Jooheon pergi ke rumah Wonho hari ini. Bukan karena inisiatifnya sendiri seperti yang biasa ia lakukan, tapi karena ini memang permintaan Wonho –teman baik sekaligus kakak kandung Naline. Ini memang ada sangkut pautnya dengan gadis berdarah Jerman-Korea itu. Entah mengapa Wonho semakin resah dengan tingkah adiknyia yang aneh. Segala daya dan upaya dia lakukan untuk sang adik, tapi tak berpengaruh apapun, begitu juga sang kakak perempuan -Sekyung. Naline tetap seperti itu, seperti orang yang sudah gila. Lalu Wonho merasa mungkin hanya Jooheon yang bisa menaklukan Naline. Jalan terakhir untuk kebaikan Naline.
Pria dengan lesung pipi itu tiba di rumah Wonho lebih cepat dari perkiraan. Bagaimana tidak? Wonho tak pernah menelpon Jooheon dengan diawali pesan singkat
Angkat telepon ku sekarang.
Lalu begitu Jooheon mengangkat telepon, Wonho bertanya
"Kau sayang adikku tidak?"
"Eum. Tentu saja."
"Kalau begitu datang ke rumah ku sekarang."
"Memangnya kenapa?"
"Datang saja, demi Naline."
Jooheon bukan lah tipikal pria yang banyak berpikir. Begitu mendengar kata 'demi Naline' yang hanya ada di pikirannya adalah dia harus segera pergi kesana, untuk Naline. Jooheon langsung saja masuk ke ruang tamu tanpa mengetuk pintu. Ia sungguh tak tenang, bahkan tangannya basah karena takut hal yang buruk terjadi. Wonho yang mengetahui kedatangan Jooheon pun segera keluar menemui Jooheon.
"Ada apa hyung?"
"Adikku gila."
"Huh?"
"Naline sudah gila dan kurasa kau yang bisa menyembuhkannya."
Jooheon mengerutkan keningnya. Ia yakin gila yang dimaksud bukan sesuatu yang secara harfiah orang paham mengenai kata 'gila'. Jooheon merasa ada yang salah.
"Gila yang bagaimana?"
Wonho segera menarik tangan Jooheon dan membawanya ke lantai dua, tempat dimana kamar Naline berada.
"Kau lihat sendiri saja." Ujar kakak Naline sembari membukakan kamar Naline untuk Jooheon. Wonho mengarahkan kepalanya, memberi tanda agar Jooheon masuk dan melihat sendiri bagaimana keadaan Naline.
Sungguh-luar-biasa-gila.
Kamar Naline tak berwujud kamar. Tempat itu lebih pantas disebut kandang buku atau semacam gudang tua?
Ada banyak buku berserakan dimana-mana. Bahkan sepertinya, buku bergenre apapun ada disana –saking banyaknya. Tebal maupun tipis semua tergeletak. Bayangkan saja sendiri bagaimana buku-buku itu tergeletak diatas tempat tidur, di lantai, meja belajarnya, meja rias, bahkan buruknya ada beberapa kertas-kertas yang digumpal ataupun yang dalam keadaan baik ada di setiap sudut ruangan. Menambah kesan rusuh kamar Naline.
Sedangkan bagaimana keadaan Naline?
Duduk diatas tempat tidur dengan laptop menyala di depannya. Bukan itu yang masalah sebenarnya. Tapi keadaan Naline yang sesungguhnya.
Muka lesu, kumal, rambut berantakan seperti singa –bahkan seperti tak disisir berhari-hari, parahnya dari radius tiga meter, Jooheon bisa melihat sehitam apa kantung mata Naline. Sungguh representasi gadis yang sudah gila.
Jooheon bergidik sembari menggeleng kan kepalanya. Agak terkejut melihat Naline 'yang sebenarnya'.
"Kau beruntung melihat Naline seperti itu. Pikir ulang jika kau memang menyukai adikku."