⛈️Janji Terakhir

128 8 1
                                    

Perempuan paruh baya itu terlihat lelah sepulangnya dari bepergian. Dia membaringkan tubuhnya di sofa. Berkelebat potongan-potongan gambar seorang gadis lemah yang berbaring memunggunginya. Seolah seluruh kehidupan akan terhisap dari tubuh itu. Cairan infus mengalir melalui selang kecil yang tergantung di tepi tempat tidur. Tanpa bantuan infus, mungkin sudah lama gadis itu tersendat-sendat napasnya. Hujan di luar turun deras sekali. Air mulai tergenang di mana-mana. Bahkan dapur keluarga Shila sudah penuh air berhari-hari. Entah apa yang telah terjadi di atas langit. Apa mereka tahu kedukaan yang dialami gadis itu?

Dua hari yang lalu, Mama Shila datang ke rumah Adhit. Dengan berurai air mata, Mama Shila menceritakan semua kejadian yang dialami putrinya. Bagaimana dia pulang ke rumah dalam hujan deras dengan berjalan kaki. Tubuhnya langsung ambruk setelah Papa Shila membukakan pintu. Sejak itu tatapannya kosong, pikirannya kosong, telinganya tak bisa mendengar apa pun dan mulutnya mengunci. Satu-satunya yang tampak hidup dari dirinya adalah air mata. Air mata yang terus mengalir dari kedua bola matanya tanpa henti meski tak ada makanan dan minuman masuk ke dalam tubuhnya.

Makin hari, tubuh Shila makin lemah. Matanya terus menutup dan tubuhnya mulai demam. Mama dan Papa tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada Shila. Febi yang menelepon dari Jogja juga tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Terakhir kali dia meninggalkan Shila di terminal, Shila sedang menunggu Adhit. Dengan ditemani Papa, Mama akhirnya memberanikan diri menemui keluarga Adhit untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

"Dia seperti tidak memiliki gairah hidup lagi. Tidak mau makan. Tidak mau minum. Bahkan sekarang, telinganya tidak bisa mendengar suara. Mulutnya pun tidak mau berbicara. Tiap kali dia mencoba mengucapkan sesuatu, yang keluar adalah tangisan. Tangisan yang tak mau berhenti. Dokter bilang dia syok berat. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Dan kenapa Adhit tidak pernah datang menemuinya?"

Mama Adhit tidak lekas menjawab pertanyaan Mama Shila. Dia menggenggam tangan suaminya dan menangis di dadanya. Apa yang harus dia katakan? Mulai dari mana? Keadaan anaknya tidak lebih baik dari Shila. Adhit masih bisa makan. Masih mau minum. Dia juga bisa berjalan ke sana ke mari. Tapi tiap malam ..., tiap malam Mama mendengar isak tangis dari kamarnya. Adhit mungkin masih hidup tapi sesungguhnya dia telah mati. Apa rasanya menjadi seorang ibu yang melihat putra satu-satunya sedang menghancurkan diri pelan-pelan? Bahkan saat ini, ketika Mama Shila datang dan menceritakan keadaan Shila, dia pasti sedang menangis diam-diam dari balik tembok. Tapi apa yang bisa dia lakukan? Pilihan-pilihan mana yang harus dia ambil? Yang manapun pilihannya, tetap akan ada hati yang tersakiti. Dan dia memilih menyakiti dirinya dan Shila. Mereka tidak boleh bahagia. Tidak bisa bahagia. Jika kebahagiaan itu dibangun di atas penderitaan gadis lain. Adhit percaya, Shila pasti mengerti segala keputusannya.

Setelah Mama Adhit menceritakan semua yang terjadi pada Adhit, kedua perempuan yang harus melihat anak-anaknya saling menyakiti hanya bisa berpelukan sambil menangis. Mama Adhit berjanji akan menjenguk Shila jika waktunya tepat.

"Bagaimana keadaannya, Mah?" Suara Adhit membangunkan Mama dari lamunannya. Dia membuka mata dan menatap sosok Adhit yang semakin ceking dan cekung. Oh, Tuhan berikan dia jalan dan kekuatan untuk menghadapi masalah ini.

"Sama menyedihkannya dengan dirimu. Sepertinya Shila tidak berniat hidup lagi. Hanya dia dan Tuhan yang tahu apa yang ada di pikirannya," ucap Mama sendu.

"Mama sudah mengatakan semua yang Adhit minta?" Adhit menatap Mama penuh harap.

"Sudah. Tapi apa gunanya? Telinganya tidak mendengar apa pun. Saat Mama menyentuh kulitnya, tubuhnya sangat panas. Dan matanya tidak mau membuka. Tapi matanya terus mengeluarkan air mata. Mama rasa ..., Mama merasa dia tidak akan bertahan," isak tangis keluar dari mulut Mama. Masih terasa di kulitnya jari-jari Shila yang panas ketika dia melingkarkan cincin merah delima.

Rain to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang