Tari terdiam memandangi layar ponselnya yang sepi. Biasanya ponselnya itu selalu berbunyi setiap beberapa detik sekali. Ari selalu mengiriminya pesan, baik itu menanyakan keberadaannya. Maupun sekedar basa-basi ingin berkomunikasi dengan dirinya.
Ah Tari merindukan Pria itu sangat, namun sepertinya Ari-nya tidak lagi mencintai-nya. Ari-nya mungkin kini membencinya.
"KAK, dipanggil Mamah buat makan tuh."
Teriak Geo dari belakang pintu kamarnya. Tari bergegas turun dari kasur empuknya, ia melangkah dengan gontai menuju ruang makan.
Mamah Tari melirik sekilas Putri sulungnya, begitu pun dengan Papahnya. Sedangkan Geo adiknya itu terlihat cuek.
"Ekhem, ngomong-ngomong tumben Ari jarang kesini. Apalagi ini malem minggu"
Ucap Papah Tari bersuara menghentikan kesunyian diruang makan. Tari yang baru mengunyah seketika terhenti, Kedua orang tuanya dan Geo menatap Tari, menunggu kepastian. Sedangkan yang di tatap bingung, harus menjawab apa.
Apa yang harus ia katakan? Tidak mungkin dirinya mengatakan kalau dirinya dan Ari sudah putus. Sedangkan dirinya tahu, Ari begitu dekat dengan keluarganya.
Termasuk Papah nya, yang selalu mengajaknya mengobrol soal apapun. Papahnya membicarakan bisnis, olahraga Ari selalu bisa menyeimbangi obrolan orang tuanya. Karena Ia tahu Ari itu bukan hanya tampan, sopan, dan baik. Tapi Ari- nya itu juga cerdas.
Maka dari itu lah, ketika kedua orang tuanya tahu bahwa dirinya berpacaran dengan Ari. Papah Mamah dan juga Geo begitu senang, Mamah yang dengan tangan terbuka sudah menganggap Ari menantu kesayangannya. Nah masalahnya jika dirinya mengatakan, kalau dirinya putus dengan Ari.
Kedua orang tuanya pasti kecewa plus mungkin orang tuanya menyangka. Bahwa yang salah dalam kasus ini dirinya, yang artinya kedua orang tuanya secara tidak langsung mrnyalahkan dirinya. Yah meskipun keadaanya memang seperti itu.
"Tar, di tanya Papah itu. Kok malah bengong?" Tari tersadar dari lamunanya, ia menatap kedua orang tuanya dengan senyum malu.
Tari mengambil air minum dihadapannya, meminumnya sedikit. Untuk menghilangkan tenggoraokannya yang kering secara tiba-tiba."Emm, A Ari lagi sibuk Pah. Yah biasalah dia senior Aku di kampus kan." Jawabnya terbata-bata sambil meringis.
"Kamu, nggak lagi berantem kan Tar?" Kata Mamah Tari, dengan pandangan mata yang menyelidik.
Tari yang gerah, seperti di adili. Lantas berdiri dari duduknya. Tiba-tiba perutnya merasa kenyang.
"Tari udah kenyang, Mah,Pah, Tari duluan yah. Mau ngerjain tugas. Bentar lagi UTS soalnya." Pamitnya lalu bergegas meningglakan keluarganya, dengan pandangan bingung.
Tari menatap ponselnya begitu, layarnya menandakan ada satu buah pesan. Tari membukanya, wajahnya seketika merah menahan amarah begitu melihat isi pesan tersebut.
Ata
Besok gue jemput lo. Pake baju yang gue kasih.
Tari tidak membalas, mengabaikan pesan tersebut. Ia tidak peduli dengan ancaman Ata, yang akan menghancurkan saudara kembarannya. Ia berfikir, tidak mungkin Ata tega menghancurkan Ari. Bagaimana pun juga Ari tetap adik kandungnya, saudara kembaranya sendiri.Setelah menyimpan ponselnya di atas nakas, Tari membaringkan badannya di ranjang empuknya. Berbekal pikiran positipnya, Tari kemudian tenggelam dalam mimpinya.
***
Ke esokan harinya, Ata sudah berada di rumahnya jam lima sore. Membuat Mamah Tari yang sedang menyiram tanaman menghentikan kegiatannya, begitu melihat Ata yang menghampiri dirinya. Setelah berbasa-basi Ata masuk kedalam rumah ditemani Mamah Tari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen MatahariSenja Dan JinggaMatahari
FanfictionBerisi beberapa kumpulan cerpen dengan karakter novel Jingga Dan Senja karya Esti Kinasih.