[33]

2.4K 193 13
                                    

Mata Daren memerah, rupanya anak itu ingin menangis. Dia mulai memikirkan kejadian sungguh menyebalkan, setelah sudah lama dia melupakan kesedihan itu lagi. Wajahnya penuh emosi menatap gadis itu. Dia mengepalkan tangannya dengan kuat, tidak ingin emosinya semakin pecah.

Baru saja semuanya indah, kini ada hal lain saja yang ingin merusak semua keindahan itu. Tak tau lagi Daren harus mengutuk gadis itu atau bagaimana. Pikirnya, gadis itu sungguh merusak hari indahnya ini.

"Pergi," pintah Daren dengan nada datar, menyuruh gadis yang kini sudah penuh air mata di wajahnya.

"Maafin aku, Ren. Itu semua aku lakuin supaya kamu punya waktu buat aku, bukan cuma sama keluarga kamu aja," ujar gadis itu, bersikeras meyakinkan Daren yang kini berjalan menuju mobilnya lagi.

"Lo itu rendah dalam hal memperjuangkan. Lo juga tipe cewek rendahan yang pernah gue kenal!" cibir Daren habis-habisan pada gadis itu, sambil melemparkan tatapan sinisnya.

"Aku cinta sama kamu, Ren. Walau banyak orang bilang waktu itu masih cinta monyet aja, tapi aku tulus cinta sama kamu," ujar gadis itu tampaknya masih membela dirinya.

"Gue hargain cinta lo itu. Tapi gue kecewa sama keberanian lo yang datang saat semua hal udah gue rancang tanpa ngarepin kehadiran lo lagi. Gue udah punya hati lain yang harus gue jaga. Mending lo pergi sekarang," imbuh Daren. Anak itu baru saja akan membuka pintu mobilnya, namun gadis itu lagi-lagi menahannya.

Gadis itu menatap Daren lekat-lekat, "apa putri angsa lo itu maksudnya yang harus lo jaga sekarang?" tanya gadis itu.

Daren tersenyum miring, "iya. Gue udah ketemu sama  putri angsa gue. Dan gue mau, lo menghilang aja kayak yang udah lo lakuin selama tiga tahun terakhir ini!"

Daren akhirnya masuk ke dalam mobilnya, pagarnya terbuka saat Daren mengklakson mobilnya. Dia meninggalkan gadis itu yang masih merenungi kesalahan fatal yang dibuatnya itu. Dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri, dia memang melakukan kesalahan fatal itu. Kesalahan yang membuat dirinya sendiri jauh dari orang yang dia sayang.

***

Dara sedang kebingungan sekarang. Sejak pagi tadi, dia tidak bersama Daren. Melihatnya hari ini saja rupanya belum. Daren juga tidak mengangkat panggilan telponnya dari Dara. Pesan yang dikirim Dara sepertinya belum dibaca. Dara mulai jengkel karena terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada anak itu.

Namun di satu sisi, dia juga sangat khawatir. Tidak biasanya anak itu tidak masuk sekolah, apalagi hilang kabar seperti ini. Dara berjalan menuju lapangan sekolahnya, dan mendapati geng Brandal's yang rupanya sedang beristirahat dalam latihan basket mereka. Mereka menatap wajah Dara yang penuh keringat karena sejak tadi tidak bisa diam, keliling sekolah hanya untuk mencari Daren.

"Lo pada tau gak kenapa Daren gak masuk sekolah? Dia ngilang kabar gitu aja. Aneh banget tau gak," ujar Dara, sambil menyeka keringat di wajahnya itu.

"Paling dia kesiangan, Dar. Ujung-ujungnya pasti keliling kota pakai motor. Soalnya dia pernah gitu," ucap Kenneth, lalu meneguk air mineralnya.

"Tapi kayaknya juga bukan. Si Daren kagak ada kabarnya. Jangankan kita-kita, pacarnya aja kagak dikabarin. Kan aneh," imbuh Jaden, yang dibalas anggukan oleh lainnya, termasuk Dara.

"Susah juga nebak si Daren sebenarnya lagi ngapain. Anaknya emang ceria, tapi dia itu sebenarnya misterius juga setelah gue pikir-pikir," Brian memangku dagunya, dan Dara malah menautkan keningnya mendengar ucapan Brian itu.

"Bener juga sih. Nama belakangnya aja, dirahasiain. Rumahnya, bokapnya, eh tunggu deh. Gue juga baru nyadar," Dimas seperti baru menyadari sesuatu, membuat yang lain ikut penasaran.

SAYA [Stay As You Are] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang