02

78K 3.2K 19
                                    

Satu bulan kemudian.

setelah kejadian malam itu,  Cellya dilanda khawatir. Pasalnya, kini dia melihat benda kecil yang berada di tangannya menunjukkan dua garis merah.


Mungkin untuk pasangan suami istri yang baru menikah, kabar ini akan menggembirakan. Tapi tidak untuknya. Kenyataan ini adalah sebuah bencana besar, bencana yang akan ia hadapi cepat atau lambat.

Awalnya dia tidak percaya sehingga mencobanya sebanyak tiga kali dan ternyata hasilnya sama. Dia, positif hamil.

Kini Cellya menangis di dalam kamar mandi sambil memegangi benda kecil tersebut. Sebisa mungkin dia tidak mengeluarkan suara tangisnya.  Dia bingung, Apakah dia harus jujur kepada orang tua Fadly tentang kehamilannya? Atau dia langsung menemui laki-laki sialan itu untuk meminta pertanggung jawabannya.

Setelah berfikir hampir satu jam lamanya di dalam kamar mandi, Cellya mengambil jaketnya dan langsung pergi menuju apartement yg sebulan lalu pernah dia singgahi hanya untuk satu malam. Tujuannya tentulah saja untuk menemui laki-laki itu.

"Mau kemana, Cell?" tanya Ratna yang tengah menonton teve di ruang tamu bersama sang suaminya.

"Aku ingin keluar sebentar, Tan," jawab celly sambil mengenakan kaca matanya guna menutupi matanya yang sembab.

"Jangan pulang malam-malam."

"Iya. Sebelum jam sepuluh juga aku akan pulang."

Cellya pun langsung pamit keluar saat itu juga. Kebetulan taxi yang dia pesan tadi sudah datang tepat waktu. Dia menyerahkan alamat yang tertera pada kartu nama itu kepada sang sopir.

Kini ia berdiri hanya memakai sandal jepit dan juga pakaian santainya di depan apartement ini.

Sungguh pemandangan aneh. Baru seumur hidupnya, penampilan Cellya seperti ini. Di tambah lagi dia mengenakan kaca mata hitam. Akan tetapi saat ini menilai penampilannya sangatlah tidak penting. Ada hal yang lebih penting lagi yang harus dia lakukan. Dia harus bertemu dengan laki-laki itu.


Dia segera menghampiri resepsionis untuk menanyakan Rifaldy. Namun sayangnya, sang resepsionis bilang jika laki-laki ini jarang pulang ke apartementnya. Lalu, kemana lagi dia harus mencari laki-laki itu? Cellya menundukkan mukanya dan berjalan lesuh mencari taxi untuk segera pulang ke rumah yang selama satu bulan ini dia tempati. Rumah yang tak lain milik orang tua Fadly—laki-laki yang sejak dulu dicintainya. Laki-laki yang membuatnya rela kembali datang ke Indonesia hanya untuk menemuinya. Namun, harus berakhir kecewa karena ternyata pria itu telah menikah.

Akibat kekecewaannya itu kini ia diberikan satu nyawa didalam perutnya oleh tuhan. Satu nyawa baru yang harus dia jaga. Meski bayi ini bukanlah bayi dari orang yg dia cintai. Tapi dia berjanji, apapun yang akan terjadi. Cellya akan tetap berjuang sampai dia bisa melahirkan nanti.

"Kamu tenang saja. Mamah akan setia menjagamu sampai kamu bisa melihat indahnya dunia." Cellya tersenyum menyentuh perutnya yang masih datar itu. "Nanti kalau kamu lahir. Mamah bakal ceritain penderitaan mamah setiap pagi hari yg harus mondar-mandir ke kamar mandi karena merasa mual dan pening. Biar nanti kamu tahu segimana besar pengorbanan mamah. Kamu baik-baik didalam perut. Jangan keluar sebelum waktunya."

Saat itu juga Cellya pergi meninggalkan apartement itu tanpa hasil apapun. Dia mendesah kecewa karena harapannya untuk bertemu Rifaldy ternyata sia-sia. Sekarang masalah terbesarnya dia harus menemukan laki-laki itu sebelum perutnya terlihat semakin membesar.

Dia tidak akan mungkin terus-terusan berkata kepada sepasang suami istri itu bahwa dia hanya masuk angin karena hampir setiap paginya cellya mengalami morning sickness. Pasti jika lama kelamaan mereka bisa curiga terhadapnya.

UNEXPECTED LOVE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang