Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Delapan remaja laki-laki sedang asik-asiknya bercanda tawa di ruang tengah rumah bak istana itu. Sejak sore mereka memutar video game. Dan lainnya juga sedang asik nebeng wi-fi di rumah itu.
"Eh lu menang terus, Mas. Gue kapan menengnya?" Kenneth mendesah kesal karena sedari tadi dia selalu kalah jika lawannya adalah Dimas di video game tersebut.
"Sampai anggun jadi duta sampo lain aja, Ken. Atau bisa juga sampai penduduk bumi diumumin pindah lokasi di mars," celetuk Dimas membuat yang mendengarnya tertawa lepas meledek Kenneth.
"Sue lu, Mas. Udah ah gue males mainnya. Pantat gue bisa-bisa tambah lebar duduk di lantai mulu," gerutu Kenneth.
"Emang bisa gitu ya, Ken?" tanya Daren sambil sibuk mengotak-atik ponselnya.
"Ya bisa lah. Eh betewe eni baswey, si Dara ke mana? Tadi ngomongnya mau olahraga sore di belakang. Jangan-jangan ketiduran lagi dia," imbuh Kenneth, membuat Daren memilih mematikan layar ponselnya sekarang.
"Iya juga. Eh bentar yah gue ke belakang dulu. Gue khawatir calon masa depan gue kenapa-napa," celetuk Daren mengundang cibiran-cibiran para jomblo cukup ngenes di situ.
"Pede amat, Ren." cibir Rafael.
"Belum juga resmi. Udah dibilang calon masa depan." ucap Brian.
"Mentang-mentang gue jones lo ngomongnya sepaket nyindir gitu," imbuh Vito.
"Lu aja, Vit. Gue mah gak jones. Bakal gue gebet si Bella," Jaden tersenyum sok manis sambil menaik turunkan kedua alisnya yang cukup tebal itu.
"Iya. Udah kebayang gue kalau lo jadian ama Bella. Palingan muka lo yang pas-pasan itu jadi genap hancur, Den." celetuk Vito membuat mereka di situ tertawa lagi.
"Udah ah. Bisa sarap beneran otak gue denger lo pada ngomong," imbuh Daren akhirnya benar-benar berjalan menuju lapangan basket belakang rumahnya. Karena hari sudah malam, dua tiang lampu di pinggiran lapangan itu otomatis sudah menyala. Dilihatnya Dara yang tengah duduk di pinggiran lapangan, hanya menghadap ke langit yang rupanya akan segera hujan itu sambil berdiam saja.
Daren yang melihat gadis yang diberi gelar cabe tengil dan cewek manis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dipikirnya gadis itu memang ketiduran. Ternyata tidak. Dia kemudian menghampiri Dara dan duduk di sampingnya.
"Untung aja lu diem, Ra. Entar kalau lo ngomong sendirian di sini bisa dikira kerasukan loh," celetuk Daren membuat Dara tersenyum samar.
"Ren?" panggil Dara, membuat Daren melihat ke arah Dara.
"Boleh gak gue khawatir sama orang lain?" kening Daren bertautan. Bingung dengan maksud pertanyaan Dara.
"Devan gak masuk sekolah juga hari ini," ujar Dara. Dari suaranya saja Daren bisa tau kalau Dara benar-benar khawatir.
"Gue takut ada hal yang disembunyiin Devan sama gue. Gue takut dia kenapa-napa," ucap Dara lagi. Ekspresinya benar-benar serius. Rasanya Daren ingin merespon ucapannya dengan candaan. Namun dipikir-pikir lagi, bisa fatal jadinya kalau Daren malah bercanda.
"Kalau ternyata takut, kenapa masih di sini aja? Kenapa masih ngasih harapan buat hati yang mencintai lo, di saat hati lo itu buat yang lain? Sia-sia aja," Daren tersenyum samar. Mendengar ucapan Daren, Dara memilih diam lagi. Bingung harus menanggapi dengan kata apa.
"Dia itu yang ngehibur lo dari lo masih kecil, Ra. Kalau lo khawatir, itu wajar. Lagian hak gue buat marahin lo apa? Gue juga bukan siapa-siapanya elo," Daren berdiri dari posisi duduknya. Baru saja Daren akan masuk ke dalam rumah lagi, tangannya ditahan Dara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAYA [Stay As You Are]
Novela Juvenil[ Silahkan dilihat-lihat dulu. Kali aja jadi jatuh dalam kisah Dara dan lainnya. ] Kedekatan Dara dengan Daren bermula saat Devan, sahabatnya sejak kecil tiba-tiba menjauhi dia secara tidak jelas. Awalnya Dara pikir, dia akan kesepian lagi. Tapi ter...