24

3.9K 146 0
                                    

Lira mensejajarkan langkahnya dengan Adlan, gadis itu sedikit mengeluh karena Adlan berjalan terlalu cepat.

Menyadari itu Adlan lantas memberhentikan langkahnya, membuat Lira dengan tidak sengaja membentur punggung lelaki itu yang terasa keras.

"Aduh..." Lira mengaduh. Adlan langsung menoleh dan tertawa.

"Eh, sorry Ra. Sakit yaa?"

Lira memajukan bibirnya, "iya, sakit. Kak Adlan sih" katanya cemberut.

Adlan gemas, cowok itu mengacak rambut Lira membuat Lira semakin merengut. "Kak Adlan, jangan berantakin rambut aku dong"

Adlan menaikan alis, "kenapa? Cantik kok Ra" katanya sambil tersenyum. Lira tersipu, dengan kaku gadis itu menyelipkan helaian rambut kebelakang telinga.

"Kak Adlan, jangan godain Lira terus ih" ucap Lira dengan nada manja. Matanya menatap sebal kearah Adlan yang malah terkekeh.

"Eh, siapa juga yang godain. Kak Adlan engga tuh" elak Adlan sambil menggulum senyum. Lira memalingkan wajahnya malu.

Adlan tertawa pelan, lalu menggenggam tangan Lira. "Ayo kita berangkat sekarang, nanti keburu sore" katanya tanpa menyadari perubahan wajah Lira yang memerah dengan tatapan mengarah pada tangan mereka yang saling bertaut.

Mereka berjalan mengusuri koridor dengan diam. Adlan tersenyum kecil, sementara Lira berusaha menormalkan degup jantungnya yang seakan ingin lepas.

"Ra..." panggil Adlan. Lira menoleh dengan gerakan slow motio. Rambut panjangnya sedikit tertiup angin membuat Adlan sempat terpaku beberapa saat.

Lira cantik. Gumamnya dalam hati dan lagi-lagi tersenyum.

Jadi, seberapa besar sih efek gadis lugu ini untuk seorang Adlan? Kenapa bisa memmbuat Adlan semabuk ini?

"Gue suka sama lo" katanya.

Lalu hening.

Adlan bahkan tidak tahu kenapa kata itu keluar begitu saja dari bibirnya.

Dan Lira malah tertegun dengan jantung yang nyaris berhenti berdetak.

Lalu tiba-tiba saja seutas senyum terbit dibibir keduanya.

Tanpa menyadari ada sosok bertubuh jangkung yang tengah menggertakan giginya marah di belakang mereka.

Dafa.

***

"Hai mam," Dafa tersenyum sendu.

Tubunya yang tinggi tegap duduk jongkok disebelah kuburan yang nampak tak terawat.

"Udah lama banget yaa Dafa gak kesini, terakhir kali Dafa kesini tahun lalu. Sama Oma,sama Dila juga" nada suara Dafa melemah di kalimat terakhir.

"Maafin Dafa ya ma, Dafa jarang jenguk Mama kesini" kata Dafa, dengan inisiatif mencabuti rerumputan yang tumbuh liar di makam ibunya.

"Ma, Dafa harap Mama bahagian diatas sana. Dafa harap Mama gak kesakitan lagi"

"Maafin Dafa belum bisa banggain Mama, belum bisa ngebuktiin sama Papa kalau Dafa bukan anak yang gak tahu diuntung" kata Dafa.

"Ma, kenapa sih Dafa selalu jadi sosok yang ditinggalkan? Apa salah Dafa Ma, kenapa Dafa selalu sendirian? Dafa capek ma, Dafa capek pura-pura kuat. Karenya nyatanya Dafa gak sekuat yang Mama kira" ucap Dafa pilu. Tak ada yang menjawab, hati Dafa lembali merasakan sakit yang tak terkira.

"Dafa kangen Mama" lirihnya selembut sentuhan angin.

Saat itu Dafa bukan hanya mendapati dirinya berada dalam kesendirian, tapi matanya juga yang terasa basah.

Hingga satu suara yang membuat Dafa nyaris tertawa sumbang.

"Siapa bilang lo sendiri Daf? Gue disini, buat lo"

Bukannya itu adalah lelucon paling lucu, Ketika seseorang yang pernah meninggalkan dengan begitu tega bertanya jalan untuk kembali?

***

"Wow." Ungkap Lira kehabisan kata ketika melihat pemandangan menakjubkan dari  sebuah atap gedung tak terpakai.

Dari sini, seluruh pemandangan kota terlihat. Dari beberapa gedung pencakar langit yang sama-sama menjulang, pabrik-pabrik yang cerobongnya mengeluarkan asap hingga keramaian kota yang hanya terdengar samar.

Ini luar biasa. Gadis itu menoleh pada Adlan yang sudah mulai membidikan kameranya ke segala sudut yang dianggapnya menarik.

"Kak,"

"Hem." Sahut Adlan tanpa menoleh. Cowok itu tengah sibuk membidikan kameranya kearah matahari yang mulai tenggelam diantara bangunan-bangunan kokoh di ujung jalan.

"Thanks, udah ajak Lira kesini" kata Lira, gadis itu menatap Adlan yang langsung tersenyum. Membiarkan kameranya menggantung dileher, cowok itu berbalik menatap Lira.

"Gak masalah, kak Adlan juga seneng ajak cewek cantik kesini" godanya jail, pipi Lira memerah.

"Don't tease me, kak"

"Kenapa?"

"Lira malu" cicit Lira. Gadis itu memalingkan wajah. Rambutnya yang kecoklatan ditimpa sinar matahari yang berangsur-angsur tenggelam, membuatnya nyatis seperti dewi kecantikan yang baru turun dari kayangan.

Dan Adlan tidak bodoh untuk tidak melewatkan pemandangan indah yang satu itu.

Ckrek...

***

"Sorry kak, saya kesini mau ketemu Lira" ucap Dafa. Jujur, ia gugup setengah mati ketika Arfa menayapnya dengan tajam dari atas hingga bawah.

"Mau ngapain?" Tanyanya datar. Masih belum ikhlas kalau adik kesayangannya berteman dengan cowok berandalan model Dafa.

"Ada urusan kak"

Arfa menghembuskan napas, "Lira-nya belum pulang, tadi sih izin eskul bareng Adlan. Tahu Adlan kan?"

Dafa menganguk. Sedikit kesal juga sih kenapa Arfa mengizinkan Lira bersama Adlan.

Selama beberapa saat mereka terdiam hingga Arfa memecahkan hening diantara mereka. "Lira mungkin masih lama pulangnya. Mau masuk atau tinggu disini?" Cowok itu menatap jam tangannya yang sudah menunjukan pukul setengah enam.

Khawatir juga sih ada Lira. Adik kecilnya itu tak pernah kekuar rumah sampai sesore ini. Tapi karena dengan Adlan, Arfa bisa sedikit lebih tenang.

"Saya tunggu disini aja, kak"

"Oke, kalau gitu saya kedalam dulu" pamit Arfa. Dafa hanya menganguk, menatap handponenya dengan helaan napas pelan.

Pesan yang dikirimnya pada Lira sejak satu jam yang lalu bahkan belum mendapat balasan. Membuat Dafa cemas.

Setengah jam kemudian Lira baru pulang. Gadis itu turun dari mobil Adlan dan mengucapkan terimakasih, detik kemudian mobil Adlan berlalu.

Dafa menatapnya tajam. Hatinya terasa panas, "udah selesai kencannya?" Tanya Dafa sinis.

Lira terkejut bukan main, "Da--fa?"

***

Sorry jarang update wkwk
Baru sekarang ada waktu soalnya.

Pokoknya thanks buat baca, jan lupa vote and comment yawww❤

My Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang