[35]

2.3K 174 18
                                    

Daren kemudian tersenyum simpul, lalu berjalan ke arah mereka. Dara sedikit bingung dengan reaksi Daren yang tiba-tiba tersenyum bukannya memarahi dia karena tengah asik berbincang dengan Devan. Apa dia benar-benar akan kehilangan cinta dari Daren? Pikiran Dara sudah ke mana-mana jika saja dia tidak sadar bahwa Daren berada di sampingnya sekarang.

"Dar, bilangnya tadi lo dateng sendiri. Ternyata sama pacar juga, kan? Bagus, sebagai pacar yang baik, lo gak boleh biarin cewek lo ke mana-mana sendiri, kecuali ke toilet," celetuk Devan, malah membuat Dara, sampai Daren tercengang dengan ucapan Devan itu.

Pikir Dara, seharusnya Devan tampak cemburu. Karena dia tau, Devan mencintai dia lebih dari posisinya sebagai sahabat. Pikir Daren, apa Devan sudah tidak mencintai Dara? Setau Daren, dia selalu tampak tak suka jika Daren bersama Dara. Apalagi Devan tampak biasa-biasa saja jika mereka berdua pacaran. Walaupun begitu, tampaknya Devan tidak tau bahwa hubungan istimewa itu tampak retak atau bisa dikatakan sudah berakhir sepihak.

"Oh iya, Dar. Gue lagi suka sama seseorang, tapi lo jangan ledekin gue yah," ujar Devan sambil senyam-senyum sendiri. Hal ini membuat Daren dan Dara menjadi kebingungan dengan semuanya.

"Siapa, Van?" tanya Daren, melihat Dara yang bahkan kebingungan harus bertanya apa.

"Gue suka sama Abi," ucap Devan, benar-benar membuat mereka berdua terkejut.

"Gak usah segitunya kali, ekspresi lo berdua udah  kayak gimana gitu. Abi emang sensitif banget orangnya, sering berantem ama Dara juga, tapi sebenarnya dia itu baik kok," ujar Devan.

" Dia juga tulus, walau kemungkinan gue bertahan hidup masih dipertanyakan, tapi gue janji, gue bakal berjuang untuk masa depan gue sama dia. Gue yakin gue bisa laluin semuanya sama-sama bareng Abi, dan lo pada juga. Maaf, Dar, akhir-akhir ini gue bertindak gak jujur sama lo," ujar Devan lagi, membuat Dara hanya tersenyum simpul menatap sahabatnya itu.

Dara memegang erat tangan Devan, "gue yakin kok lo pasti sembuh, Van. Ada banyak yang ngedukung lo dari sini. Gue salut sama lo, yang berusaha  merjuangin hidup, demi orang yang lo cinta. Emang kalau sama-sama semuanya bakal terasa mudah, kan?" Devan mengangguk.

Daren? Anak itu malah terdiam. Dia tampak berpikir keras setelah mendengar ucapan Devan itu. Apalagi dengan ucapan Dara yang tampak menyindirnya, dia mulai berpikir, apakah keputusannya itu salah? Apa yang dia lakukan malah terkesan konyol? Apa dia malah melepaskan orang yang dia cinta begitu saja?

"Van, gue pamit pulang dulu yah? Semoga lo cepet sembuh," ujar Daren lalu berjalan keluar dari ruangan itu.

Dara yang awalnya tengah asik mengobrol dengan Devan malah melihat ke arah Daren yang pergi begitu saja. Tentu saja Devan kebingungan, dan Dara langsung pamit juga pada Devan, pergi keluar rumah sakit itu, menyusul Daren. Dara berlari karena dia sedikit tertinggal jejak Daren.

Untung saja Daren masih ada di parkiran rumah sakit itu. Dilihatnya Daren baru saja memakai helm-nya. Dia juga baru saja akan menancapkan gas motornya, namun terhenti saat Dara berhenti tepat di depan motornya.

Daren menatap Dara yang matanya sudah tampak berkaca-kaca. Sangat cengeng, pikir Daren. Daren kemudian membuka helm-nya.

"Aku kangen sama kamu," ujar Dara, beriringan dengan tetesan pertama air matanya sore itu.

"Jangan nangis di sini, Ra. Entar orang pikir aku ngapain kamu lagi," ujar Daren, berusaha untuk tidak menanggapi kalimat yang juga mewakili isi hatinya sekarang.

"Kamu emang udah buat hati aku hancur, tapi aku tetap cinta sama kamu. Karena hati aku yakin, kamu itu yang terbaik buat aku, Ren," ujar Dara lagi, dibaringin tetesan kedua, dan seterusnya dari air matanya itu.

SAYA [Stay As You Are] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang