PROLOG

11.8K 461 82
                                    

Apa yang kau takuti di dunia ini?

Kehilangan? Patah hati? Kematian?

Semua itu memang sungguh menakutkan. Ada lagi yang lebih menakutkan. Kesendirian. Entah kenapa, membayangkan itu saja sudah cukup membuat bulu kuduku merinding.

Tapi setiap hal yang kutakuti, perlahan berdatangan tanpa izinku sama sekali. Semua dimulai semenjak aku belum sepantasnya melawan ketakutanku. Namun tetap saja. Seolah takdir membuat jantungku remuk.

Ayah dan bunda meninggal dalam perjalanan bisnis mereka ke Kanada. Dan aku waktu itu terpaksa tinggal di rumah nenek yang sama sekali membenciku sejak aku lahir.

Ayah bunda yang tidak pernah kembali lagi, dan pengasuh yang menakutkan. Wanita tua itu selalu saja memarahiku dan menjelekanku didepan nenek. Itu sungguh menjengkelkan. Namun semenjak ada dia, setidaknya aku bisa dianggap gadis yang paling dicintai di dunia ini. Setidaknya dia selalu ada untukku.

***

"Dar, bangun gih. Udah pagi kali. Woy! Udah kayak kebo aja lu." suara seorang laki-laki itu terdengar menyebalkan ditelinga Dara. Dara masih senantiasa membenamkan kepalanya di bantalnya yang empuk itu. Dia kemudian mengangkat kelima jari tangan kanannya, membuat anak laki-laki yang ingin membangunkannya itu malah kebingungan.

"Apaan noh jari lu? Yang gue mau lo sekarang bangun. Sekolah tinggal sejam lagi. Cepetan mandi." sambil mendengus kesal, Dara akhirnya bangun dari tidurnya. Sudah jelas ekspresi yang ditunjukkan Dara sekarang ini cemberut.

Devan. Lengkapnya sih Devano Arka Putra. Sahabat paling bawel dan satu-satunya yang paling berharga di hidup Dara. Semenjak kedua orangtua Dara dinyatakan meninggal, Dara selalu saja bersikap murung dan tidak ingin bergaul dengan teman-teman seusianya waktu itu. Tapi saat itu, saat Dara ingin dilempari batu oleh teman-teman sekolahnya, ternyata ada anak laki-laki yang cukup jahil meneriaki nama kepala sekolah, sehingga mereka semua disitu kabur.

Awalnya Dara tetap tidak ingin berteman dengannya. Tapi dikarenakan Devan yang sungguh keras kepala, Dara hanya bisa pasrah dan memilih untuk menerima Devan sebagai sahabatnya sampai sekarang. Setidaknya, kehadiran Devan bisa sedikit mewarnai hari-hari Dara.

Baiklah kembali ke keadaan sekarang. Dara sudah siap dengan seragam putih abu-abunya. Rambut panjangnya dibiarkannya tergerai. Sedikit lipatan dibagian seragamnya, rok diatas lutut, cukup acak-acakkan. Devan yang tengah menatap Dara di ruang tamu rumah itu lagi-lagi hanya bisa menggelengkan kepalanya. Berbeda dengan Dara, Devan memang bisa dibilang anak yang 'baik'. Setidaknya dia lebih rapi, walaupun perilakunya sedikit buruk juga.

SAYA [Stay As You Are] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang