Chapter 39 . (a)

602 32 0
                                    

Pagi itu, awan terlihat murung, angin terasa dingin ketika membelai pipinya. Ia mempererat pelukan dengan jaket abu yang saat ini ia kenakan, serta mempercepat langkah kakinya di koridor sekolah yang masih agak lenggang. Ia menatap arloji cokelat tuanya yang menunjukkan waktu pukul enam lewat lima belas menit, sepertinya ia terlalu cepat datang ke sekolah.

Baru saja ia ingin menapaki kakinya ke dalam kelas, seseorang menghadangnya, membuat ia mendongak dengan kernyitan di dahi.

"Nata?" lirihnya.

Nata menatapnya datar, berbeda dengannya yang menatap Nata dengan banyak kerinduan tak tersampaikan.

"Gue tau lo marah sama Lollita, tapi ga sampe segitunya." Nata mengeluarkan suaranya.
Suara yang amat sangat ia rindukan di setiap detiknya.

"Maksudnya?"

"Jangan pura-pura bego!" ketus Nata.

Ia menelan saliva dengan susah payah dan menatap nanar Nata. Seketika banyak pertanyaan yang muncul didalam kepanya, apa salahnya? Mengapa Nata berbeda? Di mana Nata yang hangat dulu? Ia merasa asing dengan ini semua. Kenapa? Apa yang salah?

"Nada ga tau maksud Nata.." lirih Nada.

Nata menatap intens ke dalam bola mata Nada, membuat Nada merasa kecil, ya walaupun ia memang kecil.
Nata berjalan mendekat ke arahnya mengikis jarak di antara mereka berdua, Nada menahan napas saat punggungnya membentur dinding, matanya membulat menyadari bahwa jarak mereka berdua telah menipis.

Jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya, keringat dingin mengumpul di dahi juga telapak tangannya, embusan napas Nata begitu terasa hangat saat menerpa wajahnya. Ia terlarut dalam tatapan Nata yang memabukkan, tatapan yang terkadang menajam kini terlihat sendu.

Kedua bola mata Nada memejam kuat ketika Nata memajukan wajahnya.

Please, jangan...

Bugh!

Refleks, Nada membuka kelopak matanya, kemudian kedua bola matanya terbelalak kaget memandang Nata yang telah tersungkur mengenaskan.

"Nat--ta?" lirih Nada, ia berlari menghampiri Nata.

Tetapi sebelum ia sampai, tangan besar menyentak lengannya dengan kencang.

"Lo masih mau belain cowo brengsek kaya dia?!" bentak seseorang itu.

Nada menoleh melempar tatapan tajam miliknya, "Kenapa lo repot banget sih?!"

Seseorang itu semakin mengeratkan cengkramannya, membuat Nada meringis keras, "Ikut gue." titah seseorang itu dengan suara dinginnya.

Nada menarik tangannya dengan sekuat tenaga, "Lepas!" sentak Nada.

"Ga! Lo harus ikut gue, gue mau ngomong!"

Nada semakin kuat menarik tangannya, tetapi nihil, yang dihasilkannya hanya lah kesakitan di sekitar tangan kirinya. Ia meringis diikuti dengan bulir air mata yang menetes perlahan di permukaan pipinya.

Seseorang itu mendengus kasar, lalu menarik Nada keluar dari kelas.

**

"Lo harus putus sama Nata!" sentak David di depan gadis itu.

Nada mengernyit kesal sekaligus bingung, "Kenapa sih?!"

David mengusap wajahnya dengan kasar, "Dia ga baik buat lo." balasnya dengan suara lemah.

"Lo tau dari mana kalau dia ga baik buat gue?"

"Dari pagi."

Kernyitan di dahi Nada semakin dalam, "Apa sih?!"

Lelaki di depannya mengembuskan nafas seraya jari telunjuknya mendorong dahi Nada dengan gemas, "Bego emang, gue liat dari pas lo baru masuk kelas tubrukan sama Nata, sampe lo di pojokin sama Nata juga gue liat, Nad."

Nada ber-oh-ria seraya mengangguk kecil, "Jadi, lo berpikiran kalo Nata jahat itu karena dia mojokin gue?"

David mengangguk kecil, "Termasuk itu, dan dia belain Lollita di depan lo, lo ga sadar itu?"

Nada terdiam, ia sangat mengerti kala Nata membentaknya karena membela Lollita, ia tidak bisa berbohong dengan perasaan kecewanya saat ini. Walaupun ini kali pertama Nada mempunyai lelaki yang sangat di cintanya setelah Papah, tetapi mengapa ia sudah menyecap rasa sakit ini?

Seperti, ada yang retak, dan rasanya sakit, sangat sakit. Kala mendengar sang pujaan hati menyebut nama lain, bukan namanya. Kala mendengar sang pujaan hati membela seorang dari masa lalu.
Ya, seorang masa lalu, dapat menghancurkan semuanya. Semua yang telah ia bangun, semua yang telah ia pertahankan. Hancur semua.

Dan, ia mengakui dirinya telah kalah sebelum berjuang.

Tanpa sadar, bulir air matanya menetes perlahan di permukaan pipinya dengan tatapan kosong.

⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫⚫

Haii!! I'm back!!!😙😙

Mohon maaf ya semua.. Baru bisa update🙏😂 di karenakan tugas + banyak pikiran yang menganggu diri ku ini😂 maaf juga chapter ini dikit😂
Semoga kalian semua masih mau setia dengan diri ku dan Nada & Nata ini ya:''

Votenya jangan lupa!!

Thank you guys, i love you 💘💘

-Alestya, Penulis Amatir👻

Nada & NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang