Dua Puluh

125 11 23
                                    

Aira membawa tumpukan barang belanjaan titipan kakaknya dengan susah payahnya. Semua kebutuhan Alin, kini Aira yang membantu membelikannya.
Tanpa memperhatikan jalannya, Aira tiba-tiba menabrak seseorang yang berada didepannya. "Maaf, maaf, aku nggak sengaja." Ucap Aira.

"Maaf, aku juga tadi nggak lihatin jalan." Balas orang itu.

Sambil membereskan barang-barang belanjaan Aira, mereka sama-sama saling melihat sejenak, karena merasa mengenal suara lawan bicaranya.

"Arya!"

"Aira!" Ucap mereka bersamaan.

"Maafin aku ya, tadi beneran nggak sengaja, Aira."

"Iya, nggak apa-apa, Arya. Aku juga salah, tadi buru-buru."

Setelah semua barang bawaan Aira selesai dibereskan, "kamu apa kabar, Arya?"

"Alhamdulillah baik, Ra. Kamu sendiri apa kabar?"

"Alhamdulillah baik, Arya. Lagi sibuk apa sekarang? Kuliahnya lancar, Ya?"

"Alhamdulillah lancar, Aira. Sibuk ngajar di SMP sama ngajar les privat saja, Ra."

"Sibuk banget berarti ya, Arya. Pantesan sampai nggak pernah ngasih kabar."

"Bukannya kamu yang sibuk, Aira? Sebentar lagi kan kamu akan..." Arya kesulitan untuk melanjutkan ucapannya. Ia masih dalam kesalahpahamannya.

"Kamu nanti datang ya, Arya? Masa iya Kakakku nikah kamu nggak datang?"

"Kakakmu?" Tanya Arya, heran.

"Iya, Kak Alin, Ya. Sekitar semingguan lagi dia nikah. Kamu bisa datang kan, Arya?"

Arya terdiam beberapa saat, mencermati ucapan Aira. Jadi selama ini, dia telah salah paham pada Aira, berpikir bahwa Aira akan menikah ternyata semua itu hanya kesalahpahamannya saja. "In shaa Allah aku datang, Aira."

"Arya!" Panggil seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri mereka. Seorang perempuan cantik, mengenakan pakaian kemeja panjang, dengan bawahan rok sebatas lutut. "Kamu sama siapa?" Tanya perempuan itu.

"Ini Aira, sahabat aku, Cindy... Dan, Aira, kenalin, ini Cindy, Kakak dari salah satu murid les ku." Arya memperkenalkan.

"Aira,"

"Cindy... Senang berjumpa denganmu. Sudah lama sahabatan sama Arya?"

"Alhamdulillah lumayan, Mbak..."

"Jangan panggil Mbak dong, sepertinya kita seumuran kok. Panggil Cindy saja ya."

"Ohh, maaf. Iya Cindy."

"Arya, bukannya kamu mau nyari buku-buku ya? Aku tunggu disini saja ya, yang aku cari sudah ketemu semua."

"Iya, Dy... Aira, aku tinggal dulu nggak apa-apa ya?"

"Tapi ingat nanti datang ya, Arya. Pokoknya aku tunggu!"

Arya tersenyum hangat membalas ucapan Aira, setelahnya ia menganggukan kepala, "in shaa Allah." Lalu berjalan pergi meninggalkan Aira dan Cindy.

"Aira, apa kita bisa ngobrol sebentar?" Tanya Cindy.

"Boleh, tapi aku nggak bisa lama-lama nih, maaf yaa."

"Iya nggak apa-apa. Sebentar saja kok."
Aira mengajak Cindy mencari tempat duduk yang nyaman untuk mereka berbincang-bincang sebentar.

"Gimana, mau ngomongin apa?" Tanya Aira, membuka suara. Karena sejak tadi Cindy hanya diam sambil terus memperhatikan penampilan Aira dari atas sampai bawah, berbeda dengan dirinya yang masih terbuka. Ia merasa minder berada disebelah Aira. "Kenapa, Cindy?"

"Nggak apa-apa, Aira. Kamu cantik dan anggun dengan pakaianmu yang tertutup itu. Aku cuma mikir saja, apa aku pantas berpenampilan seperti itu?"

"Semua muslimah memang sudah diwajibkan untuk menutup auratnya, Cindy. Bukan masalah pantas atau tidak pantas, ini adalah tentang bentuk ketaatan kita pada Allah. Karena Allah yang mewajibkan wanita menutupi auratnya."

"Aku masih perlu banyak belajar agama, Aira. Pemahamanku tentang agama sangat minim. Tapi pada siapa aku bisa belajar? Apa kamu mau membantuku?"

"In shaa Allah aku akan bantu semampu ku, Cindy. Tapi tempat tinggal kamu kan jauh, terus gimana kita ketemunya?"

"Seminggu sekali, aku bisa datang ke rumahmu. Itu pun kalau kamu membolehkan, Aira."

"In shaa Allah, dengan senang hati, Cindy."

"Terimakasih ya, Aira."

"Kembali kasih, Cindy."

"Aira, boleh nanya nggak? Dulu Arya punya pacar nggak? Setiap aku tanya pada Arya, jawabannya selalu membuat aku bingung, Ra."

"Kamu suka sama Arya, Cindy?"

"Sstttt! Jangan keras-keras, Aira, nanti Arya dengar."

"Jadi benar? Kamu pengen ngobrol sama aku karena mau nanya tentang Arya?"

"Iya, Aira... Kamu kan katanya sahabatnya, kamu pasti banyak tau kan tentang Arya? Dia itu gimana sih, Ra?"

"Menurut penilaian kamu sendiri, Arya itu gimana, Cindy?"

"Arya itu... Baik, dewasa, sholeh, bijak,  penyayang, sabar, banyak banget, Aira.. aku nggak bisa menjabarkan seperti apa sosoknya. Tapi sejak mengenal dia, rasanya aku seperti menemukan seseorang yang benar-benar sempurna. Semua kebaikan ada pada dirinya. Dan karena itu pula, hatiku terdorong untuk berubah, Aira."

"Masyaa Allah... Hanya Allah yang mampu mengetuk hati seseorang untuk berubah jadi lebih baik, jalannya, ya hanya Allah pula yang tau. Ya seperti kamu ini, Cindy. Lewat Arya, kamu mau berubah jadi lebih baik, hanya niatnya saja yang harus kamu perbaiki. Perlahan namun pasti, in shaa Allah, semuanya akan dimudahkan. Jalan menuju kebaikan memang tidak selalu mudah, karena balasan dari kebaikan juga luar biasa. Tiada balasan kebaikan, selain kebaikan pula, Cindy. Kuatkan niatmu untuk berubah ya."

"Terimakasih, Aira."

Aira tidak bisa berlama-lama berbincang dengan Cindy, karena memang masih ada urusan lain dirumahnya yang harus ia selesaikan. Setelah bertukar nomor telepon, Aira dan Cindy berpisah.

*21042018*

Seindah Senyum Aira Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang