Hari-hari selanjutnya tidak ada yang special diantara Devon dengan Celia, semuanya berjalan dengan normal. Devon selalu bersama dengan Leo, dan Celia bersama teman-temannya, Gladis, Nisa, Aya, Zara, dan Aklia. Ada suatu hari ketika jam pelajaran kosong, dimana Celia dan teman-temannya bermain, kemudian Leo tanpa sengaja menyenggol lengan Celia dan alhasil mereka berdua adu mulut, namun Zara berserta Gladis langsung menahan emosi Celia yang berkoar-koar dan Devon dengan sigap menahan juga Leo yang sudah melenceng jauh dari tata krama.
Sore dimana ketika Celia membuka pintu rumah, tidak ada seorangpun keluarganya, terkecuali mbak Tim dan mas Ageng yang sedang berkerja. Celia menuju ke lantai 2 dimana kamarnya berada. Menaiki tangga berlapis kayu jati coklat kelam berserta dinding putih polos menandakan design klasik nan mewah. Tepat disebelah kamar Celia, ruang baju dan koleksi aksessoris bunda (tante Galani) dan kak Eify berjajar dengan rapi, dan tak lupa baju berserta sepatu milik ayah dan kak Egar, tentu. Ia membuka pintu kamar, langsung disungguhi jendela yang lebar menghadap kolam renang dan kebun kecil yang dirawat bunda berserta mbak Tim selama bertahun-tahun. Ia menaruh tas disamping nakas dekat kasur, membuka kaus kaki putih dan menaruhnya dikeranjang baju. Kamar Celia cukup besar, berwallpaper ukiran kayu dan garis-garis kecil berwarna perak, ranjang tidur berwarna putih dan juga meja belajar berwarna putih. Meja tv dengan hiasan ukiran Jawa dipinggirnya. Gordyn berwarna abu-abu yang terbuka disebelah kanan dan kiri. Disamping tv terdapat kamar mandi berserta shower dan wastafel keramik mengkilap. Awalnya itu adalah kamar tamu, namun menurut tante Galani, ini terlalu besar sedangkan kamar Celia dulu sedikit kecil dan terpotong batasan ruang tv.
"Mbak tii, Bunda kemana? Kok gaada? Biasanya jam segini udah pulang?" Celia menuruni tangga dengan baju pijama polkadot ungu serta sandal rumah berwarna biru muda
"Oh tadi bunda ada arisan, langsung dari kantor, ayah juga tadi nelfon rumah, ada rapat, jadi sekalian jemput Bunda pulang" Mbak Ti didapur memasak sayur bening kesukaan Celia.
"Tumben kamu nonton dibawah, biasanya diatas?" tanya Mbak Ti yang masih sibuk didapurnya.
"Bosen dikamar terus, lagian aku juga belom ada tugas dari guru, entahlah mbak," jawabannya sedikit membingungkan, jauh dari jawabannya yang mbak Ti inginkan
"Lah kak Eify kemana?"
"Tadi bilang ke acel ada kerja kelompok dirumah temennya. Palingan cuman main doang mereka, ga bener-bener ngerjain" Mulut Celia dipenuhi dengan wafer keju.
"Masih gaada telfon dari mas Egar? Udah bertahun-tahun, Mbak Ti juga kangen, kangen pas Mas Egar awal masuk smp, masih culun-culunnya, sma masih minta dibawain bekel roti. Sekarang udah gede kali ya? Inget banget malem-malem mas Egar minta dibukain pintu belakang, biar ayah sama bunda gakebangun, ahahaha, duh Mbak Tim jadi curhat sama Acel" Mbak Tim menaruh masakan ke meja makan
"Iya, Acel juga belum dapet telfon dari kak Egar, semoga aja dia baik-baik disana," Celia hanya diam, tidak berkutik. Tangannya masih didalam toples wafernya, tiba-tiba saja pikirannya dipenuhi masa lalu. Masa lalu dimana Celia masih kecil sedangkan kak Egar smp, membonceng Celia dibelakang dan disamping terdapat sepeda pink berenda-renda dinaiki kak Eify, mereka tertawa geli, sungguh.
"Kak cepettt itu kak Eif mau ngebalap kitaa!! Ayooo AHAHAHAHAHH"
"Iya dekk kakak ngebut nih, pegangan yang kenceng yaaa!! Biar kak Eif ketinggalan"
"KAKKK TUNGGUINN AKU CAPEK AHAHAHAHAHAHAH Duh beneran capek kakkk"
Sore hari, jadwal mereka mengelilingi sekitar perumahan, sampai sampai mbak Tim capek menunggu mereka bertiga. Biasanya jam 5 lebih 15 menit mereka sudah selesai bermain, dan diakhiri dengan Acel mandi dan lanjut tidur, kak Eify menonton kartun dan kak Egar bermain musik.
Tanpa diperintah, air mata Celia turun dengan lembut, membasahi pipi keringnya, hatinya campur aduk, antara benci, marah, dan sedih. Mengingat kak Egar sudah meninggalkan rumah bertahun-tahun. Otaknya hanya memutar kenangan-kenangan indah. Merasakan mempunyai kakak laki-laki yang begitu menyayanginya, kemudian pergi meninggalkan secarik kertas pun tidak untuk Celia dan Eify, hanya sebuah pick gitar kecil yang dijadikannya kalung. Suasana hatinya berubah, murung. Celia segera menuju keatas, kamarnya. Berdiam diri, berkali-kali dia bergumam mengatakan sepatah kalimat 'Acel harus kuat' berkali-kali, tidak, ribuan kalinya ia bergumam seperti itu, hingga sesegukkan. Dan air mata turun kian derasnya.
[HAPPY SATURDAY NIGHT AKA MALAM MINGGU PT.2 ]
👄 [free shoutout to my dearest friends, AYYA, DEVARA, EVA, and GADIS]
[GOOD LUCK untuk lombanya besok pagi, dis, va❤❤❤❤]
[Devara happy satnight, not sadnight:), Ayya too😘]
[untuk kamu yang disana, WANGINYA MASIH KERASA KOK SAMPE SEKARANG, EHEHE] 👄
-Flamelightxx
KAMU SEDANG MEMBACA
RĂBDARE [Slow Update]
Teen FictionGimana rasanya ditinggal selama 6 tahun tanpa kabar? [SEBAGIAN CERITA ADA YANG DIPRIVATE] "Kalo jalan tali sepatu ga ke iket, bisa jatoh kamu, nanti kalo jatoh siapa yang nolong?" -Devon "Bisa jalan kan? Yuk kekelas, guru nanti ngabsen kamu, surat i...