mengingat semuanya di masa dulu." Balas Raffa, sambil menatap Ali, yang salah tingkah di tempatnya.

"Assalamualaikum..." Ucap Cindy, di depan pintu masuk, karena pintu itu sudah terbuka, membuatnya tau bahwa didalam sedang ada tamu lain. "Maaf, sepertinya aku datang disaat yang tidak tepat ya?" Seperti janji Cindy sebelumnya, ia ingin banyak belajar dari Aira. Ini adalah kali kedua dia datang ke rumah Aira. Namun melihat keramaian di rumah Aira, Cindy jadi merasa tidak enak.

"Wa'alaikumsalam," jawab semuanya, "nggak apa-apa, Cindy." Tambah Aira, berjalan mendekati Cindy, lalu mengajaknya masuk.

Akhirnya Raffa dan Dela pulang bersama, sedangkan Ali masuk sebentar berpamitan pada Alin untuk pulang lebih dulu. Hingga hanya tersisa Aira dan Cindy di ruang tamu rumah itu.

"Tadi Al ya, Ra?" Tanya Cindy, setelah Ali pulang.

"Iya, Cindy. Kamu kenal sama Ali juga? Kenal dimana?"

"Hanya sebatas kenal, Aira. Sudah nggak usah dibahas. Mending bahas yang lain saja ya." Alihnya.

"Ya sudah, kalau itu maumu. Kita mau mulai darimana, Cindy?"

"Aku sih terserah kamu saja, Ra. Sebagai murid yang baik kan memang seharusnya nurut sama gurunya." Canda Cindy.

Aira memulai semuanya dari yang ringan-ringan terlebih dahulu. Tentang keimanan yang harus tertanam kuat dalam hati, agar selanjutnya ia lebih mudah memahami dan meyakini apa yang harus dipelajari. Tentang niat yang harus diluruskan, menjadikan Allah sebagai satu-satunya alasan untuk berubah menjadi lebih baik. Tentang pentingnya shalat, karena saat seseorang ingin merubah kehidupannya untuk lebih dekat dengan Allah, maka yang pertama harus diperbaiki adalah shalatnya.

Waktu terus berjalan, tanpa terasa obrolan ringan mereka, sudah memasuki waktu ashar. Aira mengajak Cindy untuk shalat bersama, di kamar Aira.

Selesai shalat, Cindy melihat-lihat foto Aira bersama teman-teman dekatnya. Salah satu yang mencuri perhatian Cindy adalah foto Aira bersama Dela dan Arya, di foto itu terlihat mereka duduk bertiga, dengan Dela yang duduk ditengahnya.
"Kamu sama Arya deket banget ya, Aira?" Tanya Cindy.

"Nggak cuma sama Arya, Cindy. Sama orang-orang yang memang berada didekatku ya aku juga dekat, Dy." Jawab Aira.

"Pernah ada sesuatukah antara kalian, Ra?" Cindy memang sangat ingin tau seperti apa hubungan Aira dan Arya sebenarnya, karena itu ia banyak bertanya.

"Sesuatu apa, Cindy?"

"Emm, apa ya, Ra..." Cindy menimbang-nimbang sejenak apa yang akan ditanyakannya, "Arya pernah pacaran nggak sih, Ra?"

Aira tertawa kecil mendengar pertanyaan Cindy, "aku nggak tau, Dy. Tapi selama aku kenal sama Arya, dia tidak pernah cerita tentang pacarnya atau teman perempuannya."

"Kalau sama kamu, Aira?"

"Maksudnya?"

"Nggak ada maksud apa-apa, Ra. Sama kamu kan Arya kelihatan deket banget tuh. Apa kalian nggak ada hubungan yang lebih serius gitu?"

"Cindy, sudah ku bilang kan sebelumnya. Aku memang dekat sama semua orang yang berada didekatku."

Cindy mulai putus harapan untuk bertanya lebih banyak tentang kedekatan Aira dan Arya. Sepertinya Aira memang mudah bergaul dan dekat dengan banyak orang, tapi masalah hati, Aira lebih menyimpannya seorang diri. "Aira, maafkan aku jadi banyak bertanya masalah pribadimu dengan Arya."

"Nggak apa-apa, Cindy. Semua orang berhak bertanya, jika ingin mengetahui sesuatu hal. Dan yang kamu lakukan sudah benar kok, karena kamu bertanya langsung ke orangnya, bukan pada orang lain, apalagi hanya mendengar cerita dari orang lain. Tidak semua orang tau tentang orang lain, meski mereka terlihat begitu dekat. Untuk mengetahui sebuah kebenaran, tanyakan langsung pada yang bersangkutan, agar tidak salah dalam menyimpulkan ya, Cindy."

"Iya, Aira... Terimakasih, hari ini aku belajar banyak darimu. Jangan bosan untuk menjadi guruku ya, Ra. Tegur aku, jika salah. Nasehati aku, jika khilaf. Dan rangkul aku, jika aku lemah dan ingin menyerah." Tanpa menunggu lama, Aira pun langsung merangkul Cindy. Bertambah pula sahabatnya, dengan hadirnya Cindy dalam kehidupannya.

Cindy memang orang yang belum lama dikenalnya, namun kegigihan dan kesungguhan Cindy untuk belajar menjadi lebih baik membuat Aira jadi bersemangat untuk menjadi bagian dari perubahan Cindy. Meski ia tidak tau seperti apa masa lalu Cindy, karena baginya setiap orang memiliki masa depan yang sama, sama-sama masih menjadi rahasia. Masa depan yang masih suci, dan takkan terusak oleh masa lalu yang kelam, jika orang itu mau berubah menjadi lebih baik.

*26042018*

Seindah Senyum Aira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang