Jam tiga lewat dua puluh lima menit, Dafa mengantar Lira pulang kerumah.
"Dafa, mau mampir?" Tawar Lira. Gadis itu tidak berani menatap Dafa karena malu, sepanjang jalan pulangnya tadi Dafa terus saja menggodanya membuat wajah Lira memerah.
Dafa tersenyum geli, "gausah. Kamu masuk gih" katanya sambil mengusap rambut Lira lembut. Lira mendongak, "kamu duluan aja. Aku mau lihat kamu pulang" katanya dengan tatapan polos.
Dafa tertawa, "emang kenapa sih? Mending kamu masuk. Aku mau mastiin kamu masuk kedalam dengan selamat, aku gak mau pacarku kenapa-napa"
Blush
Wajah Lira memerah sampai ketelinga. Yatuhan, Ardafa Baradewa memang tak bosan membuat jantung Lira berdebar dengan keras.
Gadis itu kembali menunduk, "yaudah. Aku masuk yaa..."
Ada jeda beberapa saat sebelum Lira melanjutkan ucapannya. Membuat Dafa menerka-nerka, Lira hanya perlu menyebut namanya kan?
"Ya?" Dafa membeo. Tapi ucapan Lira selanjutnya membuat Dafa tak bisa menahan senyum bahagianya.
"Sayang" lanjutnya dengan suara pelan. Setelah itu, Lira berlari meninggalkan Dafa yang mematung.
Cowok itu lalu tertawa pelan menatap Lira yang saat itu langsuung berlari cepat memasuki rumah. Kemudian menjalankan motor dengan senyum yang tak lepas dibibir.
Ah, spertinya ia akan tidur nyenyak malam ini.
***
Lira memasuki rumah dengan jantung yang berdegup kencang, pipinya memerah dan rasanya tubuhnya lemas.
Gadis itu sudah siap menaiki tangga saat suara Arfa mengistrupsi dari ruang keluarga.
"Darimana Ra?"
Lira menoleh, ia berdiri dengan kikuk menatap kakaknya yang tengah bersidekap dada.
"Anu bang--"
"Abang tanya habis darimana bukan anu" potong Arfa cepat. Lira mendengus, gadis itu mencebikkan bibirnya kesal.
"Ishh abang ini, Ara kan belum selesai ngomong udah dipotong aja" kata Lira. Arfa menaikan alis, menghampiri adiknya dengan tatapan tajam.
"Bu Rosa bilang kamu gak masuk Lira" ktanya dengan desisan tajam.
Lira menunduk, abangnya itu orang yang penyayang dan lebih banyak bercanda jadi ketika sekalinya marah wajar bila Lira ketakutan.
"Gurunya, gurunya rapat bang jadi Ara--"
"Itu bukan alasan buat kamu bolos" sanggah Arfa cepat. Ia begitu marah saat mendapaat informasi kalau Lira tak masuk sekolah. Guru-guru memang rapat tapi absen tetap berjalan. Begitu kata Rosa tadi.
"Maaf" lira semakin menunduk, air mata mengenang di pelupuk matanya yang langsung ditepisnya cepat. Dari dulu, ia tak pernay sekalipun membolos, ketidak hadirannya disekolah bahkan bisa dihitung dengan jari. Itupun selalu dengan alasan yang jelas.
Arfa menghela napas, tak tahukah Lira kalau Arfa begitu menghawatirkannya tadi? Arfa bahkan tidak konsentrasi kuliah memikirkan adiknya yang satu itu.
Tapi memarahi Lira bukan keputusan yang tepat, adik kecilnya itu begitu sensitif hingga membuat Arfa takut jiga Lira akan bersedih.
"Yaudah, sekarang kamu ganti baju terus makan. Lain kali jangann kayak gitu lagi"
Lira menganguk cepat. "Iya abang, Lira janji gak akan bolos lagi" katanya lalu menaiki tangga menuju kamarnya yang berada dilantai atas.
Arfa sedikit menarik sudut bibirnya keatas.
Tadi, ia melihat Lira diantar oleh Dafa. Lelaki berandal yang menemuinya beberapa saat yang lalu.
Meskipun ia tak menyukainya tapi bukan berarti ia akan melarang Lira berdekatan dengan Dafa.
Dulu memang begitu, tapi saat melihat ekspresi Lira yang tampak bahagia apa bisa Arfa menolak?
Lira adalah hidupnya, kebahagiaan Lira adalah satu-satunya yang Arfa perjuangkan saat ini. Untuk itu, sedikit demi sedikit Arfa berusaha menekan rasa egoisnya.
***
Lira menghempaskan tubuhnya asal ke tempat tidur. Ia sudah berganti pakaian, dan sekarang tengah memeluk gulingnya dengan ekspresi bahagia.
Apa ini mimpi? Lira membatin.
Gadis itu mencubit pipinya dan merasakan sakit, oh ternyata bukan mimpi. Ia kembali tersenyum.
Ardafa Baradewa, Lira mengeja nama itu dalam hati. Sejak pertama kali menatapnya Lira merasakan dorongan kuat untuk mendekat.
Ternyata Dafa tidak seburuk yang lira kira apalagi ketika ia merasakannya sendiri bagaimana kehangatan lellaki itu. Perhatiannya, kasih sayangnya. Baginya Dafa sudah lebih dari cukup untuk menyempurnakan hidup seorang Alira Bagaskara.
Ting...
Handpone Lira berbunyi keras.
Lira menggapainya dari atas nakas.
Dafa: kamu lagi ngapain?
Lira menggulum senyum.
Lira: lagi tiduran ini, km?
Dafa: kalau lagi mikirin kamu gimana?😘
Lira menggigit jari-jari kukunya sedikit kuat. Tiba-tiba merasa gemas dengan sosok pacarnya itu.
Dafa: eh, jangan gigit jari nanti sakit
Katanya seolah mengetahui reaksi Lira. Lira melotot, kenapa Dafa bisa tahu? Jangan-jangan?
Lira: kok?
Dafa: yaa tahu lah sayang, kamu kan baperan wkwk
Lira berdecih, tapi membenarkan dalam hati. Memangnya siapa sih yang dapaat menolak pesona seorang Ardafa Baradewa?
Dafa memang berandal, tapi Lira yakin santero siswi SMA 21 tidak akan ada yang menolak bila disandingkan dengan cowok yang satu itu.
Dafa: udah malem, kamu tidur yaa sayaang. Jangan begadang, besok aku jemput kesekolah. Love you❤
Lama-lama Lira bisa terkena diabetes.
***
Terimakasih buat yang masih setia menunggu kelanjutan cerita ini. Aku tak tahu mau bilang apa:"
Jangan lupa vote dan comment yaa:)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Baby Girl
Teen FictionAlira bagaskara, gadis itu terlalu lugu untuk seorang Ardafa Baradewa, si bad boy sekolah yang terkenal dingin dan tak berperasaan. Ardafa jatuh hati pada kepolosan Lira. Dan Lira terlena dengan janji yang diucapkan Dafa kalau cowok itu akan selalu...