(D'Journal : What a boy wants pt.2)
Naline bergegas meninggalkan cafe sesaat setelah Callysta dan Hyungwon pergi. Lagipula awan sudah tak gelap dan tak menjatuhkan air sedikitpun. Jooheon memang sempat memanggil namanya, lalu mengajaknya agar mau diantar pulang bersamaan dengan mobil milik Jooheon. Tapi apa kata Naline?
"Aku tidak mau pulang diantar mobil yang masih belum seratus persen benar."
Terdengar sombong dan merendahkan, tapi Naline hanya tidak ingin salah tingkah karena harus pulang dengan Jooheon. Sengaja sekali dia mencari perkataan yang menyinggung hati pemuda Lee itu agar ia tak memaksa Naline untuk pulang bersama. Tapi memang dasar Jooheon yang sudah menyukai Naline, justru itu membuat Jooheon semakin gemas, lalu memutuskan untuk mengawasi Naline dari jauh.
Jadi ia tinggalkan mobilnya di bengkel, lalu ia relakan jalan kaki sembari mengikuti langkah Naline dari belakang. Saat ini, Naline benar-benar tidak tahu bahwa dia sedang dibuntuti, bahkan sampai naik ke bus kota, Naline tak tahu Jooheon sedang duduk tepat dibelakang kursinya hanya untuk mengawasi apakah 'calon gadisnya' itu baik-baik saja.
Tak banyak yang dilakukan Naline. Gadis itu seperti penumpang kebanyakan. Hanya menikmati pemandangan dari balik kaca bus sembari bersenandung kecil dari headphone yang dikenakannya. Naline bahkan terlalu menikmati pemandangan sepanjang jalan sampai sama sekali tak mengecek ponselnya. Jooheon sudah mencoba untuk menghubunginya berkali-kali untuk menanyakan apakah ia sudah menaiki bus yang benar? Beruntung Jooheon berada di belakangnya, jadi ia tahu apa yang dilakukan Naline begitu pesannya tak dibalas, bahkan tak dibaca.
Jooheon diam saja. Ia biarkan ulah Naline yang menyebalkan itu. Karena ya, se-menyebalkan apapun ulah Naline hari ini, hal itu justru membuat Jooheon menarik sudut bibirnya untuk tersungging sedikit. Sampai lima belas menit berlalu, Jooheon sempat lengah dengan asik menyaksikan keramaian kota dari balik kaca bus. Ia lalu teringat akan Naline. Pemuda Lee itu menengok ke kursi depannya. Melihat apa yang sedang dilakukan sang gadis. Adik Wonho itu rupanya tertidur pulas. Kepalanya bahkan hampir terjatuh ke arah kanan dan langsung dipegangi Jooheon dengan sigap. Ia letakkan kepala sang gadis pada kaca bus. Agak tidak rela sebenarnya melihat Naline yang tertidur dengan kepala yang tak nyaman bersandar pada kaca bus. Demi rencananya agar tak ketahuan, ia sengaja melakukan itu. Sampai begitu ada pria asing yang baru masuk ke dalam bus, dan hendak duduk di samping Naline yang memang saat itu kursi disebelahnya kosong, Jooheon segera bangkit dari tempat duduknya, lalu mendudukkan dirinya bersebelahan dengan Naline sembari meletakkan kepala gadis itu pada pundaknya sebagai bantalan Naline untuk tidur. Dengan begitu, tak akan ada satu orang pun –terutama pria, yang akan duduk disamping Naline.
"Aman." batin Jooheon.
Sepersekian detik, Jooheon mengalihkan atensinya untuk melihat kearah Naline. Ada kupu-kupu yang beterbangan di perutnya kala melihat gadis itu tertidur pulas di pundaknya. Jooheon senang saja seperti ini. Jika saja ia tak membuntuti Naline dari belakang, ia mungkin tak bisa merasakan momen yang menurut Jooheon ini sungguh fantastis dibanding apapun. Ia sangat menyukainya. Bahkan tangannya mengelus pelan pipi Naline karena gemas. Gila sekali memang Naline, jika itu bukan Jooheon, bisa tamat hidupnya.
Sejak awal, Jooheon memang tak ingin Naline tahu bahwa dia sedang mengikutinya. Jadi begitu bus kota itu melewati halte yang seharusnya dijadikan tempat Naline untuk berhenti dan pulang, Jooheon diam saja. Ia tak menghentikan busnya atau membangunkan Naline. Ia biarkan saja. Lagipula Naline masih tidur kan? Ada dua alasan sebenarnya. Yang pertama sebab Jooheon memiliki prinsip bahwa tak baik membangunkan paksa orang yang sedang 'tertidur pulas' –apalagi di pundaknya. Alasan lain sebab Jooheon masih ingin melihat Naline dengan jarak sedekat ini. Melihatnya tidur di pundaknya sungguh membuat Jooheon senang melebihi apapun.