Naline kembali ke Seoul pagi ini. Pesawatnya lepas landas tepat pukul sepuluh pagi waktu Korea Selatan dan ia sungguh tak sabar berada di rumah. Dia cukup merindukan kamar dan ruang televisi yang menjadi titik favoritnya di rumah. Ia bahkan tak menghiraukan keinginan Jooheon yang hendak memeluk sang gadis ketika sampai di airport dan berakhir Naline pergi meninggalkannya naik taksi dengan sang kakak.
Ya, harusnya hari ini menjadi hari yang menyenangkan bagi Naline meski harus pulang dan berpisah dengan kakek-nenek Changkyun serta segala kenangan menyenangkannya di LA. Gadis itu melangkahkan kakinya dengan mantap sampai pada pintu masuk rumahnya. Ia sengaja meninggalkan Wonho yang sibuk membawa barang dari bagasi mobil demi ia bertemu kakak perempuannya, Sekyung sebab ia sangat merindukannya.
Naline memang melihat Sekyung, tapi sedang bersama orang asing. Entah apa yang membuat gadis ini memilih untuk diam dan berdiri mematung di dekat ambang pintu. Sebab beruntung jarak pintu dengan ruang tamu sedikit tersekat oleh sebuah lorong. Naline berdiri disana, di lorong rumahnya itu. Sekyung terlihat serius membicarakan sesuatu, dan itu sungguh membuat bulu roma Naline berdiri.
Samar tapi jelas, Naline melihat Sekyung berkali-kali menyebut namanya. Ia dengar kakaknya itu menceritakan apa saja yang sudah dilakukan Naline selama di Seoul. Sekyung juga sedikit menceritakan bagaimana Naline saat di Berlin, Jerman. Satu hal yang membuat gadis itu sedikit terperangah adalah ketika seorang pria paruh baya yang sungguh asing baginya itu berucap
"Naline banyak berubah ya? Maaf sudah membuat kalian kerepotan menjaganya." Lalu Sekyung tersenyum disana sembari menjawab
"Tak apa. Dia sudah ku anggap sebagai adik sendiri."
Adik? Adik sendiri? Oh, Naline masih tak mengerti dan memilih untuk tetap diam disana. Menunggu hal lain yang mungkin bisa memperjelas apa maksudnya. Ia kembali mendengarkan konversasi yang terus berlanjut di ruang tamu. Hal lain yang membuat Naline kembali terperangah adalah ketika ia melihat ayahnya duduk disamping Sekyung. Yang Naline tahu ayahnya sedang dalam proyek besar dan tak bisa pulang ke Seoul. Tapi ia melihatnya ada disini. Ayah Naline itu lantas memberikan satu foto pada pria didepannya.
"Ya Tuhan, dia sangat mirip dengan Hera." Ujar pria itu. Sedang ia melihat ayah Naline terkekeh dan sedikit tersenyum nanar.
"Naline sering bercerita padaku jika dulu saat sekolah, ia sering dibilang tidak mirip dengan ibunya. Ya, begitu memikirkan Hera, aku rasa memang Naline lebih banyak mirip denganmu."
Hera? Siapa dia? Naline benar-benar asing mendengar itu. Lalu Naline dikejutkan dengan kedatangan ibu Naline. Ia melihat wanita itu masuk ke ruang tamu sembari membawakan beberapa camilan khas Jerman sepertinya.
"Aku sering berada di Seoul untuk menjaga Wonho. Jadi terkadang aku merasa bersalah dengan Naline karena tak bisa menemaninya. Bahkan Wonho saja merasa wajahnya tak terlalu mirip denganku." Naline mengernyitkan dahinya. Ia merasa dibohongi saat ini. Ibunya kemarin memberi kabar bahwa mungkin akan sangat lama di Jerman dan tak bisa pulang karena menemani ayahnya. Tapi, ia ada disana.
Sungguh semakin mendengarkan pembicaraan mereka, semakin Naline merasa pusing. Ia benar-benar tidak tahu apa yang mereka bicarakan dan kemana arah topik mereka. Naline takut untuk berspekulasi, takut untuk menebak. Hey, di zaman seperti ini bukan saatnya bersandiwara kan? Mana mungkin ada.