Chapter 11

1.4K 64 0
                                    

Perempuan itu terus berlari tak tentu arah, ia sudah berada di luar lingkungan sekolahnya. Entah mengapa sangat begitu sesak di bentak oleh lelaki itu. Dengan nafas tersenggal ia mencari tempat duduk untuk ia duduki. Ia berusaha mengatur deru nafasnya dengan susah payah. Sudah begitu lumayan, ia meneguk air minum yang ia beli tadi.

Ia mencari handpone yang berada di dalam tas ranselnya, setelah dapat ia membuka lock screen. Terdapat 52 miscalled dari para sahabatnya dan 'dia'. Ia menghela nafas gusar dan memejamkan mata sebentar--

"Maaf" suara itu membuyarkan lamunannya. Suara yang sangat tak ingin ia temui. Ia masih tak membuka matanya karena ia sangat tahu jika itu hanya--

"Maaf Nad, gue ga bermaksud bentak lo.." ucapnya lirih tapi ia masih mendengarnya. Dengan perlahan tapi pasti ia membuka kelopak matanya.

"Na--ta?!" pekiknya kaget. Nata tersenyum miris.

Nada berdehem "Hm iya"

"Lo masih marah ya?" tanya Nata pelan.

Nada tertawa sumbang "Hahaha ga" ia masih tak ingin menatap wajah Nata.

"Maaf Nad.. Gue cuman.. Aaarrrgghhh!!" ucap Nata frustasi. Nada masih diam.

"Nada.." panggil Nata lirih. Tanpa Nata sadari Nada menitihkan air matanya lagi.

"Nad.. Maaf.. Gue--gue cuman takut" Nada menoleh ke arah Nata dengan air matanya yang terus mengalir tanpa permisi.

"Takut? Takut apa Nat?! Seharusnya gue yang takut. Gue paling benci di bentak! Gue paling benci Nat. Gue benci!!!" teriak histeris Nada sambil terisak. Nata membelalakkan matanya kaget karena ia Nada menangis seperti ini.

Tanpa pikir panjang lagi ia merengkuh Nada ke dalam pelukannya, ia mengelus rambut Nada pelan sambil mengatakan 'Maaf' berkali-kali. Nada menumpahkan kekesalannya, amarahnya, emosinya, kesedihannya. Untuk kali pertama kepada seorang lelaki di depannya, di dalam dekapannya. Kali pertama ia merasakan rasanya berpelukan, kali pertama ia merasakan hangat, merasakan kenyamanan, dan menghirup aroma tubuh seorang lelaki di hadapannya.

Setelah tangisnya mereda, Nata menangkup wajahnya dan menatap manik coklatnya. Lalu mengelap sisa-sisa air mata di wajahnya begitu lembut dan mengecup keningnya cukup lama. Tanpa sadar senyum mereka mengembang begitu saja.

"Udahan marahnya?" tanya Nata menatap iris matanya.

Nada memajukan bibirnya "Kan gue bilang jangan gitu--"

"Hehe.. Udah kok" ucap Nada dengan senyum yang di paksakannya.

Nata tertawa lalu menatap Nada dengan tatapan yang sulit di artikan membuat Nada salah tingkah.

"Maaf Nad.. Jangan nangis kaya tadi lagi, gue paling ga bisa liat perempuan nangis.." ucap Nata lembut dan mengelus kedua pipinya.

Nada mengangguk seraya tersenyum manis "Gue juga takut di amuk masa sama orang sini karna ngebuat lo nangis" lanjut Nata.

Nada mencebik kesal dan mencubit lengan Nata membuat Nata tertawa sekaligus meringis.

"Udah yuk, mending kita pulang" usul Nata.

"Ayo" jawab Nada mengangguk cepat.

Mereka pun beranjak pergi meninggalkan tempat duduknya, tak lupa Nata dengan modusnya menggenggam tangan Nada.

"Gue juga kasian sama penampilan lo kaya anak ilang" ucap Nata jujur seraya tertawa.

"Tai lo ya!"

"Gue ngomong sesuai fakta kali, ngaca deh kalo lo punya kaca. Liat noh idung pesek lo yang merah beraer entah ingus atau apa gue gatau, mata lo merah terus sembab gitu, trus rambut lo acak-acakan gitu!" Nata masih tertawa.

Nada & NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang