XIX

22 5 2
                                    


Semenjak Celia tidak masuk sekolah, perasaan Devon gusar, dipikarannya selalu Celia mulu, sudah terlihat jelas dimukanya, bahwa Devon begitu merindukan dan khawatir dengan sosok Celia yang selalu mewarnai hari-hari kelas, dan hanya Leo lah yang bisa membaca muka Devon seorang.

"Udah lah, kalo khawatir sama Celia, sana izin, daritadi gue liatin lu mukanya kayak khawatir banget." Sambil menatap slide dari guru kimia mereka.

"Iyalah, pasti gara-gara main air kemaren, gue nyiram kebanyakan kali ya ampe demam begitu." pikirannya buyar, yang tadinya ingin menulis malah hanya mencoret-coret kertasnya.

"lagian lo malah keasikan modus, udahlah sana izin."

"Gue sih maunya begitu, tapi guru gimana? Gue gamau bolos kelas, takut bego gue."

"Yaelah lo sekolah mahal-mahal di luar negeri buat apa? Bego lu tuh masih diatas rata-rata. Udah sana izin cepet, soal guru biar gue yang atur." Tangannya Leo mendorong-dorong pelan badan Devon agar dia berdiri dan meminta izin kepada gurunya untuk mengabil surat izin dari sekolah

"Makasih ya, gue jajanin besok dah" kemudian Devon berjalan menuju gurunya dan pergi meninggalkan kelas, kemudian balik lagi mengambil jaket, kunci motor, dan tas yang sudah dirapihkan oleh Leo dan berangkat menuju rumah Celia.

"Jangan lupa roti atau ngga buah biar romantic dikit. Ehehe" bisik Leo

"Yess Sir!"

-răbdare-

"Cel, itu ada orang diluar, kamu bisa bukain ga?" Mbak Ti yang masih mengepel lantai meminta Celia untuk membukakan pintu pagar yang terkunci.

"Oke siap" kemudian dia berjalan menuju pagar, dan selang beberapa detik ia terkejut akibat Devon yang berdiri mengenakan jaket jeans berdiri didepan pagar rumahnya.

"D-Devon? Ngapain kesini?" jantungnya berdegup sangat kencang, dia tidak mengharapkan sosok Devon datang untuk menjenguknya, padahal baru satu hari, tidak baru 6 jam dia tidak bersekolah.

"Ini aku bawain buah sama jus, katanya kamu sakit, keliatannya sehat begitu kok." Belum diberi aba-aba, dia sudah masuk kedalam begitu saja.

Eh, ini beneran?! Berarti dia bolos dong? Tapi kalo bolos, tau dari mana gue sakit?, aneh, eh? Devon asli kan ini?

"Permisi," walaupun ia sering menyelonong masuk ke rumah orang tanpa izin, setidaknya dia masih punya tata krama.

"Oh halo mas, temennya Celia ya? Mau minum apa?" tiba-tiba Mbak Ti datang dan menyapa Devon.

"Ah iya mbak, air putih aja gapapa." Cengirannya masih membuat Celia deg-degan. Pikirannya blank, tidak tahu harus bagaimana.

"Oh oke mas, oh iya, itu motornya gadimasukin aja?" suara Mbak Ti masih terdengar dari kejauahan, cepat-cepat Devon membalasnya

"Engga apa-apa mbak, cuman mampir bentar doang, abis itu pulang ehehe"

"Von, ngapain dateng? B-bukannya jam segini masih sekolah ya?" bisik Celia pelan-pelan

"Ah, tadi aku izin ehehe, gurunya gaasik, sama sorry, aku mikirnya kamu sakit gara-gara aku nyiram kemaren, ngeliat kamu mengigil dijalan kemaren, jadinya kepikiran terus ampe sekarang." Kemudian Celia duduk didepan Devon. Suasananya sedikit canggung hingga Mbak Ti datang dan menyuruh mengobrol di ruang tv saja.

"Eh kamu ga istirahat? Udah minum obat? Masih pusing-pusing gitu ga? Udah kedokter semalem?" pertanyaan Devon membuyarkan Celia yang sedari tadi fokus nonton tv sambil meminum jus yang dibawakan Devon tadi.

RĂBDARE  [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang