XXIX

8 1 0
                                    

"Gapapa, kan date pertama kita" Devon tersenyum setelah mengucapkan kata-kata yang tak bisa dibayangkan hingga sekarang oleh Celia.

Rasanya kayak mau percaya aja. tapi gimana, dianya juga mandang gue biasa aja, kayak gaada rasa tertariknya gitu.

Malam setelah kejadian itu, Celia merasa bimbang. Bingung dengan isi hatinya yang sekarang, ingin melanjutkan jatuh cinta diam-diam pada Devon, atau berhenti mencintai secara permanen.

Celia terus mengganti posisi tidurnya. Memaksa memejamkan matanya, namun nihil. Otaknya masih memutar-mutar memori malam tadi,

"Oh ayolah Cel, dia cuman bercanda. Mending tidur daripada kesiangan" Celia berkomat-kamit sendiri agar segera terlelap.

Namun setelah dirinya hampir setengah sadar, dering ponselnya membuatnya menggerutu tak suka, yah mau tidak mau dia harus mengangkatnya.

"Siapa sih malem-malem gini nelfon, ganggu tidur or—" Celia terdiam sebentar, melihat layar ponselnya yang masih berdering

'Devon'. Namanya tertampang pada layar tersebut. Celia sedikit melebarkan ah tidak, Celia langsung melebarkan matanya dan segera terbangun dari acara tidurnya. Perlahan, Celia membenarkan pita suaranya, agar tidak terdengar lesu di ujung telfon sana.

"H-Halo?"

"Cel? Ini aku devon"

"Ah.. iya, kenapa von?"

"Masih bangun?"

"Masih kok"

"Aku ngeganggu ga?"

Jelas, lo ancurin acara tidur gue

"Engga kok, ini aja aku abis nyiapin buku buat besok"

Boong banget cel:)

"Oh, berarti mau tidur abis ini"

Engga mas, mau dangdutan dulu di rt sebelah

"Iya sih, palingan nanti. Ada apa?"

"Gapapa, cuman nanya aja. makasih ya tadi udah nemenin makan malem"

Ini anak kesambet apasih?

"Iya, aku juga mau bilang makasih udah dibayarin"

"...."

"Von?"

"Cel..."

"Iya? Kenapa?"

"Emm... aku"

"Aku apa?"

"Ah.. besok aja ya. Tidur sana, besok sekolah"

"Iya,"

"Yaudah kalo gitu. Goodnight"

Di goodnight-in asique

"Goodnight juga"

Ini anak kenapa?

Rabdare

Paginya, seperti biasa, Celia dianterin mas Ageng, namun kali ini menggunakan mobil sang ayah, kak Eify seperti biasa dijemput oleh sang pacar yang sekarang menjadi supir pribadinya. Oh tentu saja, ayah dan bunda sudah mengetahui kedekatan mereka berdua. Sebenarnya ayah sih yang mendukung mereka. bunda pun mau tidak mau harus mengikut, toh kalau ayah sudah bilang iya, semuanya menjadi sempurna. Mungkin itu kutukan ayah sejak kecil. Bisa saja?

"Mas thank you, sudah anter I sekolah make car ayah. AHAHAHA"

"Your welcome neng Acel, I setia anter you to school"

"Ati ati mang! See you di rumah! Jangan lupa kuliah yes"

"Yes sir!" berujung dengan Celia yang tertawa cengengesan

Menuju perjalanan kesekolah, Celia tiba tiba teringat bahwa ulang tahunnya sebentar lagi akan datang.

3 hari lagi, gue ulang tahun. Gue berharap semuanya baik-baik aja.

Celia menghela nafasnya pelan, kemudian menuju kelasnya yang terletak dilantai 3 tersebut.

Pukul tiga sore, semua kegiatan sekolahnya sudah selesai, namun Celia tidak langsung pulang, ia diajak oleh Gladis untuk membeli minuman yang sedang nge-hits ini.

"Cel, lo mau rasa apa? Gue sih thai greentea as always."

"Gue yang original ajadeh, gangerti beginian" Celia sedang menatap menu yang cukup asing dimatanya

"Yaudah original aja ya? Lu tunggu bentar"

Gladis yang sedang memesan minuman tersebut meninggalkan Celia dengan kesunyian di pinggir café tersebut. Celia yang sengaja memilih tempat dekat dengan pintu masuk dan menghadap kearah jalanan. Mengamati anak anak sekolah dan orang-orang yang berlalu lalang. Sedetik kemudian, Celia melihat sosok yang tak begitu asing dimatanya. Jantungnya berdebar cukup keras, tanganya pun bergetar, dan nafasnya seketika mendadak habis,

"Cel, pesenannya ntar dianter"

"G-gue, ngeliat kakak gue"

"Hah? Kak Eify?"

"B-bukan.. Eg... ar"

"Hah?" Gladis seketika terdiam, bingung untuk bagaimana, perasaannya campur aduk, ingin percaya dengan Celia atau menyangkalnya dengan yang lain?

"I..Iya. itu kak Egar.." Wajah Celia pucat, ekspresinya seperti ingin mengejarnya, namun badannya lemas hingga sekarang.

"Masa sih cel? lo liat kayak gimana?" gladis bergumam sambil meninggalkan celia dengan wajah yang sedikit panik.

"Itu, gitarnya, sama gantungan kunci pokemon.."

"Salah liat kali lo, udah yu minum dulu, mu-muka lo pucet gitu cel" Gladis langsung mengalihkan topik dengan menyodorkan minuman yang sudah jadi.

Celia masih terdiam untuk waktu yang lama, mencerna kembali kejadian yang terjadi tadi, masih dengan memgang minuman yang sudah mencair

GAWAT

SOS

gladis yang sedari tadi memegang kukuh handphonenya dengan mimik wajah yang sama seperti celia. Ia segera membuka group chat dan mengetikan 'SOS'.

"Cel, abis ini mau ikut nongkrong ga sama yang lain? Tadi kan diajakin tuh?"

Celia masih terdiam, dengan muka lesu mirip orang mati.

"Gad eh, gue minta jemput mas ageng aja, gue mau rebahan sambil ngerjain tugas, lo aja ikut sekalian bilangin gue gabisa ikut ya"

Dengan pelan-pelan, Gladis mengamati wajah celia,

"Yaudah kalo gitu, gue nunggu lu dijemput aja baru gasin ke mereka."

"Hmm"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 18, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RĂBDARE  [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang