Setelah kejadian kemarin di kantin baik Ari maupun Tari mereka berdua kini saling menjauh, Ari yang awalnya selalu mengikuti Tari kemana pun dirinya pergi setelah kejadian itu Ari tidak pernah menghampiri Tari lagi bahkan dengan cara memaksa yang seperti biasa ia lakukan pada Tari pun ia tidak lakukan.
Setiap berpapasan pun mereka berdua seolah-olah tidak saling kenal, Ari yang cuek dan Tari yang masa bodo. Membuat teman-temannya itu gemas sendiri melihat tingkah mereka.
Namun ada yang berbeda dari cowok itu, Ari kini kembali pada sifatnya pembuat ricuh di kelas. Cowok itu seperti tidak mempunyai masalah apa-apa Ia begitu asyik dengan tawanya melihat Oji yang sedang menyanyi sambil berjoget yang menurutnya aneh. Ridho yang berada di sampingnya hanya termenung, ia tahu kata-katanya pada Tari kemarin benar-benar salah. Tapi mau bagaimana lagi Ari baginya sudah seperti saudaranya sendiri, maka wajar saja jika dirinya berlaku sedemikian rupa untuk melindungi Ari.
"Kenapa lo ngeliatin gue?" Ari menatap Ridho tidak suka. Salah satu sahabatnya itu selalu saja tahu apa yang di fikirannya kini. Belum sempet dirinya membalas pertanyaan Ari, tiba-tiba saja Ical berseru.
"Eh kampret kenapa berenti lo, lagi asik juga"
"Bodo, cape gue" Ujar Oji sambil mengipas-ngipasi wajahnya dengan buku catatan yang entah punya siapa.
Baik Ari maupun Ridho yang akan membahas topik kemaren pun tidak jadi. Teralihkan oleh percakapan absurd teman-temannya.
"Eh eh gue punya tebakan, tebak yah lo semua"
"Hadiah nya apaan?" Seru Ical semangat
"No Hp si Vero" balasnya sambil menaik turunkan alisnya. Anak-anak yang mendengar ucapan Eki seketika bersemangat. Pasalnya diantara mereka semua yang mempunyai no ponsel milik Vero hanya bisa dihitung jari.
"Monyet, lo dapet darimana?
"Udah deh lo semua gak perlu tau, jadi gimana mau gak?"
"Bacot lo, buruan"
"Dengerin nih lo semua. Lo buka nih yah bajunya udah lo buka bajunya lo nikmatin badannya udah gitu...." belum sempat Eki melanjutkan ucapannya Oji terlebih dahulu memotong ucapannya.
"Jorok lo Ki tebakannya,"
"Otak lo yang jorok, gue belum selesai ngomong juga"
Ari tertawa begitu melihat perdebatan yang tidak penting oleh temannya itu. Seketika tawa nya terhenti begitu melihat seseorang yang masuk kedalam kelasnya, shit mati-matian dirinya menahan keinginan untuk memeluk cewek yang beberapa hari ini membuat dirinya seperti bukan dirinya sendiri.
Kelas Ari mendadak sepi semua orang yang berada dikelas itu kini menatap Tari dengan pandangan ingin tahu. Oji yang membelakangi Tari mendadak bingung begitu melihat teman-temannya terdiam terlebih dirinya melihat Ari yang seketika menatapnya datar. Membuat dirinya seketika membalikan badannya ke belakang gotcha, pantas saja mereka semua memandangnya aneh ralat bukan memandangnya melainkan memandang cewek dibelakangnya.
Oji langsung menatap Tari dengan pandangan sinis, Tari yang datang sendirian begitu gugup melihat teman-teman Ari memandangnya dengan pandangan seolah-olah dirinya musuh. Ia kembali memberanikan diri untuk menemui Ari, dengan perlahan Tari mulai berjalan menuju meja Ari.
Ridho seketika langsung pindah dari tempat duduknya, ia memilih duduk di sebrang meja Ari. Ari sendiri dirinya hanya diam menatap lurus Tari yang kini sudah berada di depan mejanya.
Tari melepaskan gelang yang dipakainya.
Ia kemudian memberikannya pada Ari, membuat cowok itu menatapnya dengan pandangan tidak mengerti.
"Terimakasih untuk gelangnya yang cantik, gue nggak bisa pake lagi."
"Itu barang milik lo," balas Ari, dengan mengeraskan rahangnya. Ia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran cewek itu.
"Bukan lagi" Tari menghirup nafasnya dengan berat, dengan sekuat hati Tari kembali berujar.
"Gue mau kita udahan, makasih buat beberapa tahun ini. Lo selalu ada buat gue, tapi maaf gue nggak bisa lagi sama lo"
Tari langsung pergi setelah mengucapkan kata-kata menyakitkan itu pada Ari. Semua orang di kelas Ari yang mendengar kata-kata yang dilontarkan Tari seketika terperangah kaget.
Ari yang tersadar dari keterkejutannya langsung mengejar Tari yang baru saja keluar dari kelasnya.
"Maksud kamu apa?" Ari langsung menghadang Tari begitu dirinya berhasil mengejar cewek itu.
Tari memandang lelah wajah Ari.
"Kita PUTUS, udahan. Cukup sampe disini jelas" Tari hendak melangkah menghindari Ari, namun lagi-lagi cowok itu menghalanginya.
"Kenapa? Apa salah aku sama kamu Tar?" Tari tersenyum sinis, mendengar suara lirih Ari. Cowok itu benar-benar sudah lelah dengan semua kelakuan Tari.
"Ck apa salah aku sama kamu?" Tari mengulang ucapan Ari kembali, "salah lo???, gue udah capek sama kelakuan lo yang sok ngatur gue, sok berkuasa. So pahlawan kesiangan. Gue udah capek sama sifat-sifat lo yang bikin gue trek-tekan gue udah capek"
Air mata Tari perlahan mengalir, Ari diam membisu mendengar semua ucapan Tari yang penuh dengan emosi. Apakah selama ini, selama cewek itu bersamanya Tari merasa seperti itu? Ia fikir cewek itu bahagia ketika bersamanya. Ia fikir cewek itu nyaman ketika bersamanya, namun sekarang dirinya sadar bahwa cewek yang disayanginya itu menderita bila bersamanya.
Hatinya begitu sakit mendengar pengakuan Tari, dirinya benar-benar sudah salah mengira. Ditatapnya Tari dengan pandangan sayang cowok itu mendekatkan tubuhnya pada Tari sehingga menghilangkan jarak diantara mereka.
Dengan perlahan dikecupnya kening Tari dengan sepenuh hatinya, dalam hati dirinya berujar "untuk yang terakhir kali"sebelum dirinya benar-benar melepaskan cewek yang dicintainya itu.
Tari diam saja begitu dicium Ari, ia menangis begitu Ari melepaskan bibirnya dari kening Tari. Cowok itu kembali mundur, menatap wajah Tari yang sudah terisak. Dengan pandangan mata memerah Ari berujar,"Maaf" ujarnya lirih, lalu berjalan pergi meninggalkan Tari yang seketika terduduk sambil menangis.
Bersambunggggg...
Gimana-gimana Lanjutannya? Semoga terhibur yak 😊 btw mau di lanjut apa cuman sampe sini aja edisi yang ini nya nih? Hehe yaudah deh selamat membaca semogaaa makin sukaaa yah. Hehee...
Salam
Moi...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen MatahariSenja Dan JinggaMatahari
FanfictionBerisi beberapa kumpulan cerpen dengan karakter novel Jingga Dan Senja karya Esti Kinasih.