* Daren On Mulmed *
Dar, gw gk bisa jemput lo bentar. Lgi disuruh bunda nemenin Rara soalny. Gpp kan?
- Devan
Setelah membaca pesan dari Devan, Dara kemudian menaruh ponselnya kembali di dalam tasnya. Dara kemudian melanjutkan latihannya. Kalau mau ditanya apa yang sedang dilakukannya, gadis itu tengah melatih kekuatan bela dirinya dengan latihan boxing. Disamping karate, Dara memang sering berlatih boxing juga.
"Kesel sama siapa lo?" suara nyaring yang berasal dari Bella membuat Dara menoleh kearah gadis yang baru saja sampai di tempat latihan mereka itu.
"Devan gak bisa jemput. Biasa kan dia yang jemput, la." ujar Dara lalu melempar asal sarung tinjunya.
Dara kemudian duduk di pinggiran ruangan itu. Bersebelahan dengan Bella. Selain Devan, Bella juga termasuk sahabat baik Dara setahun belakangan ini. Mereka sering bertemu di tempat latihan. Sikap dewasa Bella, mungkin membuat Dara merasa nyaman dengannya seolah Bella itu kakak kandungnya sendiri.
"Emangnya kenapa? Lo bisa pulang sama gue kali." tutur Bella sambil memasang sarung tinju kuningnya. Dara hanya terus memasang wajah cemberut.
"Biasanya kan Devan gak gitu," ucap Dara seadanya.
"Mungkin dia emang lagi sibuk, Dar. Gak selamanya juga kan lo nempel terus sama dia. Kali-kali bareng gue juga dong. Hehe," candaan Bella setidaknya membuat Dara terkekeh.
Alhasil, Dara memutuskan untuk pulang bersama Bella. Tapi Dara dan Bella masih melanjutkan latihan mereka yang sempat tertunda.
***
Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam. Dara akhirnya sampai di rumahnya. Ya, hanya dia sendiri lagi. Dunia luar begitu mengagumkan, dan dalam rumahnya, begitu menyesakkan.
Pajangan foto keluarga terakhir mereka sepuluh tahun lalu, terpampang besar di ruang keluarga rumah itu. Dara menatap wajah ayah dan bundanya yang tersenyum. Dara masih ingat, saat mereka melakukan pemotretan itu, tepat di hari ulang tahun bundanya. Dan gaun biru muda yang dipakai bundanya itu adalah hadiah dari Dara.
Mengingat itu, senyuman manis terpampang di bibir mungilnya, bersamaan dengan tetesan air mata yang perlahan turun di wajahnya.
"Dara kangen Bunda. Kangen Ayah juga." ucap Dara. Dara masih saja menatap foto keluarganya itu sampai akhirnya Devan tiba-tiba saja muncul dan memeluknya dari belakang. Sedikit membuat Dara terkejut.
"Maaf," ucap Devan.
Dara mengerutkan keningnya, bingung dengan ucapan Devan barusan. Devan kemudian menghapus sisa-sisa air mata di pipi Dara.
"Buat?" tanya Dara kemudian.
"Gue gak bisa lagi," kata-kata Devan menjadi lebih membingungkan lagi sekarang. Dara melepaskan pelukan Devan dan beralih ke dapur untuk mengambil susu vanila miliknya yang ada di kulkas. Mereka akhirnya memilih bicara berhadapan di meja makan.
"Van, kayaknya akhir-akhir ini omongan lo susah buat gue ngerti deh. Kalo ada masalah, ceritain ke gue. Gue gak mau lo mulai bertindak gak jujur." ujar Dara memasang wajah serius sekarang. Begitu juga dengan Devan.
"Perlahan lo pasti tau maksud gue apaan, Dar. Maaf sekali lagi kalo misalkan gue mulai bertindak gak jujur. Gue pulang dulu." Devan tiba-tiba berdiri dari kursi yang didudukinya itu kemudian berjalan dengan langkah yang cukup cepat keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYA [Stay As You Are]
Teen Fiction[ Silahkan dilihat-lihat dulu. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Dara dan lainnya. ] Kedekatan Dara dengan Daren bermula saat Devan, sahabatnya sejak kecil tiba-tiba menjauhi dia secara tidak jelas. Awalnya Dara pikir, dia akan kesepian lagi. Tapi ter...