bab 30

48.3K 1.8K 36
                                    

Cellya pov

Aku tak tahu bagaimana perasaanku saat ini juga. Sakit? Sudah pasti sakit, tapi sesakit apapun hati ini mendengar pengakuan yang keluar dari mulutnya membuatku mencoba bersabar dan bersikap dewasa.

Sungguh gadis manis yang beruntung pernah dicintai oleh kedua pria yg hampir sama-sama sempurna.
Aku sendiri sedikit merasa iri dengannya, meski aku jauh lebih dari dia untuk ukuran fisik dan juga status sosial ternyata sangat kalah olehnya. Dua laki-laki yang begitu berarti dan aku cintai dengan berlainan waktu mencintai gadis yang sama.

Cinta segitiga ditambah denganku..
Cinta segi empat.

Mungkin sebutan itu berlaku kala aku dan Rifaldy belum dipertemukan.

Aku berdiri dan memilih pergi memasuki kamarku, aku butuh waktu untuk meluapkan sedikit rasa yang menyesakkan dada dan membuat mataku perih ingin menangis.

"Mau kemana?" Dia mencekal tanganku yang hendak pergi meninggalkannya.

"Aku ke kamar sebentar untuk mengambil switter yang sedikit tebal."

"Kamu kedinginan? Sini biar aku peluk." Canda Rifaldy. Apakah dia tidak mengerti jika hatiku sedang merasakan sakit yang luar biasa, dan sekarang aku tahan dengan berpura-pura tersenyum dihadapannya seakan tegar dan tangguh.

Tuhan..
Bisakah engkau melebarkan dunia ini sedikit saja, semua terasa sempit dan menyesakkan untukku. Bukan hanya tentang kisahku dan juga dirinya, tetapi mengapa semua terasa begitu saling mendekat diantara kami semua. Dunia seakan hanya berisi kami-kami saja.

Aku tersenyum dan menarik hidungnya sesaat sebelum melepaskan tangannya.

"Modus terus. Udah enggak usah tuan muda, terimakasih nyonya muda hanya membutuhkan switter saja". Aku berlalu meninggalkannya dengan langkah sedikit terburu-buru. Benar-benar sudah tidak bisa menahan air mata yang akan jatuh membasahi pipiku.

Kututup pintu kamarku dan segera duduk diatas ranjang besar milikku. Aku menumpahkan segala rasa kedalam tangisku, biarkan untuk malam ini saja aku menangis. Sebagai pelampiasan atas segala kekecewaan yang terjadi didalam hidupku untuk beberapa hari ini.

"Mamah.. Cellya kangen". Aku teringat mamah yang biasanya masuk kedalam kamarku saat aku tidak bisa tertidur. Belaian lembut tangannya yang selalu membuatku merasa nyaman saat aku menumpahkan segala keluh kesahku dengannya adalah hal yang sangat aku rindukan.

"Papah. Cellya juga kangen papah". Kuraih bingkai Foto dimana terdapat fotoku bersama mamah dan papah yang tengah memegang balon. Foto ulang tahunku kala aku berumur 7 tahun.

Aku mengingat masa kecilku yang begitu membahagiakan dan terasa singkat. Tangan papah yang selalu terulur kala aku terjatuh dan menangis, tangan papah yang selalu membawaku kedalam pelukan kasih sayangnya kala aku merasa kesal kepada mamah. Tangan papah yang selalu membuatku mendapatkan apa saja yang aku mau.

Dan terakhir kalinya, tangan papah juga yang pernah memberi bekas merah pada kedua pipiku hingga belaian terakhirnya sebelum menutup mata untuk selama-lamanya.

Aku menangis sejadi-jadinya dengan memeluk erat bingkai foto itu.
Aku sadar jika kini sebentar lagi aku akan menjadi seorang ibu. Aku berjanji akan menjadi seorang ibu selayaknya seperti mamahku yang begitu teramat menyayangi anaknya.

Tok...tok..tok..

Suara ketukan pintu terdengar dari luar dengan segera kuhapus air mataku dan pergi menuju kamar mandi untuk mencuci wajahku.

"Cell..". Aku sama sekali tidak mau menyahuti panggilan itu, bukan karena marah dengannya tapi melainkan karena aku tidak ingin dia tahu jika aku sempat menangis.

UNEXPECTED LOVE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang