Jam yang terparkir manis diatas nakas sudah menunjukan pukultujuh sembilan malam lebih. Dan Lira masih tetap dengan posisinya seperti setengah jam yang lalu.
Menumpukan kepala diantara tumpukan-tumpukan buku yang baru saja ia pelajari.
Diluar, hujan turun dengan derasnya. Petir dari tadi sudah saling menyambar sesekali membuat Lira meringis dengan mata yang terpejam rapat, ia memang sedikit takut dengan suara petir.
Gadis itu menghela napas, Memasukan semua buku yang ia butuhkan untuk sekolah besok lalu bergabung dengan Arfa yang sudah terjatuh dengan posisi terlentang diatas tempat tidurnya.
Ia mengamati wajah kakaknya yang tampak lelah. Wajar saja, sepulang kuliah kakaknya sudah harus bekerja sebagai CEO di perusahaan peninggalan kedua orang tuanya.
Petir kembali menyambar, kali ini suaranya lebih memekakan dari yang sebelumnya membuat Lira langsung beringsut memeluk Arfa.
Laki-laki itu menggeliat kecil, lantas membalas pelukan Lira tak kalah erat.
"Udah selesai ngerjain tugasnya?" tanya Arfa dengan suara serak khas bangun tidur.
"Udah" cicit Lira ketakutan dalam dekapan Arfa.
"Masih takut petir, huh?" tanya cowok itu geli.
Lira hanya menganguk sambil mengeratkan pelukannya pada Arfa.Dengan sayang Arfa mengelus-ngelus rambut adiknya dengan lembut membuat Lira merasa nyaman. seperti biasanya, bahkan gadis itu seolah lupa dengan petir yang sekarang semakin terdengar menggelegar.
"Abang?" panggil gadis itu sambil menatap Arfa, cowok itu menaikan sebelah alisnya seolah bertanya 'apa?'.
"Makasih udah mau jagain ara, ngelindungi ara sampai sekarang"
Arfa terhenyak sebentar tapi detik kemudian ia terkekeh.
"Sama-sama. Itu kan kewajiban abang buat ngejagain adik abang yang paling cantik ini. Kamu harta abang, segalanya bagi abang" ucap Arfa membuat Lira tersenyum kecil.
"Abang bakal jagain ara terus kan?"
Arfa menghela napas, kerutan diwajahnya berubah menjadi senyuman kala cowok itu menatap Lira.
"Suatu saat, bakal ada orang yang lebih ngelindungi kamu dari abang" ucap Arfa penuh arti yang sayangnya tak dapat dimengerti oleh gadis kecilnya itu.
"Maksud abang?" tanya Lira dengan dahi mengkerut. Arfa tak menjawab, ia hanya tersenyum lalu bersandar pada sandaran ranjang membuat pelukan Lira sedikit melonggar.
"Mau dinyanyiin?" tanya Arfa seolah sengaja mengalihkan pembicaraan.
Lira menganguk antusias, gadis itu juga seolah lupa dengan apa yang ditanyakan tadi.
"Okey, ready my little girl?"
"Ai, captain!" seru Lira membuat keduanya terkekeh.
Dan malam itu, berakhirlah dengan Arfa yang menyanyikan sebuah lagu untuk Lira membuat gadis itu dengan cepat terlelap dalam pelukannya.
Arfa menyelimuti Lira sebatas leher lalu mencium kening gadis itu lama sebelum keluar dari ruangan yang didominasi oleh cat berwarna biru muda itu.
"Good night princess, abang sayang ara"
***
Bel istirahat sudah berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu. dan sejak itu pula Lira belum bergerak untuk keluar dari kelasnya.
Seperti Tasya yang sejak tadi sudah meminta izin kepada Lira untuk ke perpustakaan, tadi gadis berkacamata bulat itu sudah mengajak Lira tapi Sepertinya Lira sudah terlalu malas untuk sekedar melihat buku-buku yang berderet rapi didalam lemari.
Atau seperti Kevin yang sebelum bel istirahat sudah izin keluar kelas dengan alasan ke toilet karena kebelet. padahal Lira yakin 100% kalau Kevin pasti mabal ke kantin, terbukti kalau cowok berambut klimis itu belum kembali sampai sekarang.
Gadis bermata belo itu kini memutar pandangan, kelasnya memang akan sepi saat jam istirahat. Jadi wajar kalau sekarang hanya diisi oleh beberapa siswa yang sedang mager buat keluar kelas seperti Lira. Dan beberapa murid kutu buku yang memang dari kodratnya tidak pernah keluar kelas kecuali ke perpus.
Tiba-tiba pandangan Lira terkunci pada satu titik. Pada seorang cowok berambut coklat yang sedang tertidur dengan lelapnya di sudut kelas. Dengan menumpukan kepalanya diatas lipatan tangan membuat Lira tidak bisa melihat wajah cowok itu.
Tapi dia tahu siapa cowok yang akhir-akhir ini selalu mengganggu penglihatannya itu. seperti kemarin, Lira dengan bodohnya malah memandangi cowok yang sedang tertidur itu tanpa berkedip. Dan sialnya cowok itu menyadari kalau ada sepasang mata yang menatapnya dengan sedemikian intens. Saat cowok itu balik menatapnya, Lira dengan canggung langsung memalingkan wajahnya yang sudah dipastikan memerah.
Dan kejadian itu terulang lagi, namun kali ini Lira tidak memalingkan wajahnya seperti kemarin. Gadis itu malah terpaku menatap mata biru itu yang seolah menghipnotisnya.
Tapi beberapa detik kemudian ia seolah tersadar.
Astaga, please apa yang telah dilakukan Lira tadi?
Dengan sisa kesadaran yang dia punya akhirnya Lira memilih berlari keluar kelas. Meninggalkan seorang cowok di pojok sana yang malah terdiam dengan kedua alis terangkat.
***
Penjelasan pak Hendra, guru mata pelajaran Geografi itu masih terdengr sebelum cowok bermata biru itu menyumpalkan earphone kedalam telinganya.
Ia tak peduli, tidak memperhatikan guru sekali tidak akan membuatnya bodoh kan?, tapi masalahnya cowok itu sudah terlalu sering tidak mendengar penjelasan guru.
Boro-boro mendengar penjelasan guru, cowok itu malahan lebih sering bolos kalau tidak tidur dikelas sampai jam pelajaran selesai."Yasudah, kalau kalian sudah mengerti tolong kerjalan soal No.30 di Hal.27 uji kompetensi akhir dan kamu Lira kalau sudah selesai tolong kumpulkan di meja bapak. Terimakasih"
Suara pak Hendra kembali terdengar walau kali ini lebih samar.Sekali lagi ia tak peduli, kali ini biarkan ia tidur sepuasnya sebelum pulang kerumah, sebelum ia memulai semuanya lagi.
Dan ia terlelap.
***
Thanks buat kalian yang udah nyempetin baca cerita saya yang absurd ini.Makasih banget.
Dan jangan lupa buat vote dan commentnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Girl
Teen FictionAlira bagaskara, gadis itu terlalu lugu untuk seorang Ardafa Baradewa, si bad boy sekolah yang terkenal dingin dan tak berperasaan. Ardafa jatuh hati pada kepolosan Lira. Dan Lira terlena dengan janji yang diucapkan Dafa kalau cowok itu akan selalu...