bab 33

63.5K 1.9K 27
                                    

Aku berharap ini adalah duka terakhir dan tangis terakhir dalam hidupku.
____________________

Sepasang suami istri itu tengah menikmati waktu pagi dihalaman belakang kediaman Thomas.
Rifaldi tengah memegangi gelas berisi kopi hitam tanpa gula kesukaannya hasil racikan wanita yang begitu dia cintai.

Cellya sendiri hanya meminum teh hijau hangat dengan setengah sendok gula tanpa campuran apapun. Menikmati udara pagi hari yang sejuk memang membuat hati terasa tenang dan sedikit merilekskan tubuh.

"Kenapa kamu suka kopi hitam tanpa gula?". tanya Cellya yang membuat pandangan laki-laki itu teralih dari koran dan juga gelas kopinya.

"Mungkin karena dulu kehidupanku sama seperti rasa kopi ini, makannya meski kopi ini tanpa gula setetespun aku tetap menikmatinya dan malah menjadi terbiasa".

Cellya hanya manggut-manggut saja mendengar penuturan yang menurutnya terlalu berlebihan. Hihii.
Dia berjalan menuju ayunan yang letaknya beberapa langkah dari tempat duduknya sekarang. Mata Rifaldi terarah mengikuti langkah sang istri karena dia tidak mau lengah sedikit saja menjaga istrinya. Ditanbah lagi, perut Cellya sudah memasuki usia tujuh bulan lebih dan membuatnya harus ekstra hati-hati menjaga kedua makhluk yang amat ia sayangi.

Cellya duduk diatas ayunan itu dengan kaki yang digerakkan sedikit lebih sedikit. Ia mulai merasa jika kakinya sering lelah, tidur pun sudah tidak bisa sebebas dulu. Gerak tubuhnya makin terbatas saja.
Ia menyelonjorkan kakinya keatas ayunan panjang dan memijat-mijatnya sendiri. Tanpa dia sadari, Rifaldi sedari tadi sudah melangkah mendekatinya.

"Kamu capek yang? Biar aku bantu memijat kakimu?".

"Eh enggak usah. Biar aku sendiri aja". Cellya menolak karena merasa tidak enak hati. Masa iya suaminya memijat kakinya, bukankah sangat tidak sopan sekali.

"Udah enggak papa? Lagian kamu begini kan gara-gara kenakalanku". Kekeh Rifaldy. Dia duduk dan mengangkat kedua kaki cellya untuk dia pindahkan keatas pangkuannya. Tangannya mulai bergerak memijat pelan kaki yang terlihat sedikit membengkak dengan warna kulit seputih susu.

Saking keenakannya, Cellya memejamkan matanya begitu syahdu. Rifal tersenyum masih dengan tangan bergerak dikaki Cellya.

Dia merapatkan sedikit switter yang dipakai istrinya.

"Anakku apapun jenis kelaminmu nanti. Papah berharap dengan adanya kamu bisa mengisi kekurangan dalam hidup papah dan mamah. Papah ingin melihat senyummu, tangismu hingga kamu bisa berjalan menuntun mamah dan papah kelak usia kami semakin tua dan rentan.". Batinnya. Ia mengelus-elus permukaan perut yang menjulang tinggi bagaikan gunung terpendek didepannya.

****

Cellya tengah membereskan beberapa baju-bajunya dan juga baju-baju mamahnya yang akan dia bawa nanti. Besok ia dan juga Rifaldi akan membawa Sonia pergi dan dipindahkan ke indonesia. Disana, dia akan dengan mudahnya merawat dan mengawasi mamahnya karena dia akan menyewa seorang perawat serta dokter khusus guna membantunya menjaga Sonia.

Senyum kebahagiaan terpancar jelas diwajahnya kala ia melipat satu persatu baju-baju itu dan memasukkannya kedalam koper.

"Mah. Kita akan bersama-sama selamanya, mamah akan melihat cucu mamah lahir."

Rifaldi datang memasuki kamar, sejak tadi dia berdiri didepan pintu memperhatikan wajah bahagia itu yang terlihat senyum-senyum sendiri.
Ia tahu jika istrinya tengah bahagia.

Dia duduk disamping Cellya tanpa permisi lagi.

"Kamu senang?"

"Sangat senang.. terimakasih". Ujar Cellya sambil mencium pipi Rifaldi.

UNEXPECTED LOVE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang