"Abang, Ara kayaknya suka sama Dafa" lirih Lira. Gadis itu menunduk, baru setelah beberapa detik kemudian berani menatap Arfa yang saat itu juga tengah menatapnya.
"Kamu cinta sama Dafa?"
"Ara gak tahu abang, Ara cuma gak suka Dafa deket sama cewek lain padahal Dafa bukan siapa-siapa Ara. Ara suka kangen kalau Dafa gak masuk sekolah, Ara suka khawatir kalau Dafa kenapa-napa" Lira mencurahkan isi hatinya.
Arfa merasakan kepalanya yang tiba-tiba saja menjadi pening. Lira, adik kecilnya menyukai--ah ralat mencintai cowok berandalan? Otaknya berperang dengan hati nurani.
Bohong kalau Arfa gak marah, lebih tepatnya menyesal pada diri sendiri saat tahu Lira jatuh pada orang yang salah. Tapi rasa cinta adalah fitrah, Arfa tak bisa memaksakan kehendaknya.
Untuk itu biarkan takdir peran. Tuhan akan memberikan jawaban asal hambanya berani berserah.
"Abang gak suka yaa Ara suka sama Dafa?" Tanya Lira, wajahnya tampak murung.
Arfa menghembuskan napas, "kamu udah besar, harus bisa menentukan pilihanmu sendiri. Sekarang abang gak mau terus melarang kamun ini itu, abang mau hati nuranimu berperan. Pilih yang menerutmu benar, tinggalkan yang menurutmu salah. Karena yang harus kamu tahu adalah, setiap pilihan yang kamu ambil tentu ada konsekuensinya" ujar Arfa panjang lebar. Lira mendengarkanya dengan seksama dan tersenyum kecil.
"Abang?"
"Ya?"
"Ara gak nyangka abang bisa bijak juga" katanya sambil tertawa membuat Arfa berdecih.
Sialan
***
Dafa menghembuskan napasnya pelan, cowok berambut coklat itu menatap ponsel ditangannya menimang-nimang.
Tadinya, Dafa berencana untuk menghubungi Lira dan meluruskan semuanya. Tapi setelah melihat nama Lira terpampang di layar ponselnya Dafa mengurungkan niat.
"Eh, itu hp gak bakal beranak walau lo timang-timang juga" kata Kevin. Kebetulan cowok itu menginap ditumah Dafa malam ini, katanya takut Dafa bunuh diri karena diacuhkan Lira. Dan detik itu juga Dafa benar-benar menggeplak kepala kevin dengan keras, membuat cowok itu mengaduh.
Dafa hanya meliriknya sinis, "apaan sih, ikut campur aja"
"Yaa lagian lo kayak cewek, tinggal telpon apa susahnya sih" sungut Kevin, cowok itu memasukan segenggam popcorn kedalam mulutnya.
Dafa menjatuhkan kepalanya keatas bantal, ditatapnya lagi ponsel ditangan kemudian kembali menghela napas.
"Lira marah banget sama gue, Kev" lirihnya sendu.
Kevin meliriknya, "yaa lagian lo sih, plin-plan amat jadi cowok. Kalau cinta mah bilang aja kali jangan sok jual mahal."
"Bukan sok jual mahal Kev, tapi gue emang masih ragu sama perasaan gue sendiri. Takutnya malah kasih harapan palsu sama Lira"
"Alaah kebanyakan makan micin lo, udah kayak gini kan lo juga yang ribet. Lain kali lo ngundang maudy ayunda sonoh" ucapnya acuh.
"Maudi ayunda, buat apa?"
"Biar dinyanyiin, cinta datang terlambat" kata Kevin mencoba bernyanyi.
Dafa mendengus, lalu dengan gerakan tak terduga langsung mendial nomer Lira.
"Hallo" suara lembut gadis itu terdengar. Dafa semapat menahan napas selama beberapa detik.
"Li--lira" Dafa tergagap.
"Kenapa?" Detik kemudian suara Lira terdengar datar. Mungkin, gadis itu baru sadar siapa yang menelpon.
"Ra, ak--aku aku mau mau ngomong sesuatu sama kamu"
"Apa?"
Dafa diam. Cowok itu masih berusaha menetralkan detak jantungnya yang memburu.
"Kalau cuma diem, mending aku tutup telponnya" ucap Lira ketika Dafa lama terdiam. Gadis itu memang masih kesal dengan Dafa yang seenaknya memainkan perasaan.
"Ra, please. Kita perlu bicara" Dafa memohon. Si gadis disebrang sana memejamkan matanya sesaat, seolah menahan segala perasaan yang siap meledak dari dalam dada.
"Apa lagi yang perlu dibicarakan?"
"Tentang kita Ra, gue beneran aneh sama kita yang sekarang"
"Aneh? Sehatusnya kamu tanya sama diri kamu sendiri sebelum bilang gitu" Napas Lira memburu.
"Ra--"
"No! Listen to me. Sekarang terserah kamu mau bagaimana Dafa. Aku udah gak mau mendiskusikan apapun tentang kita. Cukup sampai disini karena aku benar-benar lelah berharap"
Ada jeda sesaat sebelum tangisa cewek itu terdengar."Lira hei, lo---lo kenapa?" Dafa gelagapan. Cowok itu bahkan menghiraukan Kevin yang tengah tertawa geli dibelakangnya.
"Hks... hkss kamu jahat" isakan Lira terdengar lagi. Dafa berjalan kearah balkon, " gue jahat apanya sih Ra?" Karena panik tanpa sadar suara Dafa naik satu oktaf.
"Tuh kan, kamu bentak aku. Hueeee Dafa jahat" tangisan Lira semakin keras. Dafa makin gelagapan. Cowok yang biasanya terlihat tenang itu kini benar-benar menampakan ekspresi bodohnya yang menggemaskan. *eh
"Eh, iya maaf gue refleks. Lo kenapa sih, datang bulan? Kok sensi banget." Dafa melembutkan suaranya.
Disebrang sana pipi Lira memerah, bahkan sampai merambat ketelinga.
Tadi sore Lira memang baru sadar kalau ia datang bulan. Gadis itu langsung menyadari kalau moodnya yang aneh akhir-akhir ini gara-gara itu.
"Eh!"
"Udah, jangan nangis lagi yaa. Gue gak suka denger lo nangis, kalau gue salah gue minta maaf."
Suara Dafa masih terdengar lembut."I--ya" jawab Lira tergagap.
"Sekarang lo tidur, kita omongin tentang ini besok."
"I--iya" lagi-lagi Lira mengiyakan.
"Good night Lira. Have a nice dream. Love you" setelah mengatakan itu Dafa dengan cepat memutuskan sambungan. Cowok itu memejamkan mata menikmati jantungnya yang berdebar dengan kencang.
"Yaelah, cuma di telpon aja udah gugup apalagi didepan doi langsung" kata Kevin yang tiba-tiba saja sudah berada tepat disebelahnya. Menertawakan ekspresi Dafa.
Dafa mendengus.
Ah, apa kabar dengan Lira?
***
Aku tahu ini beneran ngaret. Dan kalian juga mungkin udah bosen denger kata maaf ku, tapi satu pintaku jangan bosen sama cerita mas Dafa dan ade Lira yaaa.
Apalah dayaku tanpa mereka berdua😂
Btw aku ada rencana ganti judul. Ada saran? Comment dibawah yaaw
Sorry for typo. Next part bakal ada scane romantisnya yuhuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Girl
Teen FictionAlira bagaskara, gadis itu terlalu lugu untuk seorang Ardafa Baradewa, si bad boy sekolah yang terkenal dingin dan tak berperasaan. Ardafa jatuh hati pada kepolosan Lira. Dan Lira terlena dengan janji yang diucapkan Dafa kalau cowok itu akan selalu...