"Dar?"
Suara seseorang yang adalah Bella, mulai terdengar di telinga Dara yang sudah lima jam tidak sadarkan diri karena pingsan. Dia kemudian membuka matanya perlahan. Rasanya tidak asing dengan tempatnya berbaring. Dia ada di kamarnya sendiri.
"Dar? Akhirnya lo sadar juga," ujar Bella kemudian tersenyum senang karena melihat Dara sudah sadar.
"Bel, Devan sakit. Gue gak mau dia pergi," tampaknya walau dia tidak sadarkan diri selama lima jam, Dara masih ingat jelas dengan hal yang menyakitkan yang dia dapat hari ini. Bella mendesah pasrah.
"Iya, gue tau kok. Gue tau dari surat yang kebawa sama lo itu," ujar Bella.
"Bel, Devan bisa sembuh, kan? Gue gak bisa liatin dia sakit kayak gitu, Bel. Gue gak mau Devan pergi," air mata Dara berjatuhan lagi.
Gadis itu tampak frustasi. Dia memeluk kedua lututnya sendiri, sambil sesekali mengacak kasar rambutnya. Bella yang menatap itu kemudian duduk di sampingnya dan memeluk sahabatnya itu.
"Lo juga harus kuat, Dar. Kalo lo nangis di depan dia terus, kesannya dia nyakitin lo banget. Lo harus senyum terus walaupun hati lo sakit. Dan lo banyakkan berdoa juga. Gue yakin Devan bakal lawan penyakitnya sesulit apapun itu," ucap Bella, berusaha menguatkan Dara. Bella kemudian menghapus air mata sahabatnya itu. Dara tersenyum samar, melihat betapa pedulinya Bella padanya.
"Makasih, Bel. Ucapan lo itu emang bener. Gue gak boleh nangis terus, gue juga harus banyak berdoa. Gue gak boleh pesimis," ujar Dara sekuat tenaga menahan air matanya agar tidak turun. Bella mengangguk-angguk setuju dengan ucapan sahabatnya.
"Betewe, yang bawa gue ke sini siapa?" tanya Dara.
"Siapa lagi kalau bukan Daren. Tapi, lo berdua gak lagi berantem, kan?" Bella balik bertanya dengan tatapan penuh selidik.
Dara menautkan keningnya, "Emang Daren kenapa?"
"Mukanya tegang bener pas nganterin lo. Terus pas dia udah naruh lo ke tempat tidur, dia main pergi aja. Lo berdua gak berantem kan?" pertanyaan Bella dan malah meyakinkan Dara bahwa Daren benar-benar cemburu. Dan mungkin itu yang membuatnya kesal. Wajar menurut Dara dengan sikap Daren kini. Mereka kan pacaran. Apa salahnya Daren cemburu. Dara melirik jam dinding kamarnya yang menunjukkan pukul tujuh malam. Belum terlalu larut.
"Bel, gue keluar bentar yah?" Dara tiba-tiba berdiri dan langsung menyambar kunci mobilnya.
"Mau ke mana?" tanya Bella, sedikit berteriak karena Dara sudah berlari keluar rumahnya.
"Ketemu Daren," teriak Dara dari luar. Dia kemudian beranjak pergi dengan mobilnya itu. Caranya membawa mobil seperti sedang balapan saja. Atau seperti orang yang dikejar polisi. Dara membawa mobil itu lumayan cepat.
Di lain tempat, Daren baru saja memakai jacket kulitnya yang berwarna hitam. Dari setelannya malam ini, bisa ditebak anak itu akan ke mana. Ke mana lagi kalau bukan klub malam.
Dia menghadap cermin di kamarnya. Ekspresinya sungguh datar malam ini. Biasanya jika dia mulai menghadap cerminnya itu, dia mulai berceloteh sendiri, ketawa-ketiwi, atau bernyanyi lagu dangdut yang lagi hits di Indonesia. Intinya, Daren itu anak yang ceria. Namun tidak untuk malam ini. Dia hanya diam saja, sambil memakai sepatu di kakinya itu.
'Drrtt!!'
Ponselnya tiba-tiba bergetar. Daren melirik ke arah ponselnya yang hanya dibiarkan di atas meja belajarnya. Tertera tulisan 'Manis' di layar ponselnya. Dan itu berarti Dara yang tengah menelponnya kini.
Dia hanya melirik ponselnya itu sejenak, lalu membiarkan ponsel itu bergetar. Dia mengambil kunci motornya, kemudian keluar dari kamarnya. Rumahnya masih sepi karena ayahnya masih sibuk bekerja. Setelah menyuruh Pak Wahyu untuk menjaga rumah, dia keluar dengan motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYA [Stay As You Are]
Fiksi Remaja[ Silahkan dilihat-lihat dulu. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Dara dan lainnya. ] Kedekatan Dara dengan Daren bermula saat Devan, sahabatnya sejak kecil tiba-tiba menjauhi dia secara tidak jelas. Awalnya Dara pikir, dia akan kesepian lagi. Tapi ter...