XXIV

29 3 1
                                    


Malam senin, pukul 8, Zara berada di konser indie jazz sendirian. Seenggaknya nemu lagu yang asik. Pikirnya. Selang berjam-jam lebih tepatnya 2 jam ia menghabiskan waktu hingga di suatu saat, dia tampak mengenali sosok yang sedang memainkan gitar akustik di atas panggung, bertubuh ramping, rambut tertata namun sedikit berantakan, tinggi, dan mengenakan kacamata tak berlensa, sedikit modis namun tertutup dengan tarian-tarian dari personil yang lainnya.

Hingga akhir konser, ia keluar melewati samping backstage, dimana para musisi berkumpul, ia tak sengaja melihat sosok yang ia kenal, sosok yang bermain gitar akustik tadi sedang mengambil botol minum dan menghabiskannya sekejap. Perlahan ia berjalan menuju dimana sosok pria tersebut dan dalam hitungan detikpun ia mengingat jika pria tersebut merupakam orang yang ia tabrak di les minggu lalu.

"Permisi, m-mas yang ngajar les ditempat Axeler music school bukan?" ucapan Zara membuat sosok pria itu terkejut dan sedikit menjauh dari Zara berada

"E-eh kamu tau dari mana?" Tanya sosok pria tersebut dengan sedikit kaget.

"Saya yang pernah ketabrak sama mas di les minggu lalu. Ma-af udah lancang gini mas, tadi pas saya nonton mas, saya keinget pernah ketemu mas sebelumnya, tapi saya kurang yakin" Zara segera menjauh juga dari sosok pria tersebut, kemudian pria itu teringat akan kejadian lalu.

"Ah kamu ternyata, iya saya ingat juga, kamu yang bawa buku piano banyak itu kan? Maaf juga sebelumnya, waktu itu." Jawab sosok pria itu.

"Iya mas, saya juga mau minta maaf lagi, waktu itu saya gasengaja nabrak mas, saya buru-buru. Yaudah kalau begitu, saya permisi mas." Kemudian Zara berbalik badan dan pergi ke arah keluar backstage itu. Namun, dipertengahan jalan, sosok pria itu menyahut, dan Zara kemudian menoleh dan berhenti sejenak.

"Nama kamu siapa?" tanya pria tersebut

"Saya Zara, mas" Ucap Zara tersenyum kemudian pergi.

"Zara. Zara. Zara." Ucap pria itu berulang-ulang. "Nama yang bagus". Ia tersenyum kemudian pergi keruangan band-nya.

Sejak malam itu, Zara merutuki nasibnya yang tidak menanyakan nama sosok pria yang ia temui kemarin.

"Ah elah kenapa kemaren ga nanya namanya!!!! Bego apa gimana sih! Temenan sama Gladis jadi gini deh!" kemudian dia mengambil segelas air putih dan meneguknya kasar.

Disisi lain, sosok pria itu terbangun dari tidurnya dan segera mengambil handphone-nya yang berada disamping kasur, masih ter-cas dan segera ia copot dari stopcontact yang tertempel dibelakang nakas tersebut. Mengecek notifikasi yang masuk.

"Pagi pagi udah ada kelas aja! biasanya agak sorean." Ucap sosok pria itu, "Ah batre hape gua abis lagi, sial banget." Kemudian ia mencari powerbank dan segera menancapkannya ke handphone-nya tersebut. Ia segera mengambil buah dan susu segar dari kulkas dan membuat sarapan ala kadarnya. Setelah melahap buah dia juga mengecek tabletnya dan tak sadar ia memikirkan sosok cewe yang semalam bertemu dibelakang panggung. Zara.. namanya zara, anak Axeler. Cewe yang gua tabrak sore itu. Ah.. kemudian dia melahap lagi sarapannya.

Disatu sisi, Zara juga terus memikirkan cowo tersebut hingga dia harus berurusan dengan Adam yang selalu menyikutnya dengan muka wajah yang muram

"Apasih Dam, kamu tuh kenapa?" Tanya Zara yang telah sadar dari lamunannya yang entah keberapa kalinya.

"Kamu tuh mikirin apaansih? Udah berkali-kali kamu itu ngelamun. Mikirin cowo ya?" pertanyaan Adam langsung dibalas dengan tempeleng-an dari Zara. "Aduh Za. Sakit parah"

"Gila ya kamu! Mana ada aku mikirin cowo lain! Adasih! Tapi itu beda cerita. Nih anak kena guna-guna apaansih dari Julian, udah lah jangan deket-deket sama Julian, dia aura negatifnya udah keliatan dari napasnya. Temenan sama Devon, Leo aja. aura positifnya banyak." Jawab Zara yang dibalas anggukan oleh Adam

"Iya-iya maafin bercanda doang akunya. Lagi pms ya? Oh iya tanggal tua, pasti kamu pms. Aku ke kantin bentar beliin kamu makanan. Tunggu sini. Jangan kemana-mana." Dengan segera Adam berdiri dari kursinya dan meminta izin guru dengan alasan kekamar mandi. Melihat kelakuan Adam, Zara tersenyum kecil kemudian didatangi Ara yang juga melihat mereka berdua tadi "Pantes kamu mau sama Adam, orang dia inget kamu pms kapan"

"Iya, orang dia download kalender jadwal pms, katanya buat persiapan aku marah 7 hari dia mesti gimana" Ucap Zara sambil mengambil sebatang biskuit yang ditawari oleh Ara.

"Pantesan. Sekalian aja download jadwal kamu diet, mandi, makan, tidur, ampe nafas." Jawaban sinis Ara dibalas dengan teriakan jauh dari Alia.

"Woy! Ara Zara! Tugas Celia mana? Dikalian bukan?" kemudian dibalas dengan teriakan dari mereka berdua. "Bukan di kita! Coba tanya Devonn" kemudian Alia mengangguk dan meneriaki Devon yang sedang bermain game di laptop Leo. "Dev, tugas Celia dikamu bukan?!" teriakan Alia masih sedikit tertutupi dengan suasana kelas yang sangat ricuh hingga bisa berkali-kali didatangi guru yang mengajar disamping kelas mereka.

"Iya di gua, bentar gua ambilin." Kemudian Devon menaruhnya dimeja guru dan kembali lagi dengan Leo berserta teman yang lainnya. Guru yang sedari tadi melihat Devon menaruh tugas Celia, bertanya kepada Alia yang masih berdiri didekatnya.

"Nak. Itu kenapa bisa Devon yang bawa tugas kemaren punya Celia?" tanya guru itu yang melihat kearah Devon yang sedang bermain.

"Oh itu bu, hari minggu kemaren saya sama yang lain jenguk Celia, terus beberapa hari setelah ibu ngajar sama guru yang lain juga, saya kasih tau tugas-tugas apa aja yang mesti dikumpulin, terus dia juga minta orangtuanya bawain buku catetan buat ngerjain tugas, begitu deh bu." Jawab Alia dengan santainya.

"Oh begitu, tapi kenapa bisa yang bawa Devon?" Pertanyaan yang kedua kalinya membuat Alia sadar kalau dia belum menceritakan bagaimana bisa Devon yang membawanya.

"Oh iya lupa, nah pas minggunya itu saya sama yang lain juga jenguk tiba-tiba Devon juga ngejenguk, terus siangnya kami pulang, tinggal Devon sama Celia yang dirumah sakit, mama sama papanya ada tamu dirumah, terus kakaknya juga ada acara. Jadinya saya minta Devon buat nungguin sampe orang tuanya Celia datang, begitu deh bu, kemungkinan Celia yang nitip ke Devon." Jawaban panjang lebarnya Alia ditanggapi dengan anggukkan dari guru tersebut dan ia kembali kekursinya lagi.

"Berarti gaada apa-apa kan diantara Devon sama Celia?" pertanyaan dari guru membuat Alia terdiam sejenak, ia harus berpikir-pikir dahulu, memang tidak ada yang terjadi serius diantara mereka berdua, toh Devon belum menembak Celia. Toh Celia belum cerita tentang Devon selama ini.

"Engga ada apa-apa bu, memangnya kenapa bu?" tanya Alia dengan hati-hati

"Engga nak. Yasudah kamu kembali lagi kekursi." Jawab bu guru dan Alia yang kembali kekursinya.

"Eh, tadi aku ditanyain, Devon gaada hubungan apa apa kan sama Celia?" tanya Alia sambil memelankan suaranya.

"Kan Celia yang suka kan sama Devon? Devon nya suka ga sama Celia?" Tanya Nisa sambil mengambil buku mata pelajaran selanjutnya.

"Gatau deh Nis, coba panggil Devon kesini." Jawab Ara dibarengi anggukan Zara

"Devon. Lo kesini sebentar deh." Teriak Alia kemudian Devon menghampiri mereka, mengambil kursi dan duduk persis dihadapan Alia dan temannya.

"Napa?" muka polosnya membuat mereka bergidik.

"Gausah sok polos, najis." Jawab Alia

"Oke siap." Kemudian ia memasang tampang yang sedikit dingin ditambah posisi duduk yang tegak. "Gini?".

"Gua mau nanya. Lo suka ga sama Celia?" Pertanyaan yang to the point itu membuat Devon terdiam.

"Gatau," kemudian Devon kembali ke kursinya, melanjutkan obrolan yang sedikit tertunda tersebut.

RĂBDARE  [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang