11.

5.3K 212 2
                                    

      "Lo nungguin jemputan, Ra?"

Lira yang saat itu sedang melamun terlonjak kaget lalu menoleh dengan waspada kepada Dafa yang menaikan alisnya bingung.

"Dafa!! Kamu ngagetin aku aja" pekiknya kesal, Dafa terkekeh pelan.

"Lagian lo sih, ngelamun mulu"
Ucap Dafa lalu ikut duduk di sebelah Lira, membuat gadis itu menggeser posisi duduknya dengan kesal.

"Sanaan dikit dong, Ra. Lo pelit banget sih" keluh Dafa.
Dengan terpaksa Lira kembali menggeser tempat duduknya, membuat Dafa tersenyum puas bercampur senyum kemenangan.

"Abang lo belum jemput?"  tanya Dafa sambil menatap Lira yang sedang menatap layar ponselnya dengan bibir dimajukan.

"Hmmm" Lira bergumam kecil.

"Lo marah, yang?"
Tanya Dafa.

"Gak" jawab Lira singkat.

Eh, tunggu.

Tadi Dafa bilang apa?

Yang?

Saat itu juga Lira langsung menoleh, menatap cowok bermata biru itu dengan horror.

"Hah? Apa tadi kamu bilang?"

"Yang mana?" tanya Dafa polos membuat Lira menahan keinginan untuk menggeplak dahi cowok itu yang sedikit berketingat.

"Yang tadiiii" kata Lira gemas.

"Oh, yang rambut berkilau itu?" canda Dafa membuat Lira harus lebih mengelus dada.

"Dafa, please aku gak--"

"Okey. Iya tadi gue panggil yang, tapi emang salah? Gue kan sayang sama lo"

Please Dafa bisa gak sih sekali aja jangan buat aku suka sama kamu?

Lira hanya mendengus pelan, seolah menutupi kegugupan sekaligus wajahnya yang memerah seperti tomat.

Ting.

Sebuah pesan masuk ke handponr Lira membuat keduanya sama-sama menoleh.

From: Abangku.

Ara, maafin abang yah, abang gak bisa jemput kamu soalnya ada meeting mendadak dan abang harus ke belanda sekarang juga. Kamu baik-baik aja dirumah,

Abang gak lama,  besok lusa juga pulang.

Pesan panjang lebar itu benar-benar membuat Lira melongo setengah mati.

Astaga, Arfa kebelanda?

Dan abang tersayangnya itu baru memberitahunya sekarang?

Lelucon apa ini?

"Siapa?"
Dafa menaikan alis.

"Abangku" jawab Lira singkat dengan wajah yang menunduk.

"Gak bisa jemput?"

"Iya, bukan cuma itu aja. Abang bahkan mau ke belanda dan baru bisa pulang besok lusa" kata Lira sedih membuat Dafa diam-diam tersenyum kecil.

"Yaudah, kalau gitu lo gue anter pulang aja" putus Dafa, mendengar itu mata Lira jadi berbinar.

"Beneran?"

"Heem, tapi kita malan dulu yah, laper nih gue" kata Dafa sambil menepuk perutnya yang kebetulan berbunyi dengan nyaring.

Mendengar itu Lira terbahak, dan Dafa tercengir lebar.

Entahlah, karena dengan Dafa Lira merasa jadi sangat bebas.

Lira bisa menjadi dirinya sendiri tanpa khawatir untuk mengecewakan Arfa.

Karena Lira yakin Dafa yang akan selalu ada untuknya.

                           ***
     "Ra, kenapa indonesia gak maju-maju?" celetuk Dafa tiba-tiba saat mereka tengah menikmati dessert di sebuah Cafe yang tidak terlau jauh dari sekolah Lira.

Ditanya seperti itu sotak membuat Lira mengerutkan alis bingung.

"Kenapa indonesia gak maju?"

"Heem kenapa coba?"
Dafa menyeruput coffe late nya kilas."jangan-jangan karena gue nakal yah?" lanjutnya sambil mengelus dagu seolah berpikir keras.

Lira terkekeh pelan, " bisa jadi sih Daf, tapi menurut aku Indonesia gak maju itu karena kurangnya menghargai pendidikan. Disaat luar negeri memberi 30% anggarannya untuk pendidikan, pejabat Indonesia malah menggunakannya untuk korupsi"

"Banyak dari mereka yang sekolah tapi sedikit yang berpendidikan. Kita sekolah itu bukan hanya dituntut untuk pintar, tapi juga jujur dan bertanggung jawab" lanjut Lira lalu menatap Dafa yang tersenyum misterius lalu mengacak rambut gadis itu kilas.

"Lo cocok, Ra. Jadi pengamat politik tapi sayangnya gue gak bakal ngijinin" ucap Dafa sambil tersenyum simpul.

Lira menaikan alis, bingung "gak ngijinin?, kenapa?"

"Gue mau kalau istri gue tuh dirumah aja, gak perlu kerja cukup gue aja yang kerja"
Mendengar itu pipi Lira memerah, Dafa emang dingin, cuek dan nakal tapi semua kesan itu akan luntur kalau Dafa sedang bersama Lira.

"Daf, emang siapa yang mau jadi istri kamu?" Tanya Lira jail,

"Ya lo lah, emang siapa lagi?"

"Emangnya aku mau jadi istri kamu?"

"Gak mau juga bakal gue paksa" kata Dafa asal sambil menyeruput coffe latenya hingga habis.

Lira hanya tersenyum kecil.

"Pulang yuk?" ajak Dafa sambil melirik Lira yang sedang menyuapkan potongan terakhir kue kedalam mulutnya.

Lira hanya menganguk, setelah itu mereka keluar cafe setelah Dafa membayar makanan mereka.

Tapi saat itu langkah Dafa mendadak terhenti. Tatapannya terpokus pada satu titik,

Pada seorang pria paruh baya yang sedang menggandeng wanita muda dengan pakaian ketat dengan mesra.

Mereka baru saja keluar dari restoran mewah dan sekarang ingin menaiki mobil.

Melihat itu Dafa tertawa miris.

"Kamu kenal mereka siapa, Daf?" tanya Lira sambil ikut menatap apa yang ditatap Dafa.

"Iya, itu ayah sama nyokap tiri gue"

Dan dengan itu tawa yang mereka ciptakan tadi benar-benar lenyap.

                          ***

Don't forget vomment guys.

My Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang