Motor Dafa berhenti tepat di pekarangan sebuah rumah mewah di kawasan elit,
Bahkan Lira sampai terbengong-bengong menatap kemewahan rumah itu yang diperkirakan 3× lebih besar dari rumahnya."Ayo!" ajak Dafa. Lira hanya menganguk, berjalan mengikuti Dafa dari belakan memasuki rumah itu.
"Gue mau mandi dulu, lo tunggu aja disini"ucap Dafa menatap Lira." atau lo mau minum?"
Lira menggeleng, ia sama sekali tidak haus karena tadi sebelum menghampiri Dafa di parkiran Lira sempat mampir ke kantin untuk membeli minum.
"Oh, yaudah gue ke atas dulu" ucap Dafa lagi yang hanya dibalas anggukan Lira.
Seeninggalan Dafa, Lira mengeluarkan buku-buku catatan yang akan ia ajarkan kepada Dafa dari dalam tas miliknya.
15 menit kemudian, Dafa kembali dengan setelan baju santainya. Rambutnya basah dan beberapa masih menetes membasahi wajahnya yang tampak segar.
Bolehkah kalau Lira mengatakan kalau Dafa itu terlihat emmmmhhh...... Lebih tampan dengan pakaian seperti ini.
Ups!
"Kenapa?" tanya Dafa saat sadar akan Lira yang dari tadi terus memperhatikannya.
Lira tergagap, gadis mungil itu buru-buru menggeleng.
"Gak kok" ucapnya sambil tersenyum canggung.Dafa hanya menganguk, dengan mata yang mengikuti kesibukan Lira yang tengah membuka-buka buku pelajaran miliknya.
"Mana yang kamu gak ngerti?"
Tanya gadis itu sambil menatap Dafa."Semuanya" sahut Dafa enteng, Lira sempat mengerutkan alis tapi kemudian menganguk dengan canggung.
Dengan sabar gadis itu mengajari Dafa apa yang tidak lelaki itu mengerti. Walau tak jarang lelaki itu menanyakan hal yang sebenarnya tidak penting dan sempat membuat Lira mengerutkan alis.
Seperti ketika lelaki itu bertanya,
"Kok bumi bulat sih?, kenapa gak kotak?"
Mana Lira tahu, tapi dengan sabar gadis itu menjawab"aku gak tahu. Tapi dimana-mana bumi emang bulat kan?"
"Emang, tapi kalau bumi itu bulat kenapa air laur gak tumpah?"
"Kan ada gaya gravitasi,Daf"
"Kalau gravitasi itu ada kenapa balon udara bisa ---"
Drt... Drt..
Ucapan Dafa terpotong saat ponsl milik Lira berbunyi dengan nyaring.
"Sebentar" ucap Lira sambil merogoh ponsel dari saku rok abu-abunya.
Menatap layar, Lira sempat menggigit bibir bawahnya saat melihat nama Arfa tertera disana.
Dan itu cukup membuat Dafa mengerutkan alis penasaran dengan siapa yang menelpon gadis didepannya itu.
"Ha--hallo" sapa Lira gugup dan suara Arfa yang terdengar marah juga khawatir langsung menyambutnya dengan nada tinggi.
"Kamu dimana?"
"Ara, di-di rumah temen"
"Rumah temen? Kok gak ngabarin abang dulu sih? Cowok atau cewek?"
"Co--co-wok" cicit Lira gugup.
"APA?!!!"teriak Arfa membuat Lira segera menjauhkan ponsel nya beberapa saat.
"I--i-ya abang"
"Tapi kamu gak diapa-apain kan?"
Suara telpon Lira yang di load speaker dan ekspresi ketakutan dari gadis itu membuat Dafa menahan tawa, sekaligus Entahlah, sepertinya Dafa sedikit ehhhmmm.... Tertarik.
"G-g--gak abang" cicit Lira.
"Yaudah, kalau gitu Ara pulang yah Biar abang gak khawatir"
"Pulang sendiri bisa? Atau minta anterin sama temen cowok kamu soalnya abang lagi ada meeting"
"Itu artinya abang bakal pulang malem dong?"
"Kayaknya, jadi kamu baik-baik yah dirumah"
Mendengar itu Lira mengercutkan bibirnya kesal, padahal nalam ini Lira ingin bermanja-manja dengan Arfa.
"Iya deh"
"Kamu marah?"
"Gak!" jawab Lira ketus membuat Arfa menghela napas di sebrang sana.
"Jangan marah sweetheart, nanti abang beliin es krim deh kalau pulang dari kantor" rayu Arfa yang mau tak mau membuat Lira tertawa senang.
"Yaudah, Ara pulag sekarang deh abang"
"Oke, see you baby"
"See you too abang"
Klik,
Sambungan terputus.
"Siapa?" tanya Dafa to the point, karna jujur Dafa amat penasaran dengan siapa yang tadi menelpon Lira.
Kakaknya?, maybe. soalnya tadi Lira sempat memanggil si penelpon dengan panggilan 'abang'.
Atau pacar? Shit, eh kok Dafa jafi ngerasa kesel sih kalau mikir yang tadi nelpon Lira itu pacarnya?
"A--abang aku" kata Lira gugup membuat Dafa tak mamapu menahan senyum. Entah, rasanya lega mengetahui kalau yang tadi itu bukan pacar Lira.
"Kenapa katanya?" tanya Dafa pura-pura padahal tadi laki-laki itu jelas mendengarkan percakapan Lira di telepon.
"A--ku di suruh pulang"
"Oh, yaudah yuk gue anter pulang lagian udah sore"
Ucap Dafa yang dijawab Lira dengan anggukan.***
"Makasih, Daf. Mau mampir dulu?" ucap Lira ketika turun dari boncengan Dafa.
Dafa berpikir sebentar.
Boleh juga, pikirnya sambil menyeringai kecil.
Dengan semangat cowok itu menganguk membuat Lira mengerjapkan matanya kaget.
Eh?!, padahalkan Lira menawarkan Dafa mampir cuma basa-basi aja."Oh, yaudah yuk ma--suk" ajak gadis itu dengan kaku, berjalan memasuki rumahnya diikuti Dafa.
Rumah Lira cukup nyaman, pikir Dafa.
Mungkin rumahnya tidak sebesar rumah Dafa. Tapi entah kenapa ada rasa hangat yqng mengaliri dada laki-laki itu saat pertama kali melangkahkan kakinya ke dalam rumah Lira."Mau minum?" tanya Lira ketika mereka sudah duduk nyaman di sofa ruang tamu rumahnya.
"Boleh"
"Eh! Ayah-ibu lo mana ?" tanya Dafa membuat Lira mematung beberapa saat.
Ayah?
Ibu?
Dimana?
Untuk beberapa saat gadis bermata coklat itu terdiam dengan mata yang menerawang.
***
Jangan lupa vote and comment guys.
Makasih udah mau baca
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Girl
Teen FictionAlira bagaskara, gadis itu terlalu lugu untuk seorang Ardafa Baradewa, si bad boy sekolah yang terkenal dingin dan tak berperasaan. Ardafa jatuh hati pada kepolosan Lira. Dan Lira terlena dengan janji yang diucapkan Dafa kalau cowok itu akan selalu...