☔Kelas 1: Awal dan Permulaan

1.9K 100 10
                                    

Hari pertama masuk sekolah.

Shila kelihatan gugup saat masuk di SMA favorit di kotanya itu. Teman karibnya di SMP dulu nggak keterima di sini. Jadilah dia merasa sendirian. Di pandanginya spanduk di pintu gerbang sekolah.

"Selamat Datang Siswa Baru Tahun pelajaran 1998/1999 SMA Harapan Bangsa"

Tiba-tiba perutnya terasa mulas. Dipandanginya muka-muka yang tersenyum dan tertawa bahagia di sekelilingnya itu. Duh ... tak satu pun yang dia kenal. Teman satu kelas nya dulu di SMP hanya 3 orang yang diterima disini. Yang lainnya memilih sekolah ke luar kota atau diterima di SMA lain. Ada 3 SMA negeri di kotanya, satu SMA swasta milik yayasan Muhammadiyah dan satu lagi, SMA swasta milik yayasan BUMN terbesar di Kota Cilacap . Lumayan banyak pilihan memang. Dan Papa memilih memasukkan Shila ke Harapan Bangsa, supaya Shila lebih disiplin. Ditambah lagi, ini adalah tahun ketiga SMA Harapan Bangsa berjalan. Masih ada diskon dari perusahaan tempat Papa bekerja, jika anaknya masuk sekolah di HB. Hhh, Papa tidak membiarkannya memilih. Masuk HB atau sekolah ke tempat nenek di Ciamis. Iyuwhh! Tempat nenek itu masih kampung dan tidak ada kamar mandi di dalam rumah. Shila mengalah, dia memilih masuk HB. Nggak masalah, toh seragamnya bagus!

Shila berjalan memasuki aula sekolah. Tepatnya bukan aula. Hanya beberapa ruang kelas yang di buka sekat pembatas antar ruangnya sehingga menjadi satu ruangan yang luas yang biasa di pakai untuk melaksanakan acara penerimaan siswa baru atau penataran P4. Dia berkeliling ruangan mencari-cari bangku yang bertulisan nomor absennya.

"Kelas 1-3," gumamnya, "Ahh itu dia."

Dicarinya kursi no 7. Lalu dia mengempaskan diri di kursi kayu itu. Shila memandang berkeliling. Dilihatnya beberapa wajah yang dia kenal. Ada teman SMP yang beda kelas, ada tetangganya satu komplek ada juga teman SD nya dulu. Hhmm ..., banyak juga teman yang kukenal, pikirnya. Semoga salah satunya ada yang sekelas denganku.

Menjelang pukul 7, ruangan aula mulai penuh. Bangku-bangku kosong mulai terisi. Shila duduk paling tepi di dekat gang. Satu deret berisi 3 bangku. Dua bangku di sebelah kanannya cewek dan dia sudah berkenalan juga mengobrol dengan keduanya. Bangku di belakangnya tiga orang cowok. Tepat di depannya juga cowok dan dua bangku di sebelah cowok tersebut perempuan. Shila belum berkenalan dengan mereka semua. Masih banyak waktu, pikirnya. Toh, mereka akan satu kelas nantinya.

Tepat jam 7 acara di mulai. Sambutan demi sambutan mengalir dengan membosankan dan di akhiri dengan test tentang UUD 45. Ketika sedang asyik mengerjakan soal, cowok di depannya menoleh ke belakang.

"Pssttt, ada penghapus ?" tanyanya. Hanya sebagian wajahnya yang terlihat. Shila pun memberikan penghapus miliknya. Tetapi sampai bel istirahat berbunyi, cowok itu belum mengembalikan penghapusnya. Ketika para guru mengumpulkan lembar jawaban dan murid dipersilakan keluar ruangan untuk istirahat cowok di depannya membalikkan badan dan mengembalikan penghapusnya.

"Makasih, ya," katanya sopan. Shila memandangnya dan tertegun sejenak. Cowok itu ganteng banget! Mirip aktor ibukota dengan gaya rambut belah tengah!

"Eh, ya, sama-sama," jawab Shila gugup.

"O,ya kita belum kenalan. Aku Adhit, " katanya mengulurkan tangan.

"Shila," jawabnya sambil menjabat tangan Adhit cepat-cepat. Duh, bakal nggak cuci tangan, nih di pegang cowok ganteng, pikir Shila.

"Shila? Kok, huruf S duduknya di sini?" tanya Adhit.

"Namaku Asyifa Deshila. Biasa dipanggil Shila."

"Ohh ..., ok. Salam kenal Shila. Aku istirahat dulu, ya?" jawab Adhit sambil berlalu. Shila pun mengangguk.

"Cieee ...yang disalamin cowok ganteng," ledek Atik teman di sebelahnya. Shila hanya nyengir. Yang jelas mulai sekarang penataran P4 bakalan nggak ngebosenin lagi. Dan sekolah pun jadi lebih bersemangat.

Rain to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang