☔Kelas 1 : Semakin Dekat

752 68 0
                                    

Adhit menjadi lebih dekat dengan Shila di banding dengan teman cewek satu kelasnya yang lain. Jika teman cewek yang lain mendekati Adhit karena ingin mendapat perhatian Adhit, tidak begitu dengan Shila. Ketika jam istirahat, Adhit yang baik dan sabar sudah dikerubutin teman ceweknya yang minta diajari ini itu. Adhit sangat cerdas. Setiap soal yang di berikan guru selalu bisa di jawabnya. Cerdas, baik, ganteng, tidak perlu waktu lama untuk membuat Adhit jadi idola baru dari kelas satu.

"Kamu dulunya SMP mana, sih, Dhit? Rasanya nggak ada, deh model kayak kamu di sini?" tanya Shila pada satu kesempatan. Adhit tertawa.

"Emang aku kayak gimana, Shil?"

"Aku dulu SMP-nya udah yang paling ngetop di sini. Tapi kamu nggak ada di sekolah kami. Dan nggak mungkin juga kamu sekolah di SMP lain. Karena nama kamu juga nggak pernah muncul di kompetisi pelajar teladan. Kamu pindahan dari luar kota, ya?" Adhit tertawa mendengar penjelasan Shila.

"Aku pindahan dari Jakarta, Shil. Ayahku di tugaskan di Pertamina sini. Dan karena aku anak tunggal jadi mereka nggak mau ninggalin aku di Jakarta. Aku, sih ngikut ajalah apa kata ortu."

"Ada juga, ya anak Jakarta kayak kamu. Nggak belagu dan loe gue gitu ngomongnya," kata Shila sambil tertawa.

"Ceritanya kamu memuji aku, nih? Kamu terpesona sama aku, kan, Shil? Ayo ngaku aja. Masa kalah ama Leni, dia dah nyatain ma aku, loh," Adhit menggoda Shila. Dan Shila pun mencibir.

"Ogah naksir kamu, Dhit. Takut aku di guna-guna sama para penggemarmu itu yang bisik-bisik genit tiap lewat depan kelas kita," kata Shila begidik sambil meninggalkan Adhit sendirian. Adhit memandang tajam ke arah Shila sampai dia menghilang ke luar kelas.

***

Sekalipun Shila dekat dengan Adhit, tak ada cewek yang cemburu dengan kedekatan mereka berdua. Mereka pikir, cowok seperti Adhit tidak akan tertarik dengan cewek seperti Shila.

Shila gadis biasa. Tidak cantik. Tidak langsing. Tidak bergaya. Biasa saja. Rambutnya ikal dan selalu diikat satu. Untuk cewek seumurannya, tubuh Shila termasuk berisi tapi tidak gemuk. Yang menarik darinya adalah lesung pipit yang selalu keluar setiap kali dia tertawa. Dan ..., matanya. Matanya yang bulat besar bersinar.

Shila manis. Jika dia mau sedikit lebih modis dia akan tampak lebih menarik. Tapi Shila tomboy dan cuek. Dia bisa bercanda bebas dengan siapa saja tanpa sungkan. Dia mudah mengulurkan tangan untuk siapa saja termasuk kepada teman-temannya yang selalu menitipkan salam atau surat cinta untuk Adhit.

Kesukaan mereka pun berbeda. Adhit mulai masuk dan aktif di kepengurusan OSIS, sedangkan Shila lebih tertarik dengan kegiatan drama dan tanam-menanam. Selain saat di kelas, mereka hampir tidak pernah bersama di luar jam belajar. Tapi setiap ada kegiatan kelompok Adhit selalu memasukkan Shila di kelompoknya, walaupun terkadang Shila menjadi satu-satunya perempuan di kelompoknya itu. Tapi siapa yang bisa menolak keinginan Adhit? Sang ketua kelas dan juga murid paling cerdas di kelasnya. Atau mungkin satu sekolah. Bisa jadi.

***

Pagi itu Shila datang terlalu pagi. Kelas masih kosong. Ada PR matematika yang tidak bisa dia kerjakan sendiri jadi dia bermaksud mencontek dari Adhit. Biasanya Adhit selalu datang paling awal. Sampai Shila pernah memanggilnya 'juru kunci'.

Naas bagi Shila, dian tersandung di depan sekolah ketika berlari terburu-buru dan kini lututya berdarah. Shila duduk meringis menahan sakit di bangkunya dan meniup-niup lukanya agar tidak perih. Dia tidak menyadari kehadiran Adhit yang langsung berjongkok di depan lukanya. Shila hanya memandang Adhit ketika Adhit mengoleskan obat luka di kakinya.

"Sakit, Dhit," kata Shila terisak.

"Masa cewek kuat kayak kamu nangis cuma gara-gara luka kayak gini?" ledek Adhit.

Rain to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang