33. Memilih Pemimpin

3.2K 409 101
                                    

Serial HAMASSAAD – 33. Memilih Pemimpin

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2016, 30 September

-::-

Bakda Asar, Saad memilih menyetrika pakaian yang telah satu pekan dibiarkan begitu saja. Sementara Hamas menyibukkan diri membaca portal berita di gadget canggihnya dalam genggaman.

"Lah pilihan Gubernur-nya gini amat yak? Lu milih siapa, Ad?" tanya Hamas begitu mengetahui daftar calon orang-orang yang akan memperebutkan posisi DKI 1. Matanya fokus ke layar.

"Gue ngga milih," jawab Saad sembari merapikan lemari.

"Lah? Kata lu kaga boleh golput?!" Hamas sewot. Wajahnya mendongak, mencari reaksi Saad. "Lu bilang golput ngga nyelesein masalah???"

Saad menoleh sebentar sebelum kembali menyusun baju yang sudah ia setrika. "Memang begitu, Mas. Jangan sampai golput lah. Negeri itu hancur bukan karena aksinya orang jahat, tapi lebih karena diamnya orang baik. Sayang banget orang baik dibungkam, dan yang jahil leluasa. Tapi gue tetap ngga milih..."

"Alig lu ah! Ngomul ae!" Hamas berlalu ke dapur, mengambil minum. Sementara Saad cuma geleng-geleng kepala. Begitu dilihatnya sang sahabat sudah kembali dari dapur si Ibnu Umar bersuara lagi.

"Ya kan gue mah warga Bandung. Mana boleh gue ikut sumbang suara di pilgub DKI?" kata Saad. Hamas melongo, terus ngakak.

"Lah iya yak? Bahahahangsat kok gue lupak?"

"Bahasa antum mulai deh..."

"Emaap hahaha koplak, gue lupak! Lah iya terus nasib gue gimana dah nih? Kan gue kudu milih? Lu mah enak Gubernur lu aja hafizh Quran. Pantes warganya macem elu ye."

"Nah, pantes dong Gubernur lo sekarang si itu? Warganya macem lo kan ya?"

"Weh, bocah cemong bat mulutnya!"

Hamas sempat-sempatnya mendekati Saad dan melayangkan tendangan ke bokong Saad, sukses membuat sahabatnya itu mengaduh pelan lalu tertawa-tawa dan balas menendang sisi kanan pinggul Hamas. Dalam hitungan detik, Hamas melempar tubuhnya ke atas tempat tidur, berbaring menghadap langit-langit kamar. Menyilangkan kaki setelah punggungnya menempel nyaman dengan tempat tidur, tangannya tetap sibuk memegang ponsel selagi sepasang matanya memindai berita-berita yang tertampil di layar.

"Tapi asli, pilgub DKI yang ini makin ngga jelas."

"Apanya yang ngga jelas, Mas?"

Selesai merapikan pakaiannya di dalam lemari, Saad menghampiri Hamas, menyuruhnya menggeser tubuh agar Saad bisa ikut berbaring di sana juga.

"Yang ini begini, yang itu begitu, yang onoh begonoh. Malesin semua."

"Emang pilgub sebelumnya ngga malesin?"

"Justru lebih malesin hahaha."

Hamas terbahak, mengingat betapa dia dengan berat hati memilih satu dari dua pilihan. Dan sekarang, malah ada tiga.

"Dalam memilih, pilih yang paling baik. Kalau keduanya baik, pilih yang kebaikannya lebih banyak," kata Saad, dengan buku Kisah Para Nabi di tangannya. Duduknya bersandar pada headboard ranjang dan kakinya saling bertumpu dengan bantal di pangkuan. "Kalau satu baik dan satu buruk kan gampang, pilih yang baik."

"Kalau dua-duanya buruk?"

"Pilih yang paling sedikit buruknya."

Kepala Hamas mengangguk-angguk. "Kalau yang muslim tukang korupsi, terus yang non muslim keburukannya dikit, pilih mana dah?"

[✓] HAMASSAAD Ukhayya HabibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang