"Selamat datang Celia!!!" disaat pagi yang sudah ia tunggu, satu kelas pun menyoraki keberadaan Celia yang sedang mematung didepan pintu kelas. Ia menyunggingkan sebuah senyuman kepada teman-temannya, dan tak lupa pun Devon yang berada dibelakang Leo turut tersenyum melihat kedatangan Celia yang mungkin sudah ia tunggu-tunggu
"Makasih ya kalian" Sahut Celia sambil mendatangi temannya dan memeluk satu persatu.
"Iya Cel lagian lo ga sekolah berhari-hari, kita juga ga sempet jenguk, cuman bisa kasih ini" teriak teman yang lainnya
"gapapa kali, makasih yaa" kemudian Celia duduk dibangkunya disamping Gladis. Gladis pun juga ikut duduk disampingnya sambil menunjukan ponselnya ke Celia.
"Cel gue mau cerita, pokoknya lu harus dengerin sampe selesai. Jadi gini, gue kenal dia lewat instagram, dia anak Leganzo, namanya Kean. Dia minta ketemuan hari ini. ini fotonya" ucap Gladis sambil menyodorkan fotonya ke Celia, "Terus lo iyain ga?" tanya Celia sambil melihat, lihat instagramnya.
"Gua sih ayo aja, lo mau ikut ga?" jawabnya sambil membenarkan duduknya. "nanti aja dibahas, ini mau masuk. Siap siap dulu." Jawab Celia, menyodorkan kembali ponsel Gladis.
Diujung hari, pelajaran sudah ditutup oleh guru terakhir. Semua murid bersiap siap dan kemudian pulang. Hingga Gladis bertanya kembali. Apakah ia ingin ikut menemani Gladis atau tidak
"Jadi gimana? Mau ikut apa kaga?" sahutnya, Celia yang sedang merapihkan bukunya dan menaruh tempat pensilnya, menatap Gladis sebentar. "Yaudah ayo, tapi jangan sampe malem ya" kemudian ditanggapi anggukan oleh Gladis. "Sip."
Diujung tangga, Devon menunggu Celia yang masih didalam, bersandar pada dinding dengan temannya, Leo.
"Masih lama kaga?" Tanya Leo memainkan ujung sepatunya. Devon yang melihat Leo, menyuruhnya untuk tunggu diparkiran saja. "Ga lama. sebentar lagi. Lu kalo mau duluan ya duluan aja, gua masih mau nunggu Celia sebentar." Kemudian Leo turun dengan santainya meninggalkan Devon yang masih berderi ditangga.
Setelah 5 menit lebih Devon menunggu, akhirnya Celia datang dengan Gladis, dengan segera Devon mengahmpirinya.
"Cel, mau ngomong sebentar, boleh?" ucapnya. Celia yang sedikit terkejut itu, menyuruh untuk Gladis menunggu di mobil saja.
"Iya, ada apa Dev?" ucap Celia sambil menatap Devon yang sedang menunduk kebawah.
"Gini, kamu mau pulang bareng ga?" Tanya Devon yang masih menatap kebawah. Entah dia malu dilihat yang lain atau memang deg-degan untuk mengajak seorang Celia.
"Sekarang? Aku mau nemenin Gladis ketemuan sama temennya, apa aku tanya dulu kedia boleh apa engga. Sebentar ya." Celia sambil mencari ponselnya didalam tas.
"Eh? Gapapa nih? Aku cuman iseng doang mau nganterin kamu." Sahut Devon yang sedang menatap Celia.
"Iya gapapa, bentar aku tanya Gladis dulu," "Halo, dis, ini Devon mau nganter pulang aku, kamu jadi ga ketemuan sama temen kamu?"
"Oh iya, ini barusan gue nge line lu, katanya Kean besok aja, soalnya dia mendadak rapat osis. Yaudah kalo gitu gue mau jemput adek gue aja, hati-hati lu sama Devon yak. Byeee" kemudian Gladis menutup telfonnya. "Katanya gajadi hari ini, yaudah ayo kalo mau pulang." Ucap Celia menaruh handphone-nya kembali kedalam tas.
"Beneran? Yaudah ayo," kemudian Devon menuruni anak tangga dan membelakangi Celia yang masih tersenyum-senyum melihat tingkah Devon kesenangan.
Bilang aja kalo mau nganter mah.
Diparkiran sudah ada Leo yang sedang tiduran diatas motornya. Terlihat seperti ia sangat bosan, Devon segera mendorong badan Leo, untungnya refleks Leo cepat sehingga ia bisa menahan badannya agar tidak jatuh.
"Gila lu! entar kalo gua mati gimana! Tolol apa tolol sih" Suara melengkingnya membuat satu parkiran tertuju pada mereka bertiga. Celia yang masih tertawa akibat ulah Devon segera menahan tawanya, pertanda malu. "Ya maafin gua, ayok jadi kan?" Tanya Devon kepada Leo yang mengepalkan tangannya kearah Devon. "Selo bos lu masih hidup hahaha"
"Yaudah kalo gitu gua langsung ke sana aja, lu anterin Celia dulu, ntar nyusul aja. males gua nemenin lu berdua boncengan. Kemudian Leo mengambil helm dan menyalakan motornya. "Gua duluan," kemudian melajukan motornya.
"Ayo Cel, lu yang make helmya, Devon menyodorkan helm hitamnya, mengeluarkan kunci motor dari saku, dan menyalakan vespanya, Celia hanya menatap ketika Devon menyalakan motornya, dilihat-lihat Devon mirip dengan kak Egar, bentuk tubuhnya, bahkan cara berpakaiannya. Begitu simpel.
"Kamu aja yang pake helmnya, nanti ditilang gimana" Celia menyodorkan kembali helmnya, takut kena tilang, batinnya.
"Gausah. Takutnya kamu kenapa-napa," kemudian Deovn memakaikannya kekepala Celia. Ini yang kedua kalinya, Devon memakaikan helm kepada Celia, beruntung diparkiran sudah sedikit orang dan motor, jadi Devon tidak memerdulikan akan dibicarakan oleh teman yang lainnya. Dan itu membuat hati Celia berdebar.
"Udah siap? Gapapa kamu duduk nyamping gitu?" Tanya Devon dari depan. Celia yang sedikit tidak mendengar apa yang dibicarakan Devon, akibat helm yang ia kenakan cukup besar dan itu sedikit mengganggunya.
"Apa von? Ga kedengeran." Celia yang masih sibuk memegang helmnya tadi, refleks memegang baju seragam Devon dengan kedua tangannya. Ia tidak tahu jika motor sudah melaju disaat dia sedang membenarkan helmnya. "Astaga,"
"Hahaha sorry, kalo gitu pegangan yang kenceng,"
KAMU SEDANG MEMBACA
RĂBDARE [Slow Update]
Teen FictionGimana rasanya ditinggal selama 6 tahun tanpa kabar? [SEBAGIAN CERITA ADA YANG DIPRIVATE] "Kalo jalan tali sepatu ga ke iket, bisa jatoh kamu, nanti kalo jatoh siapa yang nolong?" -Devon "Bisa jalan kan? Yuk kekelas, guru nanti ngabsen kamu, surat i...