Banyak hal yang terjadi pada Celia dan temannya, mengingat kajadian tersebut satu persatu membuat kepala Celia pusing. Tepat, pada hari sekolah, ada kejadian dimana dia ketahuan memakan dalam kelas, ketahuan tidak menatap pada papan tulis, dan memilih untuk melihat keluar jendela, masuk setelah bel berbunyi dan masih banyak lagi, padahal waktu untuk ulangan akhir semester mulai mendekat. Pikirannya entah kemana selama beberapa hari ini, iya, sekilas ia mengingat kak Egar yang entah sudah dewasa saat ini, mengingat Devon dengan sikapnya saat ini, mengingat segala hal yang tak perlu dipikirkan.
"Cel, minggu-minggu ini lu kenapa sih? Kayak ga fokus banget sama pelajaran. Bentar lagi mau uas dan lo kayak gini" tegur Gladis yang ternyata memerhatikan keadaan Celia yang sudah kusut pada siang hari.
"Entah, gue lagi ga mood buat belajar minggu ini, gue sering kepikiran yang aneh-aneh. Gue mau ke uks dulu, nanti bilangin gurunya kalo gue gamasuk pelajaran." Celia siap-siap dengan mengambil ponselnya, dan tak lupa earphone miliknya
"Perlu gue anter?" Gladis ikut bersiap-siap "Gue takut lu kenapa-napa" namun dicegah oleh Celia sendiri.
"Gausah, gue cuman mau tidur siang, bilangin ke guru, alesan maag gue kambuh. Gue pergi" kemudian badan Celia menghilang dibalik pintu. semoga gue bisa tidur nyenyak.
Setelah sampai, dia segera mengambil kasur bagian samping dekat dengan jendela, dekat dengan kipas angin. Perlahan dia mengambil earphone-nya dan segera memutar lagu, dan tak lupa, ia membuka galeri, memperlihatkan kenangan masa kecilnya, sebelum kak Egar pergi meninggalkan kedua adik tercintanya.
"semoga kakak diberi kesehatan disana, tuhan, jauhkan kakak dari kejahatan dunia ini." kemudian dia menghela nafas perlahan, dan mulai memjamkan matanya. Berharap dapat bertemu kak Egar dalam mimpinya itu.
Setelah lebih dari 1 jam dia terlelap dan juga lagu dalam playlistnya habis, Celia membuka matanya, dan dengan pemandangan sosok Devon yang juga tertidur didekat tangan kanannya yang memegang ponselnya itu.
"Eh? Astaga? Von, bangun. Kenapa kamu kesini?" Celia menggoyangkan pundaknya, kemudian Devon terbangun dan langsung menanyakan keaadan Celia.
"Masih sakit? Udah minum obat?" Devon segera terduduk dari tidurnya, matanya memerah padam, jelas sekali kalau dia begitu capek hingga tertidur lelap dengan kondisi duduk tadi.
"Aku gapapa, cuman mau tidur tadi, capek gabisa fokus belajar." Ucapku sambil menyibakkan selimut yang menutupi sebagian badanku dan terduduk disamping kasur. "mata kamu merah."
"Syukurlah. Tadi aku sedikit cemas pas guru absen perorang dan kedapatan kamu gaada dikelas. Untung banget Gladis ngasih tau kalo kamu di uks." Devon sambil menaruh obat maag pada kantung celananya. Celia melihatnya.
"Obat maag? Dan kamu diuks? Siapa yang cerita?" Celia menatap Devon serius, hingga akhirnya,
"Ceritanya panjang,"
Ketika bel masuk, seluruh murid 10 c segera duduk pada kursinya, semula terlihat biasa saja, guru mengajar setelah itu mengabsen satu per satu. Absen terhenti pada nama Ancherrylia Rengerdan Baskoro.
"Celia?" tidak ada satupun yang menjawab. "Celia?" yang kedua kalinya tidak ada yang menjawab, hingga Gladis sampai di kelas setelah dari kamar mandi, nama Celia disebut, dan Gladis langsung manjawab
"Dia di uks pak, maag nya kambuh" kemudian ditutup dengan anggukan guru dan pertanyaan dari Zara, Lia, Ara, dan juga Nisa
Di lain sisi, Devon bertanya-tanya dalam hati. Hingga pada pengakhiran pelajaran, dia meminta izin dan menyuruh untuk Leo berbohong soal dia sakit, apa saja, asal dia bisa bertemu dengan Celia.
Devon berjalan keluar kelas, menuju ruangan uks yang berada dipojok lantai bawah, membawa obat maag yang sudah berada ditangannya dengan sedikit berlari. Cepat sembuhlah, Celia.
ruangan uks sedikit ramai, bukan tentang murid yang sakit tapi banyak guru yang sedang mengumpul entah membahas apa, namun ia terhenti pada dokter jaga
"Dok, anda melihat Celia 10 c?" ia mulai bertanya dan matanya liar mencari-cari sosok Celia itu.
"Ah tadi dia tidur di kasur pojok dekat jendela" sang dokter menjawab sambil menunjuk arah dimana Celia berada.
"Terima kasih dok," kemudian Devon membungkuk sedikit dan berjalan menuju kasur Celia. Membuka tirai dan tertampang sosok yang dicarinya itu.
Ia mendapati Celia sedang tidur dengan earphone-nya yang masih menggantung ditelinga, segera ia melihat lagu dari ed sheeran 'how would you feel' yang sedang mengiringi Celia pada mimpinya. Perlahan ia mengambil kursi, dan duduk menghadap Celia yang tengah tertidur pulas. Sesekali ia menatap dan mempelajari lekuk wajah tegasnya Celia, ia amati dari mata, hidung, hingga kemulut pink merekahnya itu. Terulas senyuman dari sosok Devon yang dingin pada perempuan lain dan hangat pada Celia. Mungkin itu daya tarik Devon.
Ia mengusap tangan Celia, "Selamat tidur" kemudian ia mengikuti Celia bersama mimpinya.
"Hingga aku terbangun dengan kamu yang sudah bangun. Seperti itu akhir ceritanya." Jawab Devon, setelah itu mereka keluar dari ruang uks, dan entah sekarang mau kemana. Aku berharap berada denganmu sebentar saja.
"Mau ke kantin? Aku laper lagi" ajakan Devon membuat Celia tersenyum merekah, betul sekali dia belum makan dalam kurun waktu 1 jam yang lalu, akhirnya ia menganggukkan kepalanya dan mereka berjalan ke kantin bersampingan. Oh indah sekali hari Celia.
KAMU SEDANG MEMBACA
RĂBDARE [Slow Update]
Teen FictionGimana rasanya ditinggal selama 6 tahun tanpa kabar? [SEBAGIAN CERITA ADA YANG DIPRIVATE] "Kalo jalan tali sepatu ga ke iket, bisa jatoh kamu, nanti kalo jatoh siapa yang nolong?" -Devon "Bisa jalan kan? Yuk kekelas, guru nanti ngabsen kamu, surat i...