⛈️ Kelas 3 : Setelah Kehujanan ...

331 29 0
                                    

Di tengah hujan yang terus mengguyur, Adhit melarikan motornya dengan Shila membonceng di belakangnya. Dia tadi sudah minta agar Fadhil pulang jalan kaki dan memberi tahu Mama Shila bahwa Adhit akan membawa Shila jalan-jalan dulu. Fadhil sedikit kecewa karena tidak bisa gaya-gayaan lagi dengan motor Adhit. Tapi Adhit memberinya sejumlah uang sebagai ucapan terima kasih karena sudah menjaga motornya dengan baik. Melihat jumlah uang di tangannya, rasa kecewa Fadhil meruap begitu saja.

Hujan terus turun. Shila masih menangis. Tangannya melingkar erat di pinggang Adhit. Kepalanya rebah di punggung Adhit. Hujan yang dingin terasa hangat. Perlahan-lahan perasaan Shila mulai membaik. Bersamaan dengan redanya kesal dan amarah di hati Shila, tetesan-tetesan hujan pun mulai meninggalkan bumi. Adhit mengelus tangan Shila yang melingkar dipinggangnya. Desahan panjang membalas elusan itu.

Awalnya Adhit memacu motornya tanpa arah tujuan. Namun ketika dia merasakan tangan Shila mulai dingin, dia pun mengarahkan motornya ke perumahan tempat dia tinggal.

"Kenapa kita ke rumahmu?" tanya Shila begitu motor Adhit memasuki garasi rumahnya.

"Bajumu basah. Kalau kita terus motoran dengan baju basah, aku khawatir kamu masuk angin." Dia mengajak Shila masuk ke dalam rumah.

"Tapi mamamu? Aku malu ketemu mamamu dengan kondisi seperti ini."

"Hari ini Mama tidak di rumah sampai sore. Dia ada kegiatan bakti sosial di Kampung Laut."

Shila menggangguk-angguk tanda mengerti. Kedua tangannya memeluk tubuhnya yang mulai menggigil.

"Tunggu di kamarku, ya. Aku akan cari handuk kering dulu untukmu."

Adhit membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan Shila masuk. Meskipun sudah sering berkunjung ke rumah Adhit, tapi baru kali ini dia memasuki kamar pacarnya itu. Aroma dan kehangatan Adhit langsung menyergapnya begitu dia melangkahkan kaki ke dalam kamar.

Untuk ukuran cowok, kamar Adhit sangat rapi. Semua teratur pada tempatnya. Tempat tidur ukuran Queen terletak menyudut di satu sisi. Meja kecil dengan tumpukan buku-buku dan lampu baca terletak di sampingnya. Ada lemari dinding yang besar berseberangan dengan tempat tidur. Pasti itu berisi pakaiannya. Cermin panjang seukuran tubuh terletak di sebelah lemari. Ada lemari dinding kecil di sisi cermin tempat segala peralatan perang Adhit diletakkan. Dan terakhir, meja tulis besar dengan rak buku di atasnya.

Shila mengambil salah satu bingkai kecil berisi fotonya di meja tulis itu. Masih ada beberapa bingkai dengan berbagai ukuran di meja itu. Semuanya berisi foto Shila.

"Tidak ada foto kita berdua, ya, Dhit?" tanyanya ketika Adhit memasuki kamar dan memberikan handuk kering padanya.

"Mmhhh. Ya. Kita memang tidak pernah foto berdua."

"Kita harus punya satu, Dhit. Kapan-kapan kita buat, ya."

"Sekarang juga bisa, kameraku ada filmnya, kok."

"Aku mengeringkan badan dulu. Kamar mandi di mana?"

"Di sini," tunjuk Adhit pada pintu kecil di depan kamarnya.

"Kamu pakai saja shampo atau sabun cair yang ada di sana kalau mau. Aku juga mau mengeringkan badan dulu. O, ya, untuk sementara, kamu pakai kaos dan celana boxer aku aja, ya. Agak kebesaran pasti, tapi daripada pake baju basah? Aku nanti taro bajunya di atas kasur, ya." Adhit memberikan instruksi-instruksi. Shila menggangguk dan menghilang di balik pintu kamar mandi.

Setelah membersihkan diri seperlunya, Shila memasuki kamar Adhit. Dingin. Adhit telah menyalakan pendingin ruangan dan menutup tirainya. Ruangan lebih temaram. Shila mengeringkan tubuhnya dengan handuk lalu membungkukkan badan di dekat tempat tidur untuk mengeringkan rambut. Untungnya celana dalamnya tidak basah karena dia mengenakan celana pendek di balik roknya. Sayangnya bra-nya basah kuyup dan dia harus melepasnya agar tidak masuk angin.

Rain to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang