⛈️Kelas 3 : CINTA TAK PERNAH KALAH

379 36 2
                                    


"Siapa dia?" tanya Shila ketika seorang gadis pergi meninggalkan Adhit malu-malu.

Nampak jelas jika gadis berwajah imut dengan potongan tubuh yang mungil itu sangat mengagumi Adhit. Matanya berbinar bahagia selama Adhit berbicara padanya. Dia pasti salah satu penggemar Adhit. Kemungkinannya adik kelas, karena Shila baru melihatnya kali ini.

"Donna? Dia tetanggaku. Anak kelas dua."

"Oh, ya? Kok aku baru kali ini ngeliat dia, ya? Kamu juga nggak pernah cerita punya tetangga seimut Shirley Temple." Suara Shila sedikit ketus, membuat Adhit mengerutkan kening karena heran.

Seharusnya Shila tidak perlu cemburu lagi. Adhit sudah membuktikan banyak hal untuk membuat Shila tetap di sisinya.

"Masa, sih kamu cemburu, Cil? Atau jangan-jangan kepercayaan dirimu mulai luntur?"

Pertanyaan Adhit cukup beralasan. Seminggu setelah penampilan Shila yang dramatis dan fantastis dengan rambut barunya yang membuat dia telihat makin eksotis dan manis, dia kehujanan hingga seluruh tubuhnya basah kuyup seperti rendaman cucian sebelum diperas. Mirisnya, rambut fenomenal Shila kembali ke bentuk awal, ikal dan kali ini sedikit mengembang karena rupanya proses keriting papan telah menghilangkan sebagian besar kelembapan rambutnya. Shila masih Shila yang manis, tapi tidak fantastis lagi. Adhit masih tetap cinta dan perhatian pada Shila. Tapi di dasar hatinya yang seperti palung, Shila kecewa. Perlahan rasa tidak percaya dirinya mulai menyembul ke permukaan.

"Nggak, kok. Ngapain cemburu," jawab Shila sambil berlalu meninggalkan Adhit.

Sebentar lagi jam istirahat kedua habis. Tapi hatinya lumayan kesal gara-gara cewek bernama Donna yang memandangi Adhit dengan begitu terpesona. Seharusnya itu hal yang biasa, tapi lonceng di kepalanya memberi peringatan. Cewek ini bukan cewek biasa. Ada sesuatu pada dirinya yang membuat Shila merasa tidak enak hati.

Langkah kakinya membawa Shila ke kebun di belakang perpustakaan. Kebun milik Klub Menanam. Dia sering merasa ini adalah kebun pribadi miliknya. Berada di tengah-tengah tanaman membuat perasaannya cepat membaik. Melihat warna-warni bunga dan hijaunya dedaunan adalah terapi yang paling manjur untuk mengatasi kekesalan hatinya. Tapi lain cerita, jika di kebun yang seharusnya sepi, ada seseorang yang sedang berbuat nakal.

"Hei! Kamu! Ngapain di situ!" Shila meneriaki seseorang yang sedang mencoba memetik mawar floribunda yang dia tanam.

Cowok bertubuh gempal itu menoleh. Shila mengenalinya. Dia Ervan, anak basket saingan Feri. Baru-baru ini dia terpilih menjadi ketua tim basket cowok menggantikan Feri. Padahal sekarang dia sudah kelas tiga, seharusnya sudah terlepas dari semua kegiatan ekstra kurikuler. Sama seperti Adhit yang sebentar lagi harus meletakkan jabatannya sebagai Ketua OSIS. Pada pertandingan basket se-Kabupaten, yang diikuti sekolah umum, swasta dan juga klub-klub basket, Ervan menjadi pahlawan bagi SMA Harapan Bangsa. Dia menjadi penyumbang skor terbanyak bagi sekolah mereka.

"Ervan? Kamu kenapa metikin bunga di sini? Kan udah ada tulisannya. 'Dilarang memetik dan merusak tanaman!' Nggak bisa baca apa?" tanya Shila ketus sambil menyodorkan sapu tangan handuk bergambar Hello Kitty miliknya. Jari Ervan berdarah tertusuk duri mawar.

"Kamu ngagetin aja, Sil. Jadi ketusuk, kan jariku."

"Sana pergi ke UKS biar dikasih hansaplast lukanya. Lagian iseng banget metikin bunga. Buat apaan, sih?"

"Yaelah, Sil. Dari pada layu dan jadi sampah mending dipetik terus dikasihin cewek cakep. Kayak kamu misalnya," jawabnya sambil berusaha mencolek dagu Shila.

Shila memandang jijik pada Ervan. Baginya, cowok gempal berkulit putih dengan bokong montok ini sangat menyebalkan. Peduli amat dengan prestasinya di basket. Popularitasnya yang nggak seberapa itu dia pakai untuk merayu cewek-cewek culun di sekolahnya. Dan bunga mawar yang dia tanam dengan susah payah jadi sarana untuk mendapatkan cewek-cewek itu.

Rain to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang